Tampilkan postingan dengan label hikmah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hikmah. Tampilkan semua postingan

Selasa, 20 Oktober 2015

ORANGTUA dan KEMATIAN

Jujur saja... setiap memulai menuliskan kisah anak-anak penjara, saya selalu bingung. Kisah mereka begitu kompleks. Tapi sangat sayang jika kisah mereka tidak dituliskan. Karena begitu banyak hikmah yang bisa diambil.

Acara di LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) Pria Tangerang hari ini mulai siang hari. Memang disengaja agar semua anak LPKA dapat turut serta.

Kali ini GPR (Gerakan Peduli Remaja) mengadakan kerjasama dengan seorang motivator muda bernama Septian Eka, biasa dipanggil kak Eka.

Agak berbeda dari biasanya. Kegiatan motivasi hari ini diadakan di sebuah ruangan tertutup. Biasa di sebut pihak LPKA, ruang data. Ruangan ini dilengkapi dengan pendingin ruangan dan infocus. Cukup untuk menampung 200 anak.

Pukul 13.45 acara dimulai. Agar mempersingkat waktu, saya memberikan kata sambutan yang singkat. Tepat jam 14.00 kak Eka mulai beraksi.

Anak-anak diajak untuk bermain otak kanan. Berbagai gerakan mereka lakukan sambil tertawa. Alhamdulillah...

Saya perhatikan wajah anak-anak ini. Karena setiap minggu berinteraksi dengan mereka, saya agak paham gestur yang ditunjukkan beberapa dari mereka. Kekecewaan dan kesedihan yang mereka rasakan, tak bisa ditutupi.

Walau permainan yang dilakukan oleh kak Eka sangat menarik dan memberi semangat, namun ada beberapa anak yang tidak tulus dalam melakukannya.

Di tengah acara, saya berpindah tempat. Yang tadinya di depan, kini saya berada di barisan belakang, bergabung dengan anak-anak.

Anak-anak terus menyimak motivasi dari kak Eka. Sebagian mendengarkan serius. Sebagian lagi mendengarkan sambil ngobrol. Ada juga yang tertidur. Hingga tibalah saat kak Eka memutar video tentang kematian. Mereka yang tadinya ngobrol, mendadak berhenti. Ruangan menjadi sepi.

Wajah anak-anak mendadak tegang. Apalagi saat kak Eka berkata bahwa, kita semua sebenarnya sedang menanti kematian. Kematian bisa terjadi pada siapapun. Tua, muda, anak-anak. Kematian bisa terjadi kapan saja. Tidak ada yang menjamin setelah acara ini kita masih hidup.

Allah SWT berfirman: "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. " (QS. Al-Imran:185)

Saya memperhatikan anak-anak dari belakang. Dari tempat saya duduk, saya melihat seorang anak dengan kasus pembunuhan. Saya perhatikan wajahnya lekat-lekat. Raut mukanya tegang. Duduknya tegak. Tak bergeming. Beberapa waktu lalu saat saya dan teman-teman menceritakan siroh Rasulullah saw pada mereka, salah satu relawan GPR yaitu Wylvera (biasa dipanggil mba Wiwik) menceritakan bahwa anak ini merasa lega telah melalukan pembunuhan pada orang yang dibencinya.  

Namun saat ini saya melihatnya sangat ketakutan. Beda sekali dengan cerita mba Wiwik yang kala itu menggambarkan "kebahagiaannya" telah melakukan pembunuhan. Ketakutan tampak jelas pada wajahnya. Ya Allah... semoga ketakutan anak ini adalah karena ia sadar bahwa apa yang dilakukannya dilarang Allah dan semoga ia bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat. Aamiin...

Pemutaran video tentang kematian selesai, anak-anak bernafas lega. Beberapa dari mereka langsung diskusi tentang seramnya kematian. Namun sepertinya kak Eka ingin terus menyadarkan mereka. Kak Eka tak mau kehilangan moment anak-anak yang emosinya sudah hanyut. Kak Eka pun kembali memutar video. Kali ini tentang pengorbanan orangtua.

Anak-anak kembali diam. Slide menampilkan wajah seorang ibu tua renta yang dipeluk dan dicium keningnya oleh seorang anak. Kemudian kak Eka merendahkan nada suaranya. Kak Eka menceritakan kerja keras yang dilakukan  orangtua demi menghidupi anaknya.

Saya kembali memperhatikan wajah anak-anak. Beberapa mulai menunduk. Kak Eka terus berbicara diiringi alunan musik yang sedih. Membuat anak-anak semakin terhanyut. Kak Eka menceritakan kisah salah seorang temannya, yaitu B yang selalu tidak mau mendengar nasehat orangtua. Hari-hari dilalui dengan perdebatan sengit antara dirinya dan orangtuanya. Hingga tibalah satu hari. Allah memanggil ibunya. B yang saat itu tengah berada di luar rumah, mendadak disuruh pulang oleh ayahnya.

"B... cepat pulang sekarang." Ujar ayah B di ujung telepon.

"Ada apa yah ?"

"Pokoknya pulang sekarang juga."

B bingung. Selama ini jika ayah atau ibunya menyuruh pulang, pasti mengatakan alasan. Tapi kali ini tidak. B pun bergegas pulang. Tiba di rumah B kaget. Sejak jalan depan rumahnya ramai orang berkerumun. Bendera kuning dimana-mana. Ketika B masuk ke dalam rumah, B tak percaya. B melihat ibunya terbujur kaku ditutupi kain putih. B memeluk ibunya dan berteriak

"Ibu... bangun bu... bangun bu... aku ingin minta maaf... bangun bu.... ibu...."

Mendengar cerita dari kak Eka, kesedihan mendalam tergambar jelas pada wajah anak-anak LPKA. Sebagian mereka tidak tahan. Akhirnya air mata merekapun jatuh. Kepala mereka tertunduk. Ada yang menutup wajahnya dengan tangan.

Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda, “Kedua orangtua itu adalah pintu surga yang paling tengah. Jika kalian mau memasukinya maka jagalah orang tua kalian. Jika kalian enggan memasukinya, silakan sia-siakan orang tua kalian” (HR. Tirmidzi, ia berkata: “hadits ini shahih”)

Saya teringat pada sesi konseling dengan seorang anak. Ketika saya bertanya tentang orangtuanya, ia langsung menangis sesegukkan. Ia merasa sangat bersalah sudah membuat malu orangtua. Orangtuanya tak pernah bersikap kasar. Tak pernah berkata kotor, apalagi memukul atau memaki. Namun pengaruh teman-temannya sangat kuat. Hingga ia melanggar nasehat orangtua. Dan sampailah ia disini. Di LPKA.

Ketika awal masuk LPKA, ia mengira orangtuanya akan malu dan meninggkalkannya. Ternyata ia salah. Hampir setiap hari orangtuanya menjenguknya. Jika ayahnya tak sempat, ibunyalah yang menjenguk. Dan setiap kali menjenguk selalu membawa makanan kesukaannya.

Pada dasarnya setiap anak menyadari peran penting orangtua pada hidupnya. Namun, entah kenapa banyak nasehat orangtua yang enggan dikerjakan.

Kembali pada kegiatan motivasi bersama kak Eka. Saya tak tahan untuk tidak memperhatikan wajah anak-anak ini. Tatapan mereka sendu saat melihat slide tentang orangtua.

Bersyukur kak Eka kemudian mengganti pembicaraan. Yang tadinya sendu dan sedih. Berganti menjadi semangat menatap masa depan.

Semua orang melakukan kesalahan. Semua orang pernah melakukan dosa pada orangtuanya. Namun, itu semua bisa dirubah. Dengan momentum tahun baru Islam 1 Muharram, kak Eka mendorong anak-anak untuk berubah. Yang tadinya buruk menjadi baik. Tadinya salah jadi benar. Intinya, berubah menjadi lebih baik. Terutama berubah menjadi lebih baik dalam melaksanakan perintah Allab serta menjadi lebih baik dalam mendengarkan nasehat orangtua.

Berharap hanya pada Allah, agar anak-anak LPKA bertaubat, menyadari kesalahannya, berubah menjadi baik dan dapat istiqomah di jalan Allah. Aamiin...


Jakarta, 20 Oktober 2015
















Rabu, 07 Oktober 2015

♡ BACALAH ♡



Bulan puasa tahun ini, anak-anak LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) Pria Tangerang mendapat sumbangan satu set buku kisah Rasulullah saw berjudul Muhammad saw teladanku. Sejak disumbangkan, buku-buku itu sengaja kami simpan di ruang DKM LPKA, agar jika kami butuhkan sewaktu-waktu, dapat langsung digunakan. Karena keterbatasan waktu, maka buku-buku tersebut baru kami bacakan siang ini.

Saya meminta tolong pada salah satu anak LPKA untuk mengambilkan buku-buku itu. Hasan (nama samaran) pun bergegas menuju ruang DKM. Tak lama ia kembali ke saya.

"Bunda, bukunya diambil semua atau hanya beberapa jilid aja ?"

"Diambil semua sama tasnya. Kita baca ramai-ramai."

Hasan kembali ke ruang DKM. Tak lama ia pun keluar membawa satu tas bergambar buku tentang Rasulullah saw.

Saya mengeluarkan buku-buku yang berjumlah 16 jilid. Saya pun membagikan pada rekan saya, Wylvera (biasa saya sapa mba Wiwik). Masing-masing kami mendapat jatah 9 buku. Anak-anak kami bagi menjadi dua kelompok.




Saya pun membentuk lingkaran kecil dengan jumlah 20 anak. Saya membagi lagi menjadi lima kelompok. Masing-masing kelompok membaca satu buku.

"Bunda, gimana bacanya ?"

"Ya... kamu baca bareng-bareng sepuluh halaman. Nanti selesai baca, kalian ceritain sama bunda dan teman-teman kalian."

Mereka mengangguk mendengar penjelasan saya. Saat saya membagikan buku, mata mereka berbinar. Beberapa dari mereka berharap agar buku-buku itu diijinkan dibawa dan dibaca di dalam kamar.

"Bun... ini buat saya kan. Hehehe...."

"Heee... janganlah. Baca rame-rame disini."

Lembar demi lembar mereka buka. Awalnya mereka mengagumi kertas buku yang bagus dan gambar-gambar yang indah. Sambil memperhatikan reaksi mereka, iseng-iseng saya nyalakan stopwatch di handphone. Saya ingin tahu ketahanan mereka dalam membaca.

Saya memperhatikan stopwatch. Satu menit pertama mereka masih asyik membuka lembar-lembar halaman. Memasuki menit ketiga, beberapa anak mulai gelisah. Mulai tidak fokus. Menit keempat, beberapa anak menyerah.

"Bun, udahan ah bun. Ga ngerti saya."

"Kok ga ngerti ? Kamu ga bisa baca ?"

"Yaaahhh bunda. Bisalah bun. Males aja. Banyak benerrrrr..."

Saya tersenyum dan memaksa mereka untuk bertahan.

"Ayooo... baru juga empat menit. Ayoo baca lagi."

Beberapa anak mencoba strategi berbeda.

"Bun, gambarnya bagus ya bun."

"Iya bagus. Ayo. Lanjutin bacanya."

"Yaaahhh bunda."

Menit ke enam. Beberapa anak sudah tak memegang buku. Beberapa anak tidur telentang sambil bercanda dengan temannya. Beberapa anak lagi garuk-garuk kepala dan celingak celinguk.

beberapa anak merasa lelah membaca (dok. pribadi)



Menit ketujuh. Hampir semua anak menyerah.

"Buuunnnn... udah bun. Nyerah dah. Nih liat nih saya udah lambaikan tangan."

"Hmmm... salah. Kenapa lambaikan tangan ? Disini ga ada kamera. Kalau nyerah, lambaikan bendera putih. Ayoo lanjutin. Tinggal tiga menit lagi."

"Ammppuuunnn dah bunda...."

Menit kesepuluh. Saya memandang anak-anak yang sudah melepaskan buku dari tangannya. Namun ada beberapa anak yang masih mencoba bertahan. Saya melihat ekspresi mereka. Cara mereka memandang buku, terlihat seperti orang yang sedang asyik dengan dunianya sendiri.


seorang anak LPKA (aka LAPAS) sedang asyik membaca buku (dok pribadi)


"Oke. Sepuluh menit. Siapa yang mau cerita duluan."

"Saya bunda."

Empat anak di kelompok pertama mengembalikan bukunya pada saya.

"Kalian baca berapa halaman ?"

"Banyak bunda. Lebih dari sepuluh."

"Alhamdulillah. Nah... sekarang coba ceritain ringkasan dari yang sudah kalian baca."

"Apa yak..."

"Itu bunda... judulnya masa kecil nabi Muhammad."

"Iya. Terus ?

"Terus apa ya..."

"Trus ada kambing bun. Trus nabi Muhammad saw bukan dirawat sama ibu kandungnya."

?????.... "Trus... apa hubungannya sama kambing ?"

"Yaaahhh... gitu deh bun. Pokoknya gitu dah..."

"Kamu itu bacanya apa ? Masa baca tapi ga ngerti apa yang dibaca."

Melihat reaksi saya yang selalu mengejar dengan pertanyaan, anak-anak lain pun kembali mengambil buku yang sudah dikumpulkan dan mereka berusaha menghafalnya.



"Siapa lagi yang mau cerita ?"

"Saya bun."

"Oke. Kamu tadi ambil judul apa ?"

"Itu bun "Ensiklopedi nabi Muhammad saw."

"Bagus. Isinya tentang apa ?"

"Tentang nabi Muhammad saw dari kecil sampai besar. Tentang keluarganya. Tentang istrinya, perang, trus terakhir tentang meninggalnya."

"Hmmm... kamu baca daftar isinya ya ?"

"Jiiiaaaahhh bunda. Kok tau sih."

Mereka pun tertawa. Dan... saya pun miris. Saya berinisiatif untuk menyudahi mereka membaca buku. Buku-buku pun dikumpulkan.



"Kalian semua... kenapa kalian bisa bertahan berjam-jam main game sementara baca buku 10 menit aja kalian udah ga betah ?" Tanya saya pelan pada mereka. Mereka pun diam. Beberapa menunduk.

"Kalian tau ga salah satu sebab kalian disini adalah karena kalian malas baca. Kalian malas baca Alquran, maka kalian merasa enteng berzina. Kalian malas baca Alquran, maka kalian merasa enteng mencuri. Kalian malas baca Alquran, maka kalian ga merasa berdosa mabuk-mabukkan."

Saya berhenti sejenak, menarik nafas dalam-dalam dan memperhatikan wajah mereka satu persatu.

"Kemarin bunda sudah baca tulisan kalian. Dan isinya hampir sama. Kalian semua ingin sukses. Sukses itu ga ada yang sim salabim abrakadabra. Kalian sedang tidur tiba-tiba terbangun jadi orang sukses. Itu cuma ada di film-film. Dunia nyata ga ada yang seperti itu. Sekarang bunda tanya serius. Siapa yang benar-benar mau jadi orang sukses angkat tangan."

Semua anak mengangkat tangannya.

"Turunkan tangannya. Bunda tanya sekali lagi. Siapa yang benar-benar ingin jadi orang sukses."

Kembali mereka mengangkat tangan. Saya mengulang sekali lagi pertanyaan saya dan mereka pun mengangkat tangan dengan semangat.

"Siapa yang benar-benar ingin sukses, harus banyak baca. Kalian mau banyak baca ?"

Beberapa anak saling melirik. Satu anak mengangguk dan menjawab "iya" . Yang lainnya ragu-ragu. Kemudian beberapa anak mulai mengangguk.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Cara yang yang sangat efektif untuk menghancurkan sebuah budaya adalah dengan menghancurkan sumber bacaan mereka" NN

Benarlah kutipan di atas. Saat ini jarang ditemukan generasi Islam yang senang membaca. Generasi Islam dilenakan dengan game-game seru. Di warnet-warnet, di televisi, di mall-mall. Kalaupun ada yang senang membaca, kebanyakan bukan bacaan bermutu.

Coba tengok toko buku. Di rak buku bagian manakah generasi Islam banyak berkumpul ? Di rak buku komik, buku dongeng barat, buku dongeng sihir dan lain-lain.

Tulisan berpengaruh besar pada pola pikir seseorang. Generasi Islam yang membaca tentang kekuatan sihir, maka ia akan berpikir, jika menginginkan sesuatu dapat diperoleh secara instan. Generasi Islam yang membaca buku romantisme pergaulan anak muda, tentu akan terdorong untuk pacaran. Generasi Islam yang membaca majalah-majalah mode fashion terkini, akan merasa bangga memamerkan kecantikannya pada khalayak.

Allah Ta’ala berfirman,

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)

“Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran qolam (pena). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al ‘Alaq: 1-5).

Maha benar Allah dengan segala firman-Nya. Dengan membaca, maka manusia dapat mengetahui perintah dan larangan Allah. Karena manusia tidaklah diciptakan begitu saja di dunia ini. Itulah urgensinya membaca. Maka bacalah, bacalah dan bacalah !


* rujukan : Alquran

Jakarta, Selasa 6 Oktober 2015



Minggu, 27 September 2015

♡ TAHUN YANG TAK PERNAH BERULANG ♡



disebuah cafe...

" happy birthday to you... happy birthday to you... happy birthday... happy birthday... happy birthday to you...

di sebuah resto...

"Selamat ulang tahun kami ucapkan...
Selamat panjang umur kita kan doakan...
Selamat sejahtera sehat sentosa...
Selamat panjang umur dan bahagia..."

di sebuah kantin kampus

"Tiup lilinnya... tiup lilinnya sekarang juga, sekarang juga.... sekarang juga...."

Ramainya sebagian orang merayakan "ulang tahun" mulai anak kecil hingga nenek-nenek.

Tiap detik, tiap menit, jam, hari, bulan... jutaan orang di berbagai belahan bumi merayakannya.

Ulang tahun tidak identik dengan diri seseorang. Perusahaan, negara, bahkan sebuah hubungan tak luput dari ulang tahun.

Tidakkah terasa ada yang janggal ?

Apakah arti sebuah kata "ulang tahun" ?

Apakah tahun bisa berulang ?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (kbbi.web.id), ulang tahun adalah :
ulang tahun/ulang ta·hun/ n 1 hari lahir: ia sedang memperingati -- anaknya; pesta --; 2 hari ketika suatu peristiwa penting terjadi: upacara -- Kemerdekaan Republik Indonesia dilaksanakan di seluruh pelosok tanah air;

Bicara ulang tahun, erat kaitannya dengan waktu. Banyak firman Allah yang membahas tentang waktu. Salah satu yang banyak dijadikan rujukan adalah QS Al'Ashr.

Allah Ta’ala berfirman,

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”

Firman-Nya, "Demi masa." Yaitu Allah bersumpah dengannya, yaitu seluruh masa (waktu) baik itu malam, siang, pagi dan sore.

Kemudian Allah menjawab, "Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian," penuh kekurangan, kehancuran, dan kerugian karena hidup di dalam kesusahan  kemudian setelah mati, masuk ke dalam neraka Jahanam.

Firman-Nya, " Kemudian orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal salih," yaitu mereka yang dikecualikan  oleh Allah tidak akan merugi. Siapakah yang dikecualikan Allah ?

Mereka adalah orang-orang yang  beriman,  beramal sholeh,  saling menasehati dalam kebenaran, saling menasehati dalam kesabaran.

Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

“Ada dua kenikmatan yang banyak dilupakan oleh manusia, yaitu nikmat sehat dan waktu luang”. (Muttafaqun ‘alaih)

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari membawakan perkataan Ibnu Baththol. Beliau mengatakan,”Makna hadits ini adalah bahwa seseorang tidaklah dikatakan memiliki waktu luang hingga badannya juga sehat. Barangsiapa yang mendapatkan seperti ini, maka bersemangatlah agar tidak tertipu dengan lalai dari bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan oleh-Nya. Di antara bentuk syukur adalah melakukan ketaatan dan menjauhi larangan. Barangsiapa yang luput dari syukur semacam ini, dialah yang tertipu.”




Semua makhluk ciptaan Allah mendapat jatah waktu yang sama yaitu 24 jam. Orang yang pandai memanfaatkan waktu dan orang yang lalai dalam memanfaatkan waktu, sama-sama mendapat jatah yang sama dari Allah.

Semua kembali pada diri masing-masing....

 Dengan waktu atau tahun yang terus bertambah, apakah kita dapat memanfaatkannya ?...
 Dengan bertambahnya waktu, apakah bertambah juga keimanan kita ?...
 Dengan bertambahnya waktu, apakah amal soleh kita juga bertambah ? ...
Waktu yang terus bertambah, sudahkah kita memanfaatkannya untuk ber amar ma'ruf nahi mungkar ?...

Betulkah yang sudah kita lakukan selama ini dalam menyikapi hari ulang tahun ?

Terlepas dari boleh tidaknya merayakan ulang tahun, bagi saya kata "ulang tahun" terasa janggal. Karena waktu tak pernah bisa diulang. Detik yang berlalu tak mungkin terulang. Hari kemarin tak mungkin kembali lagi. Begitupun tahun.

*sumber :
Tafsir Alquran Al-Aisar (Syekh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi)
www.rumaysho.com
www.dakwatuna.com

Jakarta 27 September 2015
Bunda Suci


Selasa, 22 September 2015

MISSION IMPOSIBLE (1)



Empat tahun sudah Gerakan Peduli Remaja (GPR)  secara rutin melakukan kegiatan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA aka Lapas Anak) Pria Tangerang.

Masih ingat ketika pertama kali mengadakan kegiatan di LPKA. Tidak seorangpun yang mau mendekati kami. Anak-anak tahanan ini hanya memandang kami dari kejauhan. Istilahnya, kami dicuekin sama mereka. Bahkan ada satu anak yang bilang seperti ini,

"Halah... bunda mah paling kesini cuma sekali aja. Besok-besok ga bakalan balik lagi. Liat aja."

Mendengar perkataannya, saya memandang teman-teman saya. Ketika pulang, perkataan anak tahanan tadi menjadi diskusi kami sepanjang jalan.

Tak bisa disalahkan jika ada anak-anak tahanan  berpikiran seperti itu. Bisa jadi memang kegiatan yang dilakukan oleh pihak luar LPKA, hanya bersifat sementara. Seperti saat pembuatan skripsi, sumbang pakaian layak pakai, sumbang alat tulis dll. Kemudian setelah kegiatan selesai, mereka tak kembali lagi. Padahal yang dibutuhkan anak-anak ini adalah kegiatan yang berkesinambungan, terus menerus atau rutin.

Tak bisa disalahkan juga jika kegiatan yang dilakukan oleh pihak luar LPKA hanya bersifat sementara. Mengingat jauhnya lokasi LPKA. Waktu kegiatan yang dibatasi, serta mungