Kamis, 06 Desember 2012

KENAPA LAPAS ANAK ???



Saya dan teman-teman telah terbiasa dengan pertanyaan heran dari beberapa orang yang kami temui. Misalnya saat salah satu tim GPR, Edas, bertemu seorang ibu di angkutan umum. Setelah saling melempar senyum ramah, akhirnya mereka terlibat perbincangan yang mengasyikkan. Saat Edas bercerita tentang kegiatannya di Lapas anak pria Tangerang, ibu tadi pun terkejut.

“Ngapain jauh-jauh kesana dek?”

“Kenapa Lapas anak pria?”

“Itu timnya perempuan semua? Emang ga takut?”

Yah, pertanyaan-pertanyaan diatas memang sudah sangat sering kami dengar. Begitupun ketika kami bercerita pada ormas-ormas atau yayasan-yayasan yang mempunyai tujuan sama dengan kami. Ekspresi mereka satu : HERAN...
Yah, sampai sekarang pun kami juga heran, kenapa kami bahagia sekali ketika bertemu anak Lapas?

Saat melihat senyum tulus mereka, melihat tawa mereka, mendengar kisah mereka, ada rasa yang tidak bisa kami ceritakan. Lebih dari rasa bahagia.
Bulan Desember ini, memasuki bulan ke sepuluh kami mengadakan kegiatan di Lapas anak pria Tangerang. Waktu yang masih sangat pendek dibandingkan dengan masa hukuman sebagian anak Lapas.

Saat pertama kali berkunjung, anak-anak Lapas masih memandang kami kaku. Senyum dan sapa sekedarnya. Kami pun bingung, harus memulai dari mana. Jujur, saat pertama kali mendengar beberapa kisah mereka, kami menangis. Kami berpikir, kok bisa ya, anak usia segini sudah menjalankan hidup sedemikian berat.

Kunjungan – kunjungan berikutnya, alhamdulillah berjalan lancar. Dari cerita mereka, kami jadi tau, bahwa sebagian besar mereka beragama Islam, namun kegiatan Islami sangat jarang. Beda sekali dengan kegiatan agama lain. Dalam sehari, sampai beberapakali kegiatan.

Tentu kenyataan ini membuat hati kami terbakar. Dari -+250 anak, 95% agama mereka adalah Islam. Namun, kegiatan Islami bisa dihitung dengan jari.

Memang sudah banyak LSM atau yayasan atau ormas yang mengadakan kegiatan di Lapas, tapi usianya singkat. Tidak sampai setahun. Hanya bertahan beberapa bulan saja. Dari informasi yang kami terima, alasan mereka tidak melanjutkan kegiatan di Lapas, karena kurangnya SDM dan dana.
Berbanding terbalik 180 derajat. Kegiatan agama lain, berlimpah dana dan tenaga. Bahkan sampai “luber”. Terbukti dengan banyaknya lembaga keagamaan yang mengadakan kerjasama dengan Lapas.

Selain itu, berinteraksi dengan anak Lapas itu “sesuatu banget” bagi kami.
Bisa dekat dengan anak Lapas, itu sebuah keistimewaan dan kebahagiaan yang ga ada bandingannya. Seperti yang terjadi pada salah satu aktivis #IndonesiaTanpaJil yaitu Fadly.

Hari itu kami dan Fadly mengadakan kunjungan rutin ke Lapas. Salah satu anak Lapas yang terkena kasus teroris (sebut saja Baba), terlibat pembicaraan seru dengan Fadly. Kami melihat hal itu seperti barang mahal nan mewah.

Bagaimana tidak, selama berbulan-bulan mengadakan kegiatan di Lapas, jarang sekali Baba mau bergabung dengan kami. Jangankan bergabung, sekedar menyapa saja sangat jarang. Bisa dihitung dengan jari.

Tapi ketika bertemu Fadly, subhanallah... mereka mengobrol asyik sekali, sampai-sampai Fadly lupa pulang. Saat ingin pulang pun, Baba masih mengejar Fadly sampai ke gerbang depan dan lagi-lagi mengobrol, dengan bahasa Arab pula. Subhnallah...

Dan, melihat Baba yang selama ini sikapnya dingin kemudian berubah ramah, itu merupakan kebahagiaan yang tak terhingga bagi kami. Rasanya bahagiaaaa sekali.

Lain Baba, lain pula Fanfan (sebut saja begitu). Usianya baru 16 tahun. Dihukum karena kasus pembunuhan. Fanfan cukup fasih berbahasa Arab, bacaan Al-quran nya pun indah. Hukuman yang harus Fanfan jalani adalah tujuh tahun. Fanfan berada di Lapas mulai tahun 2011, artinya, jika tidak ada halangan, Fanfan baru akan menikmati dunia luar, tahun 2018. Subhanallah... waktu yang sangat panjang.

Pertama kali bertemu Fanfan saat kami akan mengadakan kegiatan di masjid Lapas. Saat itu, ketua DKM meminta tolong Fanfan untuk menyiapkan sound system. Kami pun menegur Fanfan seperti biasa.

Setelah itu, setiap kunjungan ke Lapas, kami selalu bertemu dengan Fanfan, tapi Fanfan tidak pernah mau mendekat. Hanya sekedar senyum, salam, kemudian menghilang. Tidak ada perbincangan hangat diantara kami.

Semua tim selalu berusaha keras mendekati setiap anak Lapas. Walaupun itu bukan hal yang mudah. Begitupun kami berusaha keras dengan berbagai cara untuk mendekati Fanfan. Namun, usaha berbulan-bulan mendekati Fanfan belum juga tampak.

Dan... Allah Maha Baik.... 4 Desember kemarin, saat latihan marawis, Fanfan pun menghampiri kami. Ia bercerita tentang berbagai hal. Subhanallah.... Allahuakbar... Fanfan mau mendekati kami. Ya Allah.. terima kasih...
Saat latihan marawis, Fanfan pun meminta kami untuk mengambil gambarnya. 

“Bun, foto aku dong...”

Subhanallah.... Ya Allah... jujur, kami tidak bisa berkata apapun. Bahagia yang tak terhingga. Itu yang kami rasakan.

Fanfan yang selama ini selalu menghindar. Fanfan yang selama ini hanya melempar senyum, Fanfan yang selama ini bersikap dingin dan kaku.... hari itu Allah telah membuka hatinya. Terima kasih ya Allah....

Begitulah...

Jika sampai sekarang ada yang bertanya pada kami “kenapa ke Lapas?” wallahualam... hanya Allah yang tau betapa bahagianya kami jika melihat mereka berubah menjadi lebih baik.


Kamis, 08 November 2012

GRASI OLA


Pada 12 Januari 2000, polisi menangkap Mairika Franola (biasa dipanggil Ola), Deni Setia Maharwa dan Rani Andriani di Bandara Soekarno-Hatta. Mereka kedapatan membawa 3,5 kilogram heroin dan 3 kilogram kokain . Barang haram  tersebut sedianya akan diselundupkan melalui pesawat menuju London.

Karena perbuatannya itu, Ola dijatuhi hukuman mati. Namun, karena berkelakuan baik selama di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), maka Presiden SBY memberikan grasi atau penurunan hukuman pada Ola. Dari hukuman mati, menjadi hukuman seumur hidup.

Kontan saja hal ini mendapat reaksi keras dari para aktifis anti narkoba. Mereka menyayangkan keputusan Presiden. Tapi, mereka juga tidak bisa berbuat banyak. Para aktifis anti narkoba hanya bisa protes melalui media.

Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga. Hal itulah yang dialami Ola. Tak lama setelah pemberian grasi oleh SBY, Ola kedapatan mengendalikan perdagangan narkoba dari dalam Lapas.

Berbagai pihak segera bereaksi. Yusril Ihza Mahendra mengatakan, Ola tidak perlu diadili lagi. Menurutnya, Presiden SBY cukup melakukan pencabutan grasi, agar hukuman Ola yang semula seumur hidup, kembali ke hukuman awal yaitu hukuman mati.

Berbeda dengan Yusril, ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD berpendapat, grasi yang telah diberikan tidak perlu dicabut. Ola yang terbukti mengatur transaksi narkoba dari dalam Lapas, dapat ditindak pidana kembali, selanjutnya dijatuhi hukuman mati.

Sudah tak terhitung aktifis bicara tentang bahayanya narkoba. Barang haram ini bukan lagi dikonsumsi oleh kalangan berpenghasilan tinggi, namun juga merambah pada kelas menengah ke bawah. Bukan pula dikonsumsi orang dewasa saja, namun juga anak-anak kecil tak berdosa.

Narkoba itu bahaya laten. Bahaya seumur hidup yang tak dapat disembuhkan. Pengguna narkoba, akan mengalami penyakit yang dibawanya akhir hayat. Seperti penyakit AIDS yang sampai kini tak ada obatnya.

Para bandar mempunyai seribu akal dalam menjual barangnya. Dalam penyebarannya, para pedagang barang haram ini melakukan apa saja untuk memperoleh kekayaan. Mereka mengemas narkoba dalam bentuk permen, yang dijual pada anak-anak sekolah dasar. Mereka juga menggratiskan barang haram itu pada kalangan pelajar SMP. Hingga membuat anak-anak ketagihan dan terpaksa membeli.

Di Lapas Anak Pria Tangerang, kasus tertinggi adalah narkoba. Tapi, jika dilihat dari latar belakang ekonomi, rata-rata mereka berasal dari ekonomi bawah. Anak-anak ini adalah korban para bandar besar.

Mereka tertangkap tengah menggunakan narkoba “murahan” yang biasa dijual 10rb per bungkus. Mereka bukanlah kurir, apalagi bandar besar yang kaya raya, yang dapat menjual kiloan narkoba dan bisa memperoleh kekayaan dengan cepat. Mereka “hanya” mengkonsumsi narkoba karena ingin lari dari himpitan ekonomi.

Tapi, hukum tidak berpihak pada mereka. Rata-rata, masa tahanan mereka dari satu hingga lima tahun. Untuk mendapat pengurangan hukuman pun bukan hal yang mudah. Karena, mereka berasal dari ekonomi lemah.

Bandingkan dengan para bandar. Berapa keuntungan yang mereka dapatkan dari barang haram itu? Berapa generasi yang sudah mereka hancurkan? Dari dalam Lapaspun mereka masih bisa mengendalikan bisnis haram. Dan... mereka masih dapat pengampunan pula???

Semoga ini menjadi pelajaran terbaik bagi SBY dan aparat terkait untuk lebih hati-hati dalam memberikan grasi. Begitu banyak hal yang harus dipertimbangkan.

Seorang terduga (sekali lagi TERDUGA) teroris, dapat langsung “dihadiahi” tembak ditempat. Mengapa untuk para bandar narkoba yang SUDAH JELAS menghancurkan masa depan penerus bangsa, masih bermurah hati???....


Selasa, 06 November 2012

PENGAMEN BENGIS


Bagi saya, ada beberapa waktu dimana naik angkutan umum di Jakarta, lebih nyaman daripada membawa  kendaraan pribadi. Diantaranya adalah saya bisa bebas membaca buku sampai tiba di tempat tujuan.

Tapi akhir-akhir ini saya sangat terganggu dengan tingkah beberapa pengamen. Yang tentu saja menghilangkan kenyamanan saya di angkutan umum.

Seperti siang itu. Setiap ke kampus di daerah Mampang, saya selalu naik bis dari UKI. Bis jurusan Cililitan-Blok M. Siang itu bis masih kosong. Masih ngetem menunggu penumpang. Alhamdulillah saya mendapat tempat duduk favorit yaitu dekat jendela. Saya pun langsung tenggelam dalam buku.

Tidak lama berselang, tiba-tiba dua orang pengamen muncul. Dua orang lelaki dengan penampilan yang membuat saya gerah. Tato berbagai gambar ada disekujur tubuh mereka. Juga tindikan anting. Salah satu pengamen bahkan menyematkan peniti di bawah bibirnya. Aahh, ada-ada saja. Terus terang, sejak dekat dengan teman-teman Punk Muslim dan anak-anak Lapas, saya tidak terlalu takut dengan penampilan mereka. Saya malah penasaran, jika mereka masuk Lapas, apakah mereka masih berani menakut-nakuti penumpang? ^__^

Saya masih melanjutkan membaca buku. Tiba-tiba salah seorang pengamen,mendekati kursi saya dan mulai berteriak-teriak.

“Ya yang pura-pura tidur atau baca buku, silakan melanjutkan kegiatan kalian. Asal tau saja, kami bisa gelap mata. Masih untung kami bernyanyi, tidak menjambret, merampok apalagi membunuh.”

???? Apakah maksud pengamen itu saya?? Saya pun langsung menatap tajam dirinya. Ya, walaupun agak ngeper juga, tapi kalau saya diancam dan saya merasa tidak salah, saya akan lawan sebatas kemampuan.

Pengamen itu mulai mengeluarkan kantong permen untuk meminta uang dari para penumpang. Tiba di kursi saya, saya tidak menatap kantong permen, tapi saya menatap matanya dan saya juga tidak memasukkan sepeser uangpun. Saya ingin tau, apa ia marah dan lalu menjambret saya di hadapan orang banyak? Ternyata.... tepat seperti dugaan saya. Dia tidak berani. Dia hanya melengos dan segera berlalu ke penumpang lain.

Heehh.... saya menarik nafas lega dan bersyukur....

Tapi, esok harinya saya tidak berani melakukan hal seperti kemarin. Siang ini, saya kembali naik bis yang sama. Dan seperti biasa, saya tenggelam dalam buku. Tak lama, seorang pemuda naik ke atas bis.

Dia tidak membawa alat musik apapun. Hanya sebuah tas kecil dan selembar kertas putih. Mulailah ia berteriak-teriak. Dan kali ini saya bergidik...

“Ya ibu-ibu bapak-bapak, sudah tau ya kalau pisau itu tajam. Silet yang saya pegang ini pun sangat tajam. Kalau tidak percaya silakan perhatikan saya.”

Iapun memperlihatkan sebuah silet kecil pada para penumpang. Kertas putih yang ada ditangan kirinya pun disobek-sobek dengan silet. Sekali tebas, kertas putih itu langsung terbelah. Saya menahan nafas, lalu, atraksi apalagi yang akan kau suguhkan? Tanya saya dalam hati.

“Nah, sudah liat ya ibu-ibu bapak-bapak, kalau silet ini sangat tajam. Sekarang coba perhatikan lagi.” Ia membuka salah satu lengan bajunya. Saya memperhatikan banyak bekas sayatan di tangannya.

“Lihat ya bapak ibu. Silet ini sangat tajam.” Dan ia pun mulai menyayat-nyayat lengannya dengan menggunakan silet itu.

Hhhheeehh.... saya langsung memejamkan mata. Saya tidak berani melihatnya. Ini orang maunya apa sih? Saya semakin penasaran.

“Bapak ibu, silet ini sangat tajam. Jangan sampai saya gelap mata. Saya tidak meminta banyak. Hanya untuk membeli sebungkus nasi. Harga sebungkus nasi yang tidak sebanding dengan tabungan bapak ibu sekalian.”

Ooo jadi itu maksudnya.... Ok. Naluri wanita saya muncul. Saya tidak berani. Tidak seperti pada pengamen bertato, kali ini saya tidak berani menatap matanya. Tangan saya sibuk mencari uang kecil. Saat ia tiba dihadapan saya, dengan cepat saya memasukkan uang ke kantong permen yang dipegangnya. Sambil berharap agar ia cepat turun dari bis.

Dua hari dengan ancaman yang sama, jangan sampai kami gelap mata. Kalimat itu dipakai sebagai alasan untuk mengancam penumpang. Dan cara itu cukup efektif untuk menghasilkan uang.

Saya menyayangkan sikap para pengamen yang seperti itu. Usia mereka masih muda. Masa depan mereka masih panjang. Sebenarnya masih banyak hal baik yang dapat mereka kerjakan. Mengapa mereka tidak berubah?? Apakah mereka tidak bisa berubah atau tidak mau berubah??

Jika tindakan seperti ini (ancam mengancam di angkutan umum) tidak bisa diberantas habis, minimal saya berharap, tidak ada regenerasi. Karena bisa saja suatu saat yang terjadi adalah sebaliknya. Penumpang yang merasa bosan diancam menjadi gelap mata dan berbalik mengeroyoknya.

Jika sudah begitu, siapa yang salah???...


IBU PENJUAL KETOPRAK DAN ANAKNYA


Setiap ada kegiatan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak Pria Tangerang, saya dan teman-teman selalu menyempatkan diri untuk makan siang di depan masjid Al’Azhom.

Diseberang masjid itu terdapat berbagai makanan murah meriah. Ada soto ayam, nasi uduk, bakso, mi ayam, ketoprak, ayam bakar, minuman dll. Initinya, bagi kami, makanan di seberang masjid itu pas di kantong dan pas dilidah ^__^

Ketoprak memang salah satu makanan favorit saya. Karena itu, hampir setiap minggu saya tak pernah absen untuk membelinya.

Begitu juga siang itu. Saya dan Lisya kembali membeli ketoprak. Mungkin karena sudah berkali-kali membeli, ibu penjual ketropak pun sangat ramah pada kami.

Seperti layaknya makanan pinggir jalan, bangku dan meja disusun berhadap-hadapan. Saya mengambil posisi duduk disebelah Lisya agar lebih bebas ngobrol. Dihadapan kami, ada empat orang anak perempuan memakai seragam SMA. Agak jauh dari kami, juga terdapat gerombolan anak pria berseragam SMA.

Karena posisi mereka dihadapan saya, mau tidak mau, saya pun memperhatikan tingkah mereka. Anak-anak perempuan itu saling melempar senyum dan candaan pada gerombolan anak lelaki di seberang mereka.

Sebagai seorang ibu, saya malu melihat tingkah anak perempuan yang seperti tidak punya malu dan batasan. Tertawa bebas lepas, cekikikan, dan berbagai tingkah genit yang memang sepertinya ditujukan untuk memancing gerombolan anak lelaki.

Saya dan Lisya saling pandang dan hanya bisa geleng-geleng kepala.

Alhamdulillah tak lama, pesanan ketoprak pun datang. Perhatian saya dan Lisya bisa teralihkan ke makanan. Saya pun memesan minuman pada ibu penjual ketoprak. Ibu itu memanggil anaknya. Seorang pemuda yang sejak tadi duduk santai di dekat tumpukan minuman.

Saya langsung tertarik. Saya perhatikan, usia pemuda ini tak jauh dari usia anak-anak SMA yang bergerombol diseberang sana. Penampilannya bersih, sopan, dan gesit dalam melayani pesanan. Dan yang menyentuh hati saya adalah, pemuda itu sama sekali tidak malu membantu ibunya berjualan. Padahal, beberapa kali anak-anak perempuan SMA meliriknya. Namun, tak digubris.

Perhatian saya langsung beralih ke pemuda itu, anak ibu penjual ketoprak. Beberapa kali ia harus bolak balik membersihkan meja, mengantarkan pesanan, mencuci piring dan mangkok yang kotor dll. Dan itu dilakukannya tepat dihadapan anak perempuan SMA.

Tingkahnya sangat wajar, cenderung cuek malah. Ia sama sekali tidak mencari perhatian. Tidak juga berusaha melirik cewek-cewek itu. Malah kebalikannya.

Saya mempercepat makan. Ada rasa penasaran di hati saya.

Setelah membayar, saya pun mengajak ibu penjual ketoprak mengobrol.

“Itu anaknya bu?” tanya saya sambil menunjuk pemuda yang sejak tadi saya perhatikan.

“Iya bu, itu anak saya,” jawab ibu sambil tersenyum

“Subhanallah ya bu, mau membantu ibu jualan. Biasanya kan anak muda malu.”

“Alhamdulillah bu, semua anak saya ga ada yang gengsi. Dari kecil sudah bantuin saya. Ini anak keenam saya. Sebenarnya dia kerja bu. Jadi buruh pabrik. Kalau dia dapat shift malam, siangnya dia bantuin saya jualan. Kalo dapet shift pagi, malamnya bantuin juga.”

Subhanallah..... Alhamdulillah masih ada pemuda pekerja keras.

Kontras sekali dengan gerombolan anak perempuan dan anak lelaki SMA yang tadi ada diseberang saya. Gaya mereka yang sangat cuek, cari perhatian sana sini, merokok, bicara kotor, tidak menghargai orangtua. Beberapa dari mereka menggunakan handphone terkini, yang bisa dipastikan, untuk pulsanya, masih minta pada orangtua.

Sangat jauuhh berbeda dengan pemuda ini.

Ibu penjual ketoprak bercerita, sejak kecil, ia mendidik anak-anaknya untuk tidak gengsi, tidak malu bekerja apapun selama itu halal. Sambil merapikan kerudungnya, ia melanjutkan ceritanya.

“Kakak-kakaknya juga begitu bu. Anak saya yang pertama dan kedua, dulu kalau pulang kuliah, langsung bantu saya jualan. Mereka pulang dulu, ganti baju, trus langsung kesini. Kalau dirumah ya juga gitu. Semua dikerjakan sendiri.”

Alhamdulillah... Betapa bersyukurnya saya bisa mengobrol dengan ibu ini. pemahaman yang diberikan oleh ibu pada anak-anaknya sejak kecil bahwa hidup itu harus bekerja keras, rejeki harus dicari bukan ditunggu, jangan gengsi pada pekerjaan halal, karena gengsi tidak bisa membiayai hidup.

Subhanallah. Itulah beberapa kalimat yang saya ingat. Kalimat yang diucapkan seorang ibu penjual ketoprak. Kalimat yang mungkin menurutnya biasa saja. Tapi menurut saya, sarat dengan makna.

Sayang sekali, karena waktu yang terbatas, saya harus bergegas ke Lapas. Semoga minggu depan saya masih bisa mendapat pelajaran hidup dari ibu penjual ketoprak, dan semoga ia masih mau berbagi pengalaman pada saya.


Senin, 05 November 2012

TIDAK BISA ATAU TIDAK MAU....???


Secara tidak sengaja, siang itu, saya menonton sebuah acara di salah satu stasiun tv swasta. Acaranya cukup menarik yaitu program penurunan berat badan bagi mereka yang overweight. Semua pesertanya adalah wanita. Memang saya akui, ukuran tubuh para peserta luar biasa besarnya.

Saya tidak mengikuti acara itu dari awal episode, kebetulan saja saya menonton sudah di pertengahan episode. Jadi saya tidak mengikuti dari awal bagaimana berat badan para peserta saat pendaftaran.

Di acara itu diperlihatkan bagaimana peserta mengatur polamakan dan olahraga rutin. Ada pengawas yang selalu memberikan masukan untuk semua peserta. Jadwal makan, jenis makanan serta exercise yang dilakukan semua peserta adalah sama. Namun, hasilnya sangat berbeda.

Berat badan mereka setiap pekan dihitung dengan cermat oleh para juri. Menarik sekali. Ada yang tidak turun, ada yang turun sedikit, ada yang turun banyak, tapi ada juga yang turun sangat banyak. Padahal, mereka mendapat perhatian yang sama dari para pengawas. 

Tidak ada yang dibedakan.

Komentar para juri cukup mengena untuk saya. Saat juri menanyakan ke salah seorang peserta yang tak kunjung turun berat badannya, juri berkata “Loh, kok bisa ga turun berat badannya? Ada masalah apa?”

Peserta itu senyum-senyum ,”Ya ga tau bu, sudah usaha sama seperti teman-teman, tapi ga bisa turun juga.”

“Tidak bisa atau tidak mau?” tanya juri lagi.

Ya betul, tidak bisa atau tidak mau?

Para pengawas sudah memberikan latihan dengan porsi yang sama, juga takaran makanan yang sama, namun bagaimana bisa hasilnya berbeda?

Juri pun bertanya pada peserta yang menang minggu ini “Selamat ya bu, ibu mendapat hadiah satu juta rupiah. Gimana kiat ibu agar berat badan turun dengan cepat?”

“Saya berlatih seperti biasa, makan juga seperti teman-teman . Hanya ada beberapa yang saya tambah sendiri. Seperti jumlah waktu latihan saya tambah sedikit lebih lama dibanding teman-teman dan makanan saya kurangin lagi, dari yang sudah ditakar oleh para pengawas. Selain itu, saya juga berusaha konsisten.”

“Ibu ga merasa cape atau merasa lapas?”

“Ga dirasa bu, pikiran saya cuma satu yaitu berat badan saya ideal. Itu aja.”

Disitulah letak perbedaannya. KEMAUAN.

Kemauan yang kuat, akan mendorong seseorang untuk melakukan hal yang luar biasa. Masih ga percaya? Pernah dengar cerita tentang seorang ibu tua yang sanggup meloncati tembok yang tingginya dua meter? Kenapa ibu tua itu sanggup? Karena KEMAUAN nya yang kuat untuk melarikan diri dari kejaran seekor anjing.

KEMAUAN. Itu kuncinya. Karena pada dasarnya semua orang bisa melakukan apapun. Yang membedakan adalah, MAU ATAU TIDAK.

Saya masih ingat seorang bapak tua yang mengikuti kelas menghafal Alquran. Sebagian orang menganggap, waktu yang tepat untuk menghafal Alquran adalah masa kanak-kanak. Memang benar. Karena pikiran anak-anak masih bersih. Belum terkotori. Tapi, apakah karena itu jadi seorang yang sudah tua tidak mungkin bisa menghafal Alquran??

Seorang bapak tua berusia 60 tahun, selama tiga tahun tekun mengikuti kelas menghafal Alquran. Dan.... Subhanallah walhamdulillah..... Tiga tahun saja, bapak tua itu sudah bisa menghafal Alquran. Berarti, dalam setahun, sanggup menghafal 10 juz. Subhanallah....

Tidak ada yang tidak bisa kita lakukan, jika kita MAU.

Jadi, apa yang menghalangi kita selama ini dalam melakukan sesutau??? Tidak bisa atau tidak mau???... silakan pilih sendiri ^___^


Minggu, 04 November 2012

TIDAK ADA YANG SIA-SIA...


Mimpi-mimpi telah ditorehkan.....

Rencana-rencana telah dibuat...

Namun, ketika itu semua tak berjalan lancar, bersabarlah dan tetap melangkah. Karena, tak ada satu perbuatan baik pun yang sia-sia.

Saat kita menanti kedatangan seseorang yang tak kunjung datang, saat menunggu itu pun bukanlah hal yang sia-sia. Banyak hal yang bisa dilakukan saat menunggu. Selalu membawa buku, adalah cara ampuh untuk membunuh waktu. Jika yang dinanti tak kunjung tiba, tidaklah mengapa. Karena, kita telah menunjukkan padanya untuk menepati janji, untuk menghargai waktu, untuk menghargai apa yang telah kita dan ia katakan. Maka, menunggu seseorang yang tak kunjung datang, bukanlah pekerjaan sia-sia.

Ketika apa yang kita kerjakan tidak dihargai orang lain, maka, bersabarlah. Tidak ada pekerjaan yang sia-sia. Dengan tetap bekerja, kita telah menunjukkan komitmen pada apa yang telah kita ucapkan. Dengan tetap bekerja, kita menggali segala kemampuan yang kita miliki, kita mencari tau tentang segala hal yang berkaitan dengan pekerjaan, dan kita telah buat pekerjaan itu dengan sebaik-baiknya. Maka, tidak ada yang perlu kita risaukan saat pekerjaan kita tidak dihargai oleh orang lain. Karena, kita telah berbuat yang terbaik dan itu sangat bermanfaat bagi diri kita sendiri.

Diremehkan dan dipandang sebelah mata ? Tidak mengapa. Tidak masalah sama sekali. Menjadi underdog, justru merupakan suatu keberuntungan. Karena, dengan begitu, tidak ada yang memperhatikan keseriusan kita dalam melakukan sesuatu. Mundur satu langkah, untuk maju sepuluh langkah, adalah yang terbaik. Dari pada merenungi nasib menjadi orang yang diremehkan, lebih baik kita bersyukur, bersabar dan teruslah berbuat yang terbaik.

Hal apapun yang kita lakukan, sejak pagi hingga malam menjelang, sepanjang itu untuk kebaikan, yakinlah, tidak ada yang sia-sia. Menjawab sms curhat teman, kelihatannya hal yang kecil, namun yakinlah, bagi kita mungkin hal kecil, tapi bagi teman kita, merasa dihargai saat kita membalas smsnya.

Atau memberi senyum pada orang lain. Senyum yang tulus ikhlas, akan menyejukkan orang yang melihatnya. Yakinlah, memberi senyuman tidaklah sia-sia. Bayangkan jika seseorang yang sedang mempunyai masalah berat, kita sapa dan kita beri senyum yang tulus. Walau sejenak, ia merasa ada orang yang peduli padanya. Walau sesaat, ia merasa masalahnya menjadi ringan.

Yakinlah, didunia ini, tidak ada perbuatan baik yang sia-sia. Walau kecil dimata kita, mungkin saja, sangat berharga bagi orang lain.  


Sabtu, 03 November 2012

A BROKEN WING....


