Berkecimpung di dunia remaja, membuat saya selalu
tertarik dengan kisah orangtua yang berhasil dalam mendidik anak-anaknya. Sore
itu saya mengikuti pertemuan rutin ibu-ibu PKK di wilayah rumah saya. Rata-rata
ibu-ibu ini sudah sepuh, alias sudah punya cucu. Mereka punya banyak cerita
tentang bagaimana sukses mendidik anak.
Salah satunya adalah tante Kris, begitu saya biasa
memanggilnya. Usia tante Kris hampir 50 tahun. Tapi penampilannya masih
energik. Anak-anaknya pun sudah dewasa. Yang pertama berusia 26 tahun. Jengis
panggilannya. Saat ini Jengis adalah dosen tetap di salah satu universitas
bergengsi di Jakarta. Jengis telah menamatkan S2 nya, dan saat ini akan
menempuh pendidikan S3.
Yang kedua adalah Bara. Lulusan Sekolah Tinggi
Statistik Indonesia ini, telah bekerja di Sorong Papua, sejak lulus kuliah. Beberapa
bulan yang lalu, baru saja melangsungkan pernikahan sederhana dengan pujaan
hatinya. Saat ini, Bara tengah menanti beasiswa untuk S2nya. Dan yang terakhir,
Eda. Masih duduk di kelas satu SMAN favorit di Jakarta Timur.
Ketiga anak tante Kris adalah lelaki. Saya salut
pada mereka, mampu menjaga diri dari pergaulan ibukota. Selama mengenal
keluarga tante Kris, saya tidak pernah mendengar ketiga anaknya terlibat
perkelahian, obat-obat terlarang, apalagi sampai seks bebas. Sebaliknya, saya
dijejalkan dengan informasi anak-anaknya yang selalu mendapat beasiswa.
Subhanallah….
Saya pun penasaran dengan kiat mendidik tante Kris.
“Simpel Ci, tante selalu berkomunikasi dengan
mereka. Uci tau kan rumah tante. Setiap kamar terhubung. Mereka ga bisa
terkunci di kamarnya sendirian. Apalagi berduaan dengan temannya. Kalau ada
teman yang datang kerumah, tante kadang
ikut nimbrung. Tante juga ga ijinin mereka punya hp sampai tamat SMA. Apalagi motor.”
Jelas tante Kris panjang lebar.
Subhanallah…. “Dan tante bertahan dengan gaya didik
tante seperti itu? Mereka ga minder tante dengan teman-temannya?” Tanya saya
penasaran.
“Alhamdulillah ga Ci. Tante jelasin ke mereka, bahwa
kita bukan orang berlebihan seperti teman-temannya. Jangan tergiur. Yang dilihat
bukan materi, tapi otak.”
Saya mengangguk, subhanallah, luar biasa. Di lain
pihak, kita bisa melihat begitu entengnya remaja sekarang membawa smartphone
kemanapun. Saat di angkutan umum, di mall, di sekolah, smartphone tidak pernah
lepas dari genggaman mereka.
“Oya, satu lagi Ci, tante ga pernah tertarik dengan
BB. Ada salah satu orangtua temen anak tante, anaknya dibeliin BB, malah
ketauan simpen foto-foto vulgar.”
Saya kembali mengangguk. Ya, smartphone sama dengan
internet. Bagaikan pisau. Tergantung penggunanya. Mau digunakan untuk kebaikan
atau kejahatan?
Budaya komunikasi aktif selalu dijaga oleh tante
Kris dan suaminya. Apapun masalahnya, harus dirembuk bersama.
“Tante sering Ci ngobrol berlima. Kita kumpul di
kamar. Anak-anak bebas cerita apa aja. Tante ketawa-ketawa dengar cerita
mereka.”
Alhamdulillah…
terimakasih tante Kris, hari ini saya mendapat pelajaran luar biasa tentang
cara mendidik anak. Buku-buku pendidikan anak memang menarik untuk dibaca. Tapi,
pengalaman hidup seseorang adalah pelajaran yang paling berharga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar