Selasa, 13 Oktober 2015

GOOD FRIENDS.... BAD FRIENDS...

Arif (bukan nama sebenarnya) terburu-buru menuruni tangga masjid. Sesampainya di anak tangga paling bawah, matanya celingukan mencari sepasang sandal. Mata Arif tertuju pada sepasang sandal coklat lusuh miliknya. Ia pun segera mengenakannya dan berlari kencang keluar halaman masjid. Tangannya menggenggam erat buku "Iqro".

"Rif....Arif... Mau kemana woy ?" tanya temannya

"Gua mo balik dulu. Udah ditungguin ibu." Jawab Arif sambil terus berlari menjauhi masjid.

Arif terus berlari. Kaki kecilnya menyusuri gang - gang jalan Bangka, Mampang. Hingga tibalah Arif di rumahnya. Sebuah rumah kontrakkan yang hanya mempunyai satu kamar, ruang tamu, dapur dan kamar mandi.

"Assalammualaikum..... buuuu."

"Ibu di belakang Rif."

Arif segera masuk ke dapur. Melihat ibunya yang tengah memasak, Arif langsung tersenyum.

"Bu, Arif lapar."

"Iya... nih ibu gorengin tempe kesukaan kamu. Eeeiiittt... salim dulu."

"Hehe iya lupa."

Arif pun menyalami tangan ibunya dan setelah itu mengambil beberapa potong tempe. Sambil makan, Arif membuka-buka halaman buku Iqro. Arif mengulangi latihannya hari ini. Mulutnya komat kamit. Kepalanya menganggk-ngangguk.

"Gimana tadi di TPA Rif ? Ramai atau sepi ?"

"Hmmm biasa bu. Masuk semua temen-temen Arif. Jadi rame. Tadi pulang Iqro, Arif diajak main sama temen. Tapi Arif ga mau. Abisnya Arif laper hehe..."

Ibunya tersenyum.

"Ya, kalau Arif mau main ga pa pa. Asal inget waktu shalat."

Arif menggangguk sambil terus mengunyah tempe. Dari dalam kamar terdengar suara bayi menangis.

"Rif, tolong jaga adek ya. Ibu masih masak."

Arif mengangguk dan berjalan ke masuk kamar.

************************************

Hari terus berjalan. Arif kecil yang dulu rajin ke masjid untuk shalat berjamaah dan belajar Alquran, kini telah beranjak remaja. Kesehariannya kini berbeda jauh.

Kakinya yang dulu ringan ke masjid, kini berganti ringan berjalan ke warnet-warnet.
Dulu Arif betah berlama-lama di masjid, kini betah nongkrong bersama teman-temannya hingga dini hari.

Arif telah berubah. Ia tak mau lagi menjaga adiknya. Tak mau lagi membantu ibunya. Bahkan Arif memutuskan untuk berhenti sekolah.

"Pokoknya Arif ga mau sekolah."

"Kamu gila ? Mau jadi apa kamu kalau ga sekolah ? Mau seperti bapak yang cuma jadi ojek ?"

"Bapak aja ga sekolah. Ngapain Arif sekolah."

Itulah pertengkaran terakhir antara Arif dan bapaknya. Sejak itu Arif tak mau pulang ke rumah. Ia hidup luntang lantung bersama teman- teman nongkrongnya.

Sampai suatu malam saat Arif tengah transaksi narkoba, Arif ditangkap oleh beberapa petugas polisi yang melakukan penyamaran. Malam itu semua berubah. Arif digelandang ke Polsek Mampang bersama beberapa temannya.

Tangannya diborgol. Arif dikumpulkan di sebuah ruangan interogasi. Arif gugup. Ia tak menyangka dirinya akan tertangkap. Selama setahun menjadi pemakai dan pengedar narkoba, ia selalu aman. Tak pernah tertangkap.

Arif duduk berhadapan dengan seorang petugas kepolisian. Badannya gemetar. Pikirannya kalut. Ia teringat dengan ibu bapaknya. Adik-adiknya. Bagaimana jika mereka tahu bahwa ia ditahan pihak kepolisian...

**************************************

Saya memandang wajah Arif yang sedang menceritakan kisahnya. Ah... Arif seumur dengan anak saya. Wajahnya bersih. Hidungnya mancung. Sorot matanya tajam. Alisnya hitam. Teman-temannya biasa menjuluki Arif 'Arab'. Karena memang wajahnya yang mirip dengan orang Arab. Jika melihat Arif, tak terbersit sedikitpun jika ia pengedar sabu-sabu.

"Saya dulu mah rajin bun ke masjid Al-Hikmah."

"Yah... terus kenapa kok kamu bisa jadi pengedar sabu ?"

"Saya diajak temen bun."

"Kenapa kamu ikutin ? Kan bisa aja nolak."

"Ga enak bun. Saya udah seneng make. Kalo mau beli sabu ga ada duit. Jadi ya saya ikut ngedarin juga."

"Emang kamu ga punya temen yang lain ? Yang ga nakal kayak gitu ?"

Arif terdiam. Pikirannya melayang ke beberapa tahun lalu saat dirinya berkenalan dengan Jon (bukan nama sebenarnya). Jon yang selalu nongkrong di depan masjid, berusaha untuk ngobrol dengan anak-anak yang pulang belajar mengaji. Saat itu Arif merasa aneh. Mengapa Jon tidak pernah shalat di masjid, padahal saban hari Jon selalu nongkrong di depan masjid.

"Kamu ga pernah ngajak Jon shalat ?"

"Kan saya masih kecil bun. Kalo saya ngajak shalat, diketawain sama Jon."

"Trus kenapa kok kamu nurut aja diajak Jon make sabu dan jualan sabu ?"

Arif kembali terdiam. Ia pun tak mengerti mengapa dirinya merasa nyaman berteman dengan Jon. Walaupun sejak berteman dengan Jon, Arif semakin jauh dari agama dan keluarganya. Bahkan Arif menjadi anak pembangkang.

Arif memutuskan tak melanjutkan sekolah, juga karena Jon. Arif diiming-imingi hidup enak. Tak perlu sekolah tinggi-tinggi juga bisa kaya raya. Semua bisa dibeli walau tak pernah ibadah. Ga perlu minta sama Tuhan. Cukup jualin barang, lo dapet apa yang lo mau. Begitulah doktrin yang ditanamkan Jon pada Arif.

*************************************

Dalam sebuah hadits Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang peran dan dampak seorang teman dalam sabda beliau :
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)
Saya menyampaikan hadits di atas pada Arif. Arif mendengarnya sambil terus menunduk. 
"Iya bun. Harusnya memang saya bisa pilih teman. Temen-temen ngaji saya udah ngingetin, jangan temenan sama Jon. Tapi saya tetap keras kepala. Akhirnya saya masuk sini. Jon malah ga ketangkep."
"Ya... niatkan dalam hati kamu. Ini pertama kali dan terakhir kamu di penjara. Pinter-pinterlah milih temen. Lihat agamanya. Lihat shalatnya. Jangan sampai kamu jatuh ke lobang yang sama."
Arif mengangguk.
Saya mengakhiri sesi konseling dengan Arif. Arif pun kembali bergabung dengan teman-temannya yang sedang mendengarkan tausiyah dari salah satu relawan GPR (Gerakan Peduli Remaja).
****************************
Faktor besar yang menyebabkan terjadinya kenakalan pada anak adalah teman yang buruk. Terlebih jika anak tersebut adalah anak yang lemah akidah, mudah terombang-ambing dan cepat terpengaruh ketika bergaul.
Kisah anak-anak di LPKA adalah contoh yang nyata. Kasus tertinggi di LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) Pria Tangerang adalah narkoba dan ketika ditanyakan bagaimana mereka sampai bisa terjerumus pada narkoba, jawaban mereka semua sama : DIAJAK TEMAN. 
Islam mengarahkan para orangtua untuk memberikan pengawasan yang ketat terhadap pergaulan anak-anak mereka, terlebih anak yang masuk masa pubertas. Islam juga mengajarkan bagaimana cara memilih teman yang baik, agar anak dapat menyerap pengaruh akhlak yang mulia, budi yang luhur dan kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan syariat.
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927)

Semoga sebagai orangtua kita dapat menanamkan pada anak-anak kita betapa pentingnya memilih teman sepermainan. Teman yang bukan sekedar teman. Namun teman yang terus mengingatkan pada Allah swt. Teman yang mengajak melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan. Teman yang taat pada Allah swt dan benci kemaksiatan. 



wallahualam bishawab
Jakarta, 13 Oktober 2015
*catatan yang tertinggal

*rujukan :
Riyadhus Shalihin
Cara Nabi Mendidik Anak (Ir. Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid)
Tarbiyatul Aulad Fil Islam (DR. Abdullah Nashih 'Ulwan)

2 komentar:

  1. temen bs mngajak qta ke syurga jg bs ke neraka.. gitu yaa bun..

    BalasHapus
  2. betul bu...
    Alhamdulillah Islam mengatur bagaimana kita diharuskan memilih teman dari agamanya.
    makasih sudah setia baca blog saya :)

    BalasHapus