Selasa, 20 Oktober 2015

ORANGTUA dan KEMATIAN

Jujur saja... setiap memulai menuliskan kisah anak-anak penjara, saya selalu bingung. Kisah mereka begitu kompleks. Tapi sangat sayang jika kisah mereka tidak dituliskan. Karena begitu banyak hikmah yang bisa diambil.

Acara di LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) Pria Tangerang hari ini mulai siang hari. Memang disengaja agar semua anak LPKA dapat turut serta.

Kali ini GPR (Gerakan Peduli Remaja) mengadakan kerjasama dengan seorang motivator muda bernama Septian Eka, biasa dipanggil kak Eka.

Agak berbeda dari biasanya. Kegiatan motivasi hari ini diadakan di sebuah ruangan tertutup. Biasa di sebut pihak LPKA, ruang data. Ruangan ini dilengkapi dengan pendingin ruangan dan infocus. Cukup untuk menampung 200 anak.

Pukul 13.45 acara dimulai. Agar mempersingkat waktu, saya memberikan kata sambutan yang singkat. Tepat jam 14.00 kak Eka mulai beraksi.

Anak-anak diajak untuk bermain otak kanan. Berbagai gerakan mereka lakukan sambil tertawa. Alhamdulillah...

Saya perhatikan wajah anak-anak ini. Karena setiap minggu berinteraksi dengan mereka, saya agak paham gestur yang ditunjukkan beberapa dari mereka. Kekecewaan dan kesedihan yang mereka rasakan, tak bisa ditutupi.

Walau permainan yang dilakukan oleh kak Eka sangat menarik dan memberi semangat, namun ada beberapa anak yang tidak tulus dalam melakukannya.

Di tengah acara, saya berpindah tempat. Yang tadinya di depan, kini saya berada di barisan belakang, bergabung dengan anak-anak.

Anak-anak terus menyimak motivasi dari kak Eka. Sebagian mendengarkan serius. Sebagian lagi mendengarkan sambil ngobrol. Ada juga yang tertidur. Hingga tibalah saat kak Eka memutar video tentang kematian. Mereka yang tadinya ngobrol, mendadak berhenti. Ruangan menjadi sepi.

Wajah anak-anak mendadak tegang. Apalagi saat kak Eka berkata bahwa, kita semua sebenarnya sedang menanti kematian. Kematian bisa terjadi pada siapapun. Tua, muda, anak-anak. Kematian bisa terjadi kapan saja. Tidak ada yang menjamin setelah acara ini kita masih hidup.

Allah SWT berfirman: "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. " (QS. Al-Imran:185)

Saya memperhatikan anak-anak dari belakang. Dari tempat saya duduk, saya melihat seorang anak dengan kasus pembunuhan. Saya perhatikan wajahnya lekat-lekat. Raut mukanya tegang. Duduknya tegak. Tak bergeming. Beberapa waktu lalu saat saya dan teman-teman menceritakan siroh Rasulullah saw pada mereka, salah satu relawan GPR yaitu Wylvera (biasa dipanggil mba Wiwik) menceritakan bahwa anak ini merasa lega telah melalukan pembunuhan pada orang yang dibencinya.  

Namun saat ini saya melihatnya sangat ketakutan. Beda sekali dengan cerita mba Wiwik yang kala itu menggambarkan "kebahagiaannya" telah melakukan pembunuhan. Ketakutan tampak jelas pada wajahnya. Ya Allah... semoga ketakutan anak ini adalah karena ia sadar bahwa apa yang dilakukannya dilarang Allah dan semoga ia bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat. Aamiin...

Pemutaran video tentang kematian selesai, anak-anak bernafas lega. Beberapa dari mereka langsung diskusi tentang seramnya kematian. Namun sepertinya kak Eka ingin terus menyadarkan mereka. Kak Eka tak mau kehilangan moment anak-anak yang emosinya sudah hanyut. Kak Eka pun kembali memutar video. Kali ini tentang pengorbanan orangtua.

Anak-anak kembali diam. Slide menampilkan wajah seorang ibu tua renta yang dipeluk dan dicium keningnya oleh seorang anak. Kemudian kak Eka merendahkan nada suaranya. Kak Eka menceritakan kerja keras yang dilakukan  orangtua demi menghidupi anaknya.

Saya kembali memperhatikan wajah anak-anak. Beberapa mulai menunduk. Kak Eka terus berbicara diiringi alunan musik yang sedih. Membuat anak-anak semakin terhanyut. Kak Eka menceritakan kisah salah seorang temannya, yaitu B yang selalu tidak mau mendengar nasehat orangtua. Hari-hari dilalui dengan perdebatan sengit antara dirinya dan orangtuanya. Hingga tibalah satu hari. Allah memanggil ibunya. B yang saat itu tengah berada di luar rumah, mendadak disuruh pulang oleh ayahnya.

"B... cepat pulang sekarang." Ujar ayah B di ujung telepon.

"Ada apa yah ?"

"Pokoknya pulang sekarang juga."

B bingung. Selama ini jika ayah atau ibunya menyuruh pulang, pasti mengatakan alasan. Tapi kali ini tidak. B pun bergegas pulang. Tiba di rumah B kaget. Sejak jalan depan rumahnya ramai orang berkerumun. Bendera kuning dimana-mana. Ketika B masuk ke dalam rumah, B tak percaya. B melihat ibunya terbujur kaku ditutupi kain putih. B memeluk ibunya dan berteriak

"Ibu... bangun bu... bangun bu... aku ingin minta maaf... bangun bu.... ibu...."

Mendengar cerita dari kak Eka, kesedihan mendalam tergambar jelas pada wajah anak-anak LPKA. Sebagian mereka tidak tahan. Akhirnya air mata merekapun jatuh. Kepala mereka tertunduk. Ada yang menutup wajahnya dengan tangan.

Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda, “Kedua orangtua itu adalah pintu surga yang paling tengah. Jika kalian mau memasukinya maka jagalah orang tua kalian. Jika kalian enggan memasukinya, silakan sia-siakan orang tua kalian” (HR. Tirmidzi, ia berkata: “hadits ini shahih”)

Saya teringat pada sesi konseling dengan seorang anak. Ketika saya bertanya tentang orangtuanya, ia langsung menangis sesegukkan. Ia merasa sangat bersalah sudah membuat malu orangtua. Orangtuanya tak pernah bersikap kasar. Tak pernah berkata kotor, apalagi memukul atau memaki. Namun pengaruh teman-temannya sangat kuat. Hingga ia melanggar nasehat orangtua. Dan sampailah ia disini. Di LPKA.

Ketika awal masuk LPKA, ia mengira orangtuanya akan malu dan meninggkalkannya. Ternyata ia salah. Hampir setiap hari orangtuanya menjenguknya. Jika ayahnya tak sempat, ibunyalah yang menjenguk. Dan setiap kali menjenguk selalu membawa makanan kesukaannya.

Pada dasarnya setiap anak menyadari peran penting orangtua pada hidupnya. Namun, entah kenapa banyak nasehat orangtua yang enggan dikerjakan.

Kembali pada kegiatan motivasi bersama kak Eka. Saya tak tahan untuk tidak memperhatikan wajah anak-anak ini. Tatapan mereka sendu saat melihat slide tentang orangtua.

Bersyukur kak Eka kemudian mengganti pembicaraan. Yang tadinya sendu dan sedih. Berganti menjadi semangat menatap masa depan.

Semua orang melakukan kesalahan. Semua orang pernah melakukan dosa pada orangtuanya. Namun, itu semua bisa dirubah. Dengan momentum tahun baru Islam 1 Muharram, kak Eka mendorong anak-anak untuk berubah. Yang tadinya buruk menjadi baik. Tadinya salah jadi benar. Intinya, berubah menjadi lebih baik. Terutama berubah menjadi lebih baik dalam melaksanakan perintah Allab serta menjadi lebih baik dalam mendengarkan nasehat orangtua.

Berharap hanya pada Allah, agar anak-anak LPKA bertaubat, menyadari kesalahannya, berubah menjadi baik dan dapat istiqomah di jalan Allah. Aamiin...


Jakarta, 20 Oktober 2015
















Selasa, 13 Oktober 2015

GOOD FRIENDS.... BAD FRIENDS...

Arif (bukan nama sebenarnya) terburu-buru menuruni tangga masjid. Sesampainya di anak tangga paling bawah, matanya celingukan mencari sepasang sandal. Mata Arif tertuju pada sepasang sandal coklat lusuh miliknya. Ia pun segera mengenakannya dan berlari kencang keluar halaman masjid. Tangannya menggenggam erat buku "Iqro".

"Rif....Arif... Mau kemana woy ?" tanya temannya

"Gua mo balik dulu. Udah ditungguin ibu." Jawab Arif sambil terus berlari menjauhi masjid.

Arif terus berlari. Kaki kecilnya menyusuri gang - gang jalan Bangka, Mampang. Hingga tibalah Arif di rumahnya. Sebuah rumah kontrakkan yang hanya mempunyai satu kamar, ruang tamu, dapur dan kamar mandi.

"Assalammualaikum..... buuuu."

"Ibu di belakang Rif."

Arif segera masuk ke dapur. Melihat ibunya yang tengah memasak, Arif langsung tersenyum.

"Bu, Arif lapar."

"Iya... nih ibu gorengin tempe kesukaan kamu. Eeeiiittt... salim dulu."

"Hehe iya lupa."

Arif pun menyalami tangan ibunya dan setelah itu mengambil beberapa potong tempe. Sambil makan, Arif membuka-buka halaman buku Iqro. Arif mengulangi latihannya hari ini. Mulutnya komat kamit. Kepalanya menganggk-ngangguk.

"Gimana tadi di TPA Rif ? Ramai atau sepi ?"

"Hmmm biasa bu. Masuk semua temen-temen Arif. Jadi rame. Tadi pulang Iqro, Arif diajak main sama temen. Tapi Arif ga mau. Abisnya Arif laper hehe..."

Ibunya tersenyum.

"Ya, kalau Arif mau main ga pa pa. Asal inget waktu shalat."

Arif menggangguk sambil terus mengunyah tempe. Dari dalam kamar terdengar suara bayi menangis.

"Rif, tolong jaga adek ya. Ibu masih masak."

Arif mengangguk dan berjalan ke masuk kamar.

************************************

Hari terus berjalan. Arif kecil yang dulu rajin ke masjid untuk shalat berjamaah dan belajar Alquran, kini telah beranjak remaja. Kesehariannya kini berbeda jauh.

Kakinya yang dulu ringan ke masjid, kini berganti ringan berjalan ke warnet-warnet.
Dulu Arif betah berlama-lama di masjid, kini betah nongkrong bersama teman-temannya hingga dini hari.

Arif telah berubah. Ia tak mau lagi menjaga adiknya. Tak mau lagi membantu ibunya. Bahkan Arif memutuskan untuk berhenti sekolah.

"Pokoknya Arif ga mau sekolah."

"Kamu gila ? Mau jadi apa kamu kalau ga sekolah ? Mau seperti bapak yang cuma jadi ojek ?"

"Bapak aja ga sekolah. Ngapain Arif sekolah."

Itulah pertengkaran terakhir antara Arif dan bapaknya. Sejak itu Arif tak mau pulang ke rumah. Ia hidup luntang lantung bersama teman- teman nongkrongnya.

Sampai suatu malam saat Arif tengah transaksi narkoba, Arif ditangkap oleh beberapa petugas polisi yang melakukan penyamaran. Malam itu semua berubah. Arif digelandang ke Polsek Mampang bersama beberapa temannya.

Tangannya diborgol. Arif dikumpulkan di sebuah ruangan interogasi. Arif gugup. Ia tak menyangka dirinya akan tertangkap. Selama setahun menjadi pemakai dan pengedar narkoba, ia selalu aman. Tak pernah tertangkap.

Arif duduk berhadapan dengan seorang petugas kepolisian. Badannya gemetar. Pikirannya kalut. Ia teringat dengan ibu bapaknya. Adik-adiknya. Bagaimana jika mereka tahu bahwa ia ditahan pihak kepolisian...

**************************************

Saya memandang wajah Arif yang sedang menceritakan kisahnya. Ah... Arif seumur dengan anak saya. Wajahnya bersih. Hidungnya mancung. Sorot matanya tajam. Alisnya hitam. Teman-temannya biasa menjuluki Arif 'Arab'. Karena memang wajahnya yang mirip dengan orang Arab. Jika melihat Arif, tak terbersit sedikitpun jika ia pengedar sabu-sabu.

"Saya dulu mah rajin bun ke masjid Al-Hikmah."

"Yah... terus kenapa kok kamu bisa jadi pengedar sabu ?"

"Saya diajak temen bun."

"Kenapa kamu ikutin ? Kan bisa aja nolak."

"Ga enak bun. Saya udah seneng make. Kalo mau beli sabu ga ada duit. Jadi ya saya ikut ngedarin juga."

"Emang kamu ga punya temen yang lain ? Yang ga nakal kayak gitu ?"

Arif terdiam. Pikirannya melayang ke beberapa tahun lalu saat dirinya berkenalan dengan Jon (bukan nama sebenarnya). Jon yang selalu nongkrong di depan masjid, berusaha untuk ngobrol dengan anak-anak yang pulang belajar mengaji. Saat itu Arif merasa aneh. Mengapa Jon tidak pernah shalat di masjid, padahal saban hari Jon selalu nongkrong di depan masjid.

"Kamu ga pernah ngajak Jon shalat ?"

"Kan saya masih kecil bun. Kalo saya ngajak shalat, diketawain sama Jon."

"Trus kenapa kok kamu nurut aja diajak Jon make sabu dan jualan sabu ?"

Arif kembali terdiam. Ia pun tak mengerti mengapa dirinya merasa nyaman berteman dengan Jon. Walaupun sejak berteman dengan Jon, Arif semakin jauh dari agama dan keluarganya. Bahkan Arif menjadi anak pembangkang.

Arif memutuskan tak melanjutkan sekolah, juga karena Jon. Arif diiming-imingi hidup enak. Tak perlu sekolah tinggi-tinggi juga bisa kaya raya. Semua bisa dibeli walau tak pernah ibadah. Ga perlu minta sama Tuhan. Cukup jualin barang, lo dapet apa yang lo mau. Begitulah doktrin yang ditanamkan Jon pada Arif.

*************************************

Dalam sebuah hadits Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang peran dan dampak seorang teman dalam sabda beliau :
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)
Saya menyampaikan hadits di atas pada Arif. Arif mendengarnya sambil terus menunduk. 
"Iya bun. Harusnya memang saya bisa pilih teman. Temen-temen ngaji saya udah ngingetin, jangan temenan sama Jon. Tapi saya tetap keras kepala. Akhirnya saya masuk sini. Jon malah ga ketangkep."
"Ya... niatkan dalam hati kamu. Ini pertama kali dan terakhir kamu di penjara. Pinter-pinterlah milih temen. Lihat agamanya. Lihat shalatnya. Jangan sampai kamu jatuh ke lobang yang sama."
Arif mengangguk.
Saya mengakhiri sesi konseling dengan Arif. Arif pun kembali bergabung dengan teman-temannya yang sedang mendengarkan tausiyah dari salah satu relawan GPR (Gerakan Peduli Remaja).
****************************
Faktor besar yang menyebabkan terjadinya kenakalan pada anak adalah teman yang buruk. Terlebih jika anak tersebut adalah anak yang lemah akidah, mudah terombang-ambing dan cepat terpengaruh ketika bergaul.
Kisah anak-anak di LPKA adalah contoh yang nyata. Kasus tertinggi di LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) Pria Tangerang adalah narkoba dan ketika ditanyakan bagaimana mereka sampai bisa terjerumus pada narkoba, jawaban mereka semua sama : DIAJAK TEMAN. 
Islam mengarahkan para orangtua untuk memberikan pengawasan yang ketat terhadap pergaulan anak-anak mereka, terlebih anak yang masuk masa pubertas. Islam juga mengajarkan bagaimana cara memilih teman yang baik, agar anak dapat menyerap pengaruh akhlak yang mulia, budi yang luhur dan kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan syariat.
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927)

Semoga sebagai orangtua kita dapat menanamkan pada anak-anak kita betapa pentingnya memilih teman sepermainan. Teman yang bukan sekedar teman. Namun teman yang terus mengingatkan pada Allah swt. Teman yang mengajak melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan. Teman yang taat pada Allah swt dan benci kemaksiatan. 



wallahualam bishawab
Jakarta, 13 Oktober 2015
*catatan yang tertinggal

*rujukan :
Riyadhus Shalihin
Cara Nabi Mendidik Anak (Ir. Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid)
Tarbiyatul Aulad Fil Islam (DR. Abdullah Nashih 'Ulwan)

Rabu, 07 Oktober 2015

♡ BACALAH ♡



Bulan puasa tahun ini, anak-anak LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) Pria Tangerang mendapat sumbangan satu set buku kisah Rasulullah saw berjudul Muhammad saw teladanku. Sejak disumbangkan, buku-buku itu sengaja kami simpan di ruang DKM LPKA, agar jika kami butuhkan sewaktu-waktu, dapat langsung digunakan. Karena keterbatasan waktu, maka buku-buku tersebut baru kami bacakan siang ini.

Saya meminta tolong pada salah satu anak LPKA untuk mengambilkan buku-buku itu. Hasan (nama samaran) pun bergegas menuju ruang DKM. Tak lama ia kembali ke saya.

"Bunda, bukunya diambil semua atau hanya beberapa jilid aja ?"

"Diambil semua sama tasnya. Kita baca ramai-ramai."

Hasan kembali ke ruang DKM. Tak lama ia pun keluar membawa satu tas bergambar buku tentang Rasulullah saw.

Saya mengeluarkan buku-buku yang berjumlah 16 jilid. Saya pun membagikan pada rekan saya, Wylvera (biasa saya sapa mba Wiwik). Masing-masing kami mendapat jatah 9 buku. Anak-anak kami bagi menjadi dua kelompok.




Saya pun membentuk lingkaran kecil dengan jumlah 20 anak. Saya membagi lagi menjadi lima kelompok. Masing-masing kelompok membaca satu buku.

"Bunda, gimana bacanya ?"

"Ya... kamu baca bareng-bareng sepuluh halaman. Nanti selesai baca, kalian ceritain sama bunda dan teman-teman kalian."

Mereka mengangguk mendengar penjelasan saya. Saat saya membagikan buku, mata mereka berbinar. Beberapa dari mereka berharap agar buku-buku itu diijinkan dibawa dan dibaca di dalam kamar.

"Bun... ini buat saya kan. Hehehe...."

"Heee... janganlah. Baca rame-rame disini."

Lembar demi lembar mereka buka. Awalnya mereka mengagumi kertas buku yang bagus dan gambar-gambar yang indah. Sambil memperhatikan reaksi mereka, iseng-iseng saya nyalakan stopwatch di handphone. Saya ingin tahu ketahanan mereka dalam membaca.

Saya memperhatikan stopwatch. Satu menit pertama mereka masih asyik membuka lembar-lembar halaman. Memasuki menit ketiga, beberapa anak mulai gelisah. Mulai tidak fokus. Menit keempat, beberapa anak menyerah.

"Bun, udahan ah bun. Ga ngerti saya."

"Kok ga ngerti ? Kamu ga bisa baca ?"

"Yaaahhh bunda. Bisalah bun. Males aja. Banyak benerrrrr..."

Saya tersenyum dan memaksa mereka untuk bertahan.

"Ayooo... baru juga empat menit. Ayoo baca lagi."

Beberapa anak mencoba strategi berbeda.

"Bun, gambarnya bagus ya bun."

"Iya bagus. Ayo. Lanjutin bacanya."

"Yaaahhh bunda."

Menit ke enam. Beberapa anak sudah tak memegang buku. Beberapa anak tidur telentang sambil bercanda dengan temannya. Beberapa anak lagi garuk-garuk kepala dan celingak celinguk.

beberapa anak merasa lelah membaca (dok. pribadi)



Menit ketujuh. Hampir semua anak menyerah.

"Buuunnnn... udah bun. Nyerah dah. Nih liat nih saya udah lambaikan tangan."

"Hmmm... salah. Kenapa lambaikan tangan ? Disini ga ada kamera. Kalau nyerah, lambaikan bendera putih. Ayoo lanjutin. Tinggal tiga menit lagi."

"Ammppuuunnn dah bunda...."

Menit kesepuluh. Saya memandang anak-anak yang sudah melepaskan buku dari tangannya. Namun ada beberapa anak yang masih mencoba bertahan. Saya melihat ekspresi mereka. Cara mereka memandang buku, terlihat seperti orang yang sedang asyik dengan dunianya sendiri.


seorang anak LPKA (aka LAPAS) sedang asyik membaca buku (dok pribadi)


"Oke. Sepuluh menit. Siapa yang mau cerita duluan."

"Saya bunda."

Empat anak di kelompok pertama mengembalikan bukunya pada saya.

"Kalian baca berapa halaman ?"

"Banyak bunda. Lebih dari sepuluh."

"Alhamdulillah. Nah... sekarang coba ceritain ringkasan dari yang sudah kalian baca."

"Apa yak..."

"Itu bunda... judulnya masa kecil nabi Muhammad."

"Iya. Terus ?

"Terus apa ya..."

"Trus ada kambing bun. Trus nabi Muhammad saw bukan dirawat sama ibu kandungnya."

?????.... "Trus... apa hubungannya sama kambing ?"

"Yaaahhh... gitu deh bun. Pokoknya gitu dah..."

"Kamu itu bacanya apa ? Masa baca tapi ga ngerti apa yang dibaca."

Melihat reaksi saya yang selalu mengejar dengan pertanyaan, anak-anak lain pun kembali mengambil buku yang sudah dikumpulkan dan mereka berusaha menghafalnya.



"Siapa lagi yang mau cerita ?"

"Saya bun."

"Oke. Kamu tadi ambil judul apa ?"

"Itu bun "Ensiklopedi nabi Muhammad saw."

"Bagus. Isinya tentang apa ?"

"Tentang nabi Muhammad saw dari kecil sampai besar. Tentang keluarganya. Tentang istrinya, perang, trus terakhir tentang meninggalnya."

"Hmmm... kamu baca daftar isinya ya ?"

"Jiiiaaaahhh bunda. Kok tau sih."

Mereka pun tertawa. Dan... saya pun miris. Saya berinisiatif untuk menyudahi mereka membaca buku. Buku-buku pun dikumpulkan.



"Kalian semua... kenapa kalian bisa bertahan berjam-jam main game sementara baca buku 10 menit aja kalian udah ga betah ?" Tanya saya pelan pada mereka. Mereka pun diam. Beberapa menunduk.

"Kalian tau ga salah satu sebab kalian disini adalah karena kalian malas baca. Kalian malas baca Alquran, maka kalian merasa enteng berzina. Kalian malas baca Alquran, maka kalian merasa enteng mencuri. Kalian malas baca Alquran, maka kalian ga merasa berdosa mabuk-mabukkan."

Saya berhenti sejenak, menarik nafas dalam-dalam dan memperhatikan wajah mereka satu persatu.

"Kemarin bunda sudah baca tulisan kalian. Dan isinya hampir sama. Kalian semua ingin sukses. Sukses itu ga ada yang sim salabim abrakadabra. Kalian sedang tidur tiba-tiba terbangun jadi orang sukses. Itu cuma ada di film-film. Dunia nyata ga ada yang seperti itu. Sekarang bunda tanya serius. Siapa yang benar-benar mau jadi orang sukses angkat tangan."

Semua anak mengangkat tangannya.

"Turunkan tangannya. Bunda tanya sekali lagi. Siapa yang benar-benar ingin jadi orang sukses."

Kembali mereka mengangkat tangan. Saya mengulang sekali lagi pertanyaan saya dan mereka pun mengangkat tangan dengan semangat.

"Siapa yang benar-benar ingin sukses, harus banyak baca. Kalian mau banyak baca ?"

Beberapa anak saling melirik. Satu anak mengangguk dan menjawab "iya" . Yang lainnya ragu-ragu. Kemudian beberapa anak mulai mengangguk.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Cara yang yang sangat efektif untuk menghancurkan sebuah budaya adalah dengan menghancurkan sumber bacaan mereka" NN

Benarlah kutipan di atas. Saat ini jarang ditemukan generasi Islam yang senang membaca. Generasi Islam dilenakan dengan game-game seru. Di warnet-warnet, di televisi, di mall-mall. Kalaupun ada yang senang membaca, kebanyakan bukan bacaan bermutu.

Coba tengok toko buku. Di rak buku bagian manakah generasi Islam banyak berkumpul ? Di rak buku komik, buku dongeng barat, buku dongeng sihir dan lain-lain.

Tulisan berpengaruh besar pada pola pikir seseorang. Generasi Islam yang membaca tentang kekuatan sihir, maka ia akan berpikir, jika menginginkan sesuatu dapat diperoleh secara instan. Generasi Islam yang membaca buku romantisme pergaulan anak muda, tentu akan terdorong untuk pacaran. Generasi Islam yang membaca majalah-majalah mode fashion terkini, akan merasa bangga memamerkan kecantikannya pada khalayak.

Allah Ta’ala berfirman,

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)

“Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran qolam (pena). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al ‘Alaq: 1-5).

Maha benar Allah dengan segala firman-Nya. Dengan membaca, maka manusia dapat mengetahui perintah dan larangan Allah. Karena manusia tidaklah diciptakan begitu saja di dunia ini. Itulah urgensinya membaca. Maka bacalah, bacalah dan bacalah !


* rujukan : Alquran

Jakarta, Selasa 6 Oktober 2015



Minggu, 04 Oktober 2015

♧ TUAN PUTRI, SANG PANGERAN dan KAMBING HITAM ♧

Ini bukan kisah dongeng pengantar tidur. Juga bukan kisah seribu satu malam. Tapi inilah kenyataan yang banyak kita temui di kehidupan sehari-hari.

"Maaaaa.... susuuuu...." teriak Mimi pada ibunya. Mimi anak perempuan berusia delapan tahun, berteriak kencang meminta susu pada ibunya. Ia berteriak dari lantai atas. Ibunya yang tengah memasak di dapur lantai bawah, tergopoh-gopoh memghampiri anak tangga.

"Susu coklat atau putih sayank ?"

"Coklaaattttt..."

Tak lama bunda Mimi naik ke lantai atas. Ia pun menyerahkan segelas susu coklat pada Mimi.

"Huuuaaaa mamaaaa... susunya kepanasan. Mimi ga mau minum." Mimi menepis gelas susu yang diberikan ibunya.

"Ya sudah... mama dinginkan dulu ya. Nanti kalau sudah dingin, Mimi minum."

"Tapi jangan kelamaan dingininnya." Jawab Mimi sambil cemberut sambil menatap layar televisi.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Misya kaget. Dilihatnya jarum jam di dinding kamarnya. Pukul 06.00 !!!

Aduuhh telat deh nih. Pasti telat. Gumam Misya dalam hati.

Setengah berlari ia menuju kamar mandi. Tak lama ia pun segera masuk kembali ke kamarnya, membereskan buku-buku dan melesat menuju ruang makan.

"Mama nih gimana sih. Kok ga bangunin Misya. Kan jadi kesiangan deh. Ini telat nih mah." Ucap Misya sambil membanting tas ke atas kursi makan.

"Yang ga bangunin kamu tuh siapa. Dari subuh mama udah bangunin. Kamunya aja yang tidur terus. Sarapan dulu. Mama udah bikin roti kesukaan kamu."

"Ga mau. Misya mau langsung berangkat aja."

Saat hendak keluar pagar, Misya teringat sesuatu. Ia pun kembali ke dalam rumah.

"Mah, baju Misya untuk besok gimana ? Udah mama setrikain ?"

"Baju yang mana ? Hari Selasa seragam kamu putih abu kan ?"

"Iyaaaa... tapi ada seragam lagi. Itu mah seragam vokal grup. Besok mau GR harus pake seragam. Mama gimana sih. Kan dari kemarin Misya udah kasih tau kalo seragam vokal harus disetrika untuk hari Selasa."

"Ya ya... nanti mama setrikain."

Pagi berlalu. Siang itu ibunda Misya sedang menyetrika baju seragam anaknya. Dengan penuh kasih ia merapikan baju Misya sambil membayangkan betapa cantiknya Misya mengenakan seragam ini.

Tiba-tiba telepon berdering.

"Mah... kaos kaki jangan lupa mah. Kaos kaki seragam vokal." Ucap Misya tanpa ba bi bu pada ibunya.

"Misya... kamu pake telepon siapa?"

"Iiihhh mama ga penting banget deh nanyanya. Kaos kaki jangan lupa ya mah. Ada di atas meja belajar Misya. Udah dulu mah. Dah mama..."

Hening. Ibunda Misya menatap handphone di tangannya sambil menggeleng gelengkan kepala. Heeehhh anak sekarang, gumamnya.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Hari Minggu yang sibuk. Pak Beno merapikan taman di depan rumah. Bu Beno ikut membantu membereskan tanah yang berserakan.

"Bu... Bimbim mana ? Coba panggil sini. Bantuin kita."

"Lagi di kamarnya yah. Biasalah anak muda jaman sekarang."

"Buuuu... sarapan mana ?" Teriak Bimbim dari dalam rumah.

"Ada di meja makan."

Bimbim melangkah ke meja makan. Dilihatnya menu sarapan yang disediakan ibunya. Hmmm... bikin lapar. Bimbim memenuhi piringnya dengan nasi dan berbagai lauk yang dimasak ibunya. Setelah piringnya penuh, ia pun melangkah ke taman depan.

"Ayah... ibu lagi ngapain sih?" Tanyanya dambil duduk di kursi teras.

"Ya beres-bereslah Bim. Emang kamu ga liat ? Habis makan bantuin ayah bersihin kolam ikan. Nih taman udah beres. Kamu libur malah bangun siang."

"Kan libur yah. Tiap hari sekolah udah bangun pagi. Cape. Kalau libur itu waktunya istirahat."

"Sudahlah yah. Biar ibu yang bantuin ayah. Anak muda jaman sekarang yaahh gitu lah."

Bimbim tersenyum memandang ibunya. Agak lama ia duduk di teras. Sambil makan, jari-jarinya asyik bermain di layar handphone seri terbaru yang dibelikan ayahnya. Sesekali ia tersenyum.

Sementara ayah dan ibunya kini sudah berpindah ke kolam ikan. Pak Beno dengan lincah menjaring ikan dan memasukkan ke dalam ember yang sudah disiapkan bu Beno. Bimbim memandang ayah dan ibunya. Perutnya sudah kenyang. Ia pun melangkah masuk ke dapur dan meletakkan piring bekas makannya di atas tumpukan piring dan panci kotor di dapur. Tak terbersit sedikitpun di benaknya untuk membantu ibunya mencuci piring.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Sebuah desa di pelosok  Lampung heboh. Polisi dibantu tentara menggerebek rumah warga. Mereka mencari pembunuh Kapolres. Semua rumah warga tak luput dari gedoran petugas. Pintu-pintu rumah yang ditutup, didobrak paksa.

Di sebuah rumah seorang ibu menjerit ketakutan.

"Aaaaa.... jangan bawa anak saya. Dia ga salah.... ga salah... jangan bawa anak sayaaaa....."

Beberapa petugas keluar dari rumahnya sambil menyeret seorang pemuda. Dua orang polisi membawa seorang pemuda yang tangannya diborgol.

"Betul ini yang membantu kamu masuk ke rumah bapak Kapolres ?"

Pemuda yang diborgol memandang pemuda yang tadi diseret petugas dari dalam rumahnya. Lama mereka saling menatap. Sang ibu yang tadi menjerit-jerit sontak menghampiri mereka. Ia memukul pemuda yang diborgol.

"Kurang ajar kamu ya. Kamu yang bocorin ini ke polisi ? Ga tau terima kasih. Ga tau diuntung. Ga tau balas budi.... kamuuu...."

Beberapa polisi segera menarik sang ibu yang terus meronta dan memaki dengan kata-kata kotor.

"Tejooooo.... tunggu pembalasan keluarga kami. Lihat saja Tejoooo..." ibu itu terus berteriak sambil memandang pemuda yang diborgol.

Tejo menahan napas. Dipandangnya lagi wajah pemuda dihadapannya.

"Betul pak. Danu yang mengajak saya untuk menghabisi pak Kapolres. Danu juga yang memimpin kami." Tejo tertunduk. Ia sadar, jika ia buka mulut, semua keluarganya terancam. Tapi ia pun tak mau masuk penjara sendirian. Karena malam kejadian itu ia tak tau menahu. Ia hanya diajak keliling kota dengan motor. Ia tak tau jika kemudian rombongan motor justru menyerbu masuk rumah Kapolres kemudian membunuhnya.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Ya... ini bukanlah dongeng. Tapi kenyataan. Banyak orangtua yang keliru dalam menerapkan pola asuh kepada anaknya.

Ada orangtua menerapkan pola tuan putri pada anaknya. Anaknya terus menerus dilayani. Bahkan sampai dewasa, sampai punya anak. Anaknya tak bisa apa-apa. Jangankan setrika, ceplok telor pun tak bisa.

Ada juga orangtua yang menerapkan pola asuh pangeran pada anak lelakinya. Sang pangeran ini selalu dimanja. Semua disediakan dan disiapkan. Tak ada perjuangan untuk mendapatkan keinginan. Tinggal bilang ke orangtua, maka orangtua akan memenuhinya.

Ada juga orangtua yang menerapkan pola asuh kambing hitam, yaitu anaknya tak pernah salah. Jika melakukan kesalahan, orangtua akan berusaha menutupinya atau melemparkan kesalahan pada orang lain. Sering orangtuanya berbohong untuk menutupi kesalahan anaknya.

Apa yang terjadi jika tuan putri menikah dengan sang pangeran ??? Tuan putri dan sang pangeran yang dibesarkan dengan pola asuh dilayani, tentunya satu sama lain akan minta dilayani. Dua-duanya merasa berhak dilayani dan dimanja.

Apa yang terjadi jika tuan putri menikah dengan lelaki pola asuh kambing hitam ? Yang tidak mau disalahkan. Yang selalu merasa benar.




Anak adalah generasi penerus umat. Pola asuh orangtua pada anak adalah faktor penting terhadap eksistensi sebuah peradaban. Apalah gunanya bila kita hendak membangun masyarakat tapi tidak peduli pada pola asuh anak. Sejarah mencatat betapa besar peran generasi penerus terhadap keberhasilan suatu bangsa.

Allah berfirman," Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." QS At-Tahrim : 6

Dalam buku Tarbiyat Aulad Fil Islam, DR. Abdullah Nashih 'Ulwan menyatakan ada beberapa hal yang harus ditanamkan dalam pola asuh pada anak :

1.  Tanamkanlah takwa pada anak. Agar anak merasa takut (khauf) dan merasa diawasi (muroqobatullah) oleh Allah. Sehingga ia tak berani melakukan hal-hal yang melanggar syariat.

2. Tanamkanlah rasa persaudaraan (ukhuwah) pada anak. Agar anak memiliki ikatan hati yang melahirkan perasaan mendalam tentang kelemahlembutan, kecintaan, dan penghormatan kepada siapa saja yang terikat dalam akidah.

3. Tanamkanlah kasih sayang (rahmah) pada anak. Agar anak tidak mudah menyakiti orang lain, menjauhi kejahatan, serta menjadi sumber kebajikan dan keselamatan atas manusia seluruhnya.

4. Tanamkanlah itsar (mengutamakan orang lain). Agar anak tidak menjadi egois. Agar anak memiliki empati dan kepekaan sosial yang tinggi.

Semoga kita sebagai orangtua terhindar dari pola asuh yang salah pada anak. Aamiin...


* rujukan : buku Tarbiyat Aulad Fil Islam, DR. Abdullah Nashis 'Ulwan


Jakarta 5 Oktober 2015
Edisi Parenting