Sebuah
cerita 2 tahun yang lalu
“Jadi
gimana mba, daftar angkotnya dah dapet?” Tanya saya pada mba Desi. “Udah mba,
dari rumah, kita naik mikrolet 29 aja, turun di Cawang, nyambung lagi sampe
Trans TV, dari situ kita naik bajaj aja. Karna kata temenku, ga ada angkot yang
lewat kampus.” Jawab mba Desi panjang lebar. Alhamdulillah, ucap saya dalam
hati.
Entah
kenapa, dorongan untuk kuliah kembali begitu kuat. Itulah mengapa sejak beberapa
minggu yang lalu, saya dan mba Desi rajin mencari informasi tentang universitas
agama. Searching di internet, membaca majalah, sampai bertanya pada banyak
orang. Dan, pilihan pun jatuh pada Sekolah Tinggi Dakwah Al-Hikmah (STIDI
Al-Himah) di jalan Bangka, Mampang.
Jujur aja,
pengetahuan tentang kampus agama minim banget. Saya hanya tau IAIN, itupun
setau saya, yang kuliah disana haruslah lulusan SMA, atau fresh graduate lah. Bukan
ibu-ibu seperti saya. Kenapa saya ingin kuliah agama? Ya, karna itu tadi, saya
merasa selama saya hidup, saya ga pernah benar-benar mendalami agama saya
sendiri, walaupun sejak lahir saya sudah memeluk Islam. Sejak SD saya telah belajar
membaca Al-Quran, mendengar kisah Nabi-Nabi, mengetahui letak Mekkah,
Madinah dsb. Mengaji seminggu sekali pun
telah saya lakoni selama beberapa tahun. Tapi, saya masih saja merasa kurang,
kurang dan kurang J.
Tibalah
saat dimana saya dan mba Desi mendaftar masuk STIDI Al-Hikmah sebagai mahasiswi
baru. Exited, tentu saja. Pagi itu seperti matahari tersenyum maniiisss sekali
(hehe,,,,lebay :P). Berkas-berkas persyaratan saya cek kembali. Setelah yakin
lengkap, saya pun menghubungi mba Desi untuk janjian di depan perumahan. Suami
tercinta sejak pagi sudah wanti-wanti untuk hati-hati di jalan. Hati-hati
menyimpan barang dll. Begitu juga bunda tercinta, mengantar saya hingga depan
pagar. Waahhh,,,, seperti anak kecil saja. Kan 11 thn yang lalu saya juga
pernah kuliah hehe…. J. Hari itu saya memang sengaja tidak membawa
kendaraan. Saya ingin membandingkan ongkos yang harus dikeluarkan antara angkot
dengan kendaraan pribadi.
Bismillah,
saya dan mba Desi pun berangkat. Siang itu jalanan Jakarta cukup padat. Begitu juga
keadaan di dalam angkot. Seperti yang disarankan oleh teman mba Desi, kami pun
naik mikrolet 29, turun di Cawang, naik bis lagi yang melewati Trans TV,
kemudian turun, dilanjutkan dengan bajaj. Alhamdulillah. Sampai di bajaj, supir
bajaj bertanya,”Kemana bu?” “Al-Hikmah,” jawab mba Desi yakin. Supir bajaj
mengangguk dan menjalankan bajajnya. Huuffhh,,, Alhamdulillah, bisa duduk agak
legaan. Tidak lama, kami pun sampai di Al-Hikmah. Setelah membayar, kami berdua
langsung masuk ke gedung. Tapi, loh kok begini??? Saya dan mba Desi
terbengong-bengong. Ga seperti yang kami bayangkan. Kok malah masjid Al-Hikmah
dan didalamnya ada sekolah dasar?? Wah, jangan-jangan salah nih, ucap saya
dalam hati. Mba Desi kemudian berinisiatif bertanya pada anak-anak yang sedang
asik bermain bola. “Ooooo itu kampus Al-Hikmah. Bukan disini.” Jawab mereka. Dan
mereka pun menunjukkan jalan serta patokannya.
Saya dan
mba Desi buta sekali daerah Jakarta Selatan, apalagi sampai masuk-masuk jalan
kecil segala. Duuuhhh…. Mana siang-siang lagi. Panassss…. Kami berdua jalan
kaki menuruti saran anak-anak tadi. Setelah sepuluh menit berputar-putar dan
belum juga ketemu. Akhirnya kami memutuskan untuk istirahat sejenak. Sambil
minum air mineral, kami bertanya lagi pada orang disitu. Dengan seksama saya
dan mba Desi mengingat-ingat jalan yang harus kami lalui. Setelah dahaga hilang
dan lelah berkurang, kami memutuskan untuk mencoba kembali. Dan, ternyata, kami
kembali terputar-putar di jalan Bangka. Ya. Allah, saya ingin mendalami
agama-Mu, mudahkanlah ya Allah, ucap saya dalam hati, setengah putus asa.
Sekitar satu jam kami hanya berputar-putar di sekitar jalan Bangka, setengah
putus asa, kami pun memutuskan untuk bertanya kembali pada sekumpulan anak
muda. “Oh, kampus Al-Hikmah, tuh di belakang ibu.” Kata salah satu dari mereka.
Waahhh,,,, jadi malu J. Alhamdulillah….. ya Allah…. Akhirnya ketemu
juga, jerit saya dalam hati.
Melihat
kampus Al-Hikmah pertama kali, yang ada di benak saya hanya satu, sederhana J. Ga mau buang waktu, saya dan mba
Desi langsung masuk ke kampus dan menuju kantor pendaftaran. Niat saya untuk
kuliah bidang agama selain ingin mendalami kembali agama Islam, saya juga ingin kelak, jika anak saya
menginjak remaja, saya dapat membekalinya dengan pemahaman agama yang baik,
hingga ia dapat bertahan dari godaan pergaulan remaja saat ini. Sederhana,
hanya itu. Tidak ada pikiran atau niat lainnya.
Setelah
mengisi formulir, saya pun menyerahkan berkas-berkas yang saya bawa.
Berkas-berkas saya pun diperiksa. Setelah semuanya lengkap dan uang pendaftaran
pun sudah dibayar, kami pun memutuskan untuk segera pulang.
Keluar dari
kampus, saya dan mba Desi tersenyum. Mengingat perjalanan ke kampus yang
muter-muter, kami sama-sama bertanya, gimana kami harus pulang? Lewat jalan
yang mana? Kami pun senyum-senyum J sendiri. bersambung insyaAllah.
sebuah perjuangan awal untuk lebih baik... :)
BalasHapus