Anak yang lahir dari keluarga broken home, bagaikan burung yang kehilangan salah satu sayapnya. Burung dengan sayap lengkap, dapat terbang melanglang buana. Mencari makan hingga pelosok dan mampu melawan badai angin yang menerpa.

Tapi, bagaimana dengan burung yang hanya mempunyai satu sayap? Dapatkah ia terbang dengan sempurna??...

Dengan kehadiran ibu dan ayah yang baik, jiwa anak menjadi lengkap. Kasih sayangnya sempurna. Dan itu sangat berpengaruh pada perjalanan hidupnya.

9 dari 10 anak Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak Pria Tangerang, berasal dari keluarga broken home. Bukan hanya perceraian orangtua yang membuat jiwa mereka labil, namun juga kekerasan rumah tangga yang setiap hari mereka saksikan, punya andil besar dalam perkembangan jiwa mereka.

Ayah yang sangat ringan tangan, menjadi salah satu sebab jiwa anak Lapas menjadi labil.

Emosi orangtua yang meledak-ledak dan bertengkar dihadapan anak, sangat berpengaruh pada sikap dan pola pikir anak. Dua hal yang dirasakan anak, yaitu terbiasa dengan kekerasan atau menjadi dendam terhadap kekerasan.

Kedua hal tersebut secara gamblang diceritakan oleh beberapa anak Lapas.

Sebut saja namanya A. Sejak kecil, A selalu menyaksikan ibunya dipukul oleh ayahnya. Selain memukul ibunya, A pun tak luput dari pukulan ayahnya. Begitupun adik-adik A. Hampir setiap hari, mereka terbiasa dengan bentakan, cacian dan pukulan sang ayah.

Hal itu memupuk dendam dalam diri A. Ingin rasanya A membalas perlakuan ayahnya, namun, ia belum sanggup.

Hingga suatu saat, ketika A pulang bekerja sampingan, orangtuanya bertengkar hebat. Ayah A pun mulai melayangkan pukulan pada ibu A. A dan adik-adiknya berusaha melindungi ibu mereka. Namun ayah A seperti kesetanan, tak mau berhenti memukul ibu A.

A pun segera menyuruh ibu dan adik-adiknya menghindar keluar rumah. Setelah itu, A menarik ayahnya ke kamar. Di kamar, mereka berdua bertengkar hebat. Hingga ayah A terbunuh di tangan A. Sesaat A merasa puas dapat melampiaskan kemarahannya selama ini. namun tak lama kemudian, penyesalan hebat dirasakan A. Ia sangat menyesal telah membunuh ayahnya sendiri. Dan penyesalan itu terus menghantuinya hingga saat ini.

Lain dengan kisah B. Sejak bayi ia diasuh oleh kakek dan neneknya. Ibunya baru muncul ketika B menginjak usia TK. Itupun karena ibunya memutuskan untuk berpisah dengan ayahnya. Perpisahan ini dilakukan karena pekerjaan ayah B tidak halal, yaitu seorang perampok.

Jiwa B terasa hilang ketika ibunya memutuskan untuk kembali dan membawanya pergi. Beruntung kakek dan nenek B tidak menuruti keinginan ibu B.

Bagi B, sosok kakek dan neneklah yang sangat berjasa dalam hidupnya. Ibu ada disisinya, tapi, ia tak merasakan kasih sayang yang utuh. Ibu ada hanya sekedar sosok. Sekedar fisik. Perasaan B pada ibunya pun hambar.

Pada ayahnya, B tidak berharap banyak, mengingat pekerjaan ayah B yang menjadi incaran polisi. Pemberontakan yang B lakukan, tidak sampai membunuh kedua orangtuanya, namun, tingkah laku B yang sangat nakal hingga mengakibatkan ia di penjara.

Yang ada dipikiran B saat ini adalah penyesalan yang mendalam. Namun bukan pada ibu yang telah melahirkannya, pun bukan pada ayahnya. B menyesal telah mengecewakan kakek dan neneknya. Jika bebas nanti, yang B inginkan juga bukan membahagiakan kedua orangtuanya, namun, membahagiakan kakek neneknya.

Setiap pasangan menikah, dan mempunyai anak, dituntut menjadi orangtua yang baik bagi anak-anaknya. Menjadi orangtua yang baik, tidak ada sekolahnya. Menjadi orangtua yang baik, juga tidak tergantung pada tinggi rendahnya tingkat pendidikan.

Namun, menjadi orangtua yang baik, dapat kita pelajari. Begitu banyak kisah di dalam Al-quran yang menceritakan bagaimana para nabi terdahulu dalam membina keluarga dan mendidik anak. Lihatlah surat Luqman. Banyak pesan yang terkandung didalamnya. Selain Al-quran, kita juga dapat mempelajari lewat sirah Rasulullah saw.

Begitu indah Rasulullah saw mendidik anak-anaknya, bahkan anak pamannya. Tidak pernah ada bentakan apalagi hantaman yang Rasulullah saw lakukan pada anak-anak. Rasulullah saw adalah teladan terbaik untuk para ayah. Betapa Rasulullah saw sering memeluk dan mencium anak-anaknya.

Menjadi orangtua yang baik, adalah kewajiban setiap muslim, karena akan dipertanggung jawabkan kelak di hadapan Allah swt. Jika kita menjadi orangtua yang baik, dan dapat mendidik anak-anak dengan baik, maka itu merupakan salah satu tabungan orangtua muslim di akhirat. Karena, salah satu doa yang dikabulkan Allah swt adalah doa anak-anak shaleh bukan?...

Maka, didiklah anak-anak kita sebaik mungkin, biarkan mereka terbang dengan sempurna, dengan kedua sayapnya yang utuh. Hingga mereka dapat menaklukkan dunia dan mendapat bekal untuk akhirat nanti. 


Kamis, 01 November 2012

IMAM BUKHARI


Sebagai seorang muslim, tentulah kita tau siapa Imam Bukhari. Seorang ahli hadits yang terkenal. Haditsnya banyak dijadikan rujukan oleh kaum muslim sejak dulu kala.

Namun, saya bukan ingin menceritakan Imam Bukhari ahli hadits. Tapi, Imam Bukhari, tahanan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak Pria Tangerang.

Penampilan Imam (begitu ia biasa dipanggil), seperti remaja kebanyakan. Badannya tinggi besar, bersih dan agak pemalu. Imam termasuk salah satu dari lima orang yang saya data hari itu.

Siang itu di masjid, lima orang anak Lapas duduk mengelilingi saya. Satu persatu mereka menyebutkan nama. Hingga sampailah pada Imam.

“Kalau kamu namanya siapa?” tanya saya

“Imam Bukhari bun,” jawabnya

Saya terdiam. Saya menghentikan menulis. Saya menatapnya bingung. “Siapa nama kamu?” tanya saya lagi.

“Imam Bukhari bun.”

“Serius nama kamu Imam Bukhari?” lagi-lagi saya bertanya karena masih penasaran. Teman-teman Imam yang lain mulai tersenyum.

“Beneran bunda, nama saya Imam Bukhari.” Jawabnya lagi

Saya masih menatap Imam. Saya pun kembali bertanya, apakah ia tau siapa itu Imam Bukhari? Dan Imam pun menceritakan panjang lebar tentang Imam Bukhari. Imam berkisah, bagaimana Imam Bukhari mengumpulkan hadits yang tercecer, bagaimana Imam Bukhari dihormati ulama saat itu dan sebagainya. Subhanallah...

“Kamu sudah tau sedikit banyak tentang Imam Bukhari, keshalehan beliau, lalu , kenapa kamu sampai disini?” tanya saya

Imam menunduk. Karena pergaulan jawabnya. Lingkungan yang memaksa Imam sampai disini.

Saya pun memberikan formulir pendataan pada Imam untuk dilengkapi. Dengan serius, Imam mengisinya. Setelah diisi, saya pun mengamati satu persatu jawabannya.

Usia Imam baru 17 tahun. Ia ditahan di Lapas sejak tahun 2011. Dan jika tak ada halangan, baru akan menikmati dunia luar di tahun 2015. Subhanallah... Waktu yang cukup lama. Kasus Imam pun bukan kasus biasa, yaitu tawuran hingga pembunuhan.

Aahh Imam, orangtuamu memberi nama ulama besar padamu, dengan harapan agar engkau pun seperti ulama besar itu. Tapi nasi sudah menjadi bubur, bukan saatnya tenggelam dalam penyesalan. Hidup terus berjalan. Harus ada perubahan.

Dan perubahan itulah yang menjadi tekad kuat Imam. Seperti tekadnya untuk menjadi hafidz. Subhanallah...

“Bunda, saya ingin belajar baca Alquran dan ingin menghafal. Bunda bisa ajarin saya?”

Tenggorokan saya tercekat. Ya Allah, sering kali manusia harus menghadapi ujian agar ia sadar betapa Engkau ternyata sangat dekat.

Saya mengangguk, menyanggupi permintaannya.

“InsyaAllah ya, nanti bunda bawa yang ahli. Bukan bunda yang ngajarin. Tapi insyaAllah ada.”

“Iya bun, saya nyesel. Saya pingin taubat. Mudah-mudahan kalau saya bisa baca Alquran dan menghafal, Allah mau mengampuni saya.”

Dengan polos dan tanpa beban Imam berkata seperti itu. Ya Allah Maha Pengasih... dengarlah doa tulus Imam. Terima taubatnya, tetapkan ia dijalan-Mu, jangan biarkan ia terjatuh lagi, ampuni dosa-dosanya.... Mudahkan ia menuju jalan-Mu.


Rabu, 31 Oktober 2012

UNTUK NENEK TERCINTA...


Siang itu saya dan Lisya berkunjung ke LembagaPemasyarakatan Anak Pria Tangerang. Agenda kami hari ini adalah mendata anak-anak Lapas. Data itu bertujuan untuk memantau perkembangan mereka selama di Lapas. Juga dapat digunakan jika mereka keluar kelak.

Karena kami hanya berdua, maka hanya sepuluh anak yang sanggup kami data. Sepuluh anak dibagi lagi menjadi dua kelompok. Saya lima orang, begitu juga Lisya. Anak-anak yang kami data adalah mereka yang masa hukumannya lebih dari satu tahun.

Dan Allah mentakdirkan saya untuk mendata anak-anak yang membuat jantung saya mencelos. Tiga anak diantaranya dihukum karena kasus pembunuhan. Satu karena kasus narkoba, dan terakhir kasus pelecehan seksual.

Salah satu diantara mereka, alhamdulillah sudah cukup dekat dengan kami. Namanya Zainuddin. Kasus tawuran hingga pembunuhan. Alhamdulillah, perkembangan Zainuddin semakin baik. Ini karena niat yang kuat dari dalam dirinya.

Yang baru saya temui adalah Faiz. Kasusnya pelecehan seksual. Sama dengan anak Lapas lainnya, penampilan Faiz jauh dari kesan menyeramkan. Justru sebaliknya. Rapi dan terawat.

Pertama kali di data, Faiz belum banyak bicara. Namun, saat suasana agak tenang dan teman lainnya sibuk mengisi formulir, Faiz pun mulai bercerita.

Sejak lahir ke dunia, Faiz di asuh oleh nenek dari ibunya. tinggal bersama kakek dan nenek, tidak membuat Faiz kehilangan kasih sayang. Justru bersama kakek dan neneklah, Faiz tumbuh menjadi anak yang shaleh.

Sosok nenek bagi Faiz adalah segala-galanya. Padahal, nenek Faiz bukanlah nenek kandung. Tapi kasih sayang yang dilimpahkan nenek Faiz, lebih dari cukup. Semua keperluan Faiz, kakek dan neneknya berusaha untuk mencukupi.

Usia yang renta, tidak membuat kakek dan nenek Faiz berhenti untuk mencintainya. Bahkan, saat di Lapas pun, kakek dan nenek Faiz rajin menjenguk. Dengan sepeda motor, mereka menembus padatnya lalu lintas, untuk melihat cucu kesayangan mereka, yaitu Faiz.

“Umur kakek sekarang 67 tahun bun, nenek 65 tahun. Tapi mereka masih kuat naik motor sampai kesini. Padahal saya sering bilang, ga usah sering-sering ke sini. Tapi kakek dan nenek tetap datang.” Kata Faiz sambil matanya berkaca-kaca.

“Tapi orangtua Faiz masih ada kan?” tanya saya hati-hati.

“Ada bun, tapi sudah pisah sejak saya TK.” Jawab Faiz sambil menunduk.

Sejak Faiz TK, ibunya memutuskan untuk meninggalkan ayah Faiz. Ini dilakukan karena pekerjaan ayah Faiz yang tidak halal. Berkali-kali keluar masuk penjara, tidak membuat ayah Faiz jera. Setelah berpisah, ibu Faiz memutuskan untuk tinggal bersama dengan Faiz, kakek dan neneknya.

Walau ibu Faiz telah tinggal satu rumah, kasih sayang kakek dan nenek tidak berkurang sedikitpun. Malahan, mereka semakin melindungi Faiz. Kakek dan nenek Faiz sangat berharap agar Faiz menjadi orang yang berhasil dan dapat dibanggakan.

“Saya kasian sama nenek saya bun. Waktu saya masuk penjara, nenek yang paling tabah. Walaupun nenek sedih, tapi masih bisa nguasain dirinya. Nenek ga pingsan kayak ibu. Nenek malah langsung nasehatin saya. Saya nyesel bun.” Cerita Faiz, sambil terus menundukkan kepalanya.

Menurut Faiz, kejadian pelecehan yang menyebabkan masuk Lapas adalah jebakan.

Semua berawal dari tetangga Faiz yang tidak suka pada ibunya, dan berusaha untuk terus memfitnah keluarga mereka. Sebelum ibu Faiz tinggal bersama Faiz, hal itu tidak pernah terjadi. Entah mengapa, sejak ibunya tinggal serumah dengan Faiz, tetangga tersebut merasa terusik.

Dan puncaknya adalah ditangkapnya Faiz dengan tuduhan telah melecehkan anak tetangganya.

Sebenarnya kasus ini terjadi tahun 2008, selama beberapa tahun, Faiz hanya dikenakan wajib lapor. Namun, tahun 2011, pengadilan memutuskan Faiz ditahan.

“Saya sayang banget bun sama nenek saya, saya pingin banget berangkatin haji kakek dan nenek. Nenek itu.....” Faiz terdiam, suaranya tercekat. Ia berusaha menahan tangis.

“Nenek bagi saya segala-galanya...”

Air mata Faiz mulai menetes. Saya terdiam. Berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis di depan Faiz.

“Bun, kalau saya bebas, saya ingin bahagiain nenek saya.....”

Ya Faiz, kamu pasti bisa..... 


PESONA N.I.A.S


Pulau Nias memang mempesona. Keindahannya tidak hanya dikenal di dalam negeri, namun juga sampai ke mancanegara. Namun, N.I.A.S yang ingin saya ceritakan disini bukanlah tentang pulau Nias. Tapi tentang pesona sekumpulan ibu-ibu yang bertekad untuk menggali lebih dalam lagi tentang Islam.

N.I.A.S adalah singkatan dari Ngobrol Iseng Akhwat SMANDA (SMAN 2 Bekasi). Dibentuk oleh ibu-ibu yang luar biasa. Berawal dari lima orang ibu, kemudian menyusut menjadi empat orang, kemudian meningkat lagi, menyusut lagi, meningkat lagi, begitu seterusnya.

Pengajian NIAS, diawali dari ngobrol iseng, saling tukar pikiran, diskusi ngalor ngidul, hingga sampailah pada satu kesimpulan, untuk saling berbagi ilmu, berbagi cerita, juga berbagi dagangan hehehe....

Anggota NIAS terdiri dari berbagai latar belakang. Ibu rumahtangga, ibu bekerja, pengusaha, wanita karir dll. Tidak ada aturan khusus untuk menjadi anggota NIAS. Aturan wajibnya hanya alumni SMAN 2 Bekasi 1993 dan tentu saja harus perempuan J

Saat ini usia NIAS hampir dua tahun. Waktu yang cukup lama untuk saling mengerti, saling memahami satu sama lain. Walau pertemuan rutin diadakan “hanya” sekali sebulan, namun, hampir setiap hari anggota NIAS saling berhubungan. Entah lewat sms, bbm, wasap atau pun media lainnya. Belum lagi janjian makan siang yang hampir setiap minggu diadakan J

Ya, NIAS bagi saya, sangat mempesona. Berbagai karakter ada disana. Dan itu adalah pelajaran yang sangat berharga. Bagaimana satu dan lainnya berusaha untuk saling memahami dan saling mengerti. Meredam ego pribadi demi kemajuan dan kepentingan bersama. Subhannallah....

Disadari atau tidak, setiap bulan, pertemuan NIAS selalu menebar hikmah. Dan hikmah terbesar adalah dari pengalaman masing-masing anggota. Bagaimana mereka bertahan dengan masalahnya, bagaimana mereka berusaha menemukan solusi dari masalahnya dan bagaimana mereka menghadapi berbagai masalah hidup.

Di NIAS, kadang tawa dan tangis menjadi satu. Itulah uniknya NIAS. Jika ada lagu semakin cinta yang ditujukan untuk pasangannya, maka, saya persembahkan lagu semakin cinta untuk teman-teman NIAS.

Sungguh, NIAS terdiri dari pribadi-pribadi luar biasa. Banyak hikmah yang bisa diambil dengan bergabung di NIAS.

NIAS menuju milad dua tahun, tetap semangat dan semoga istiqomah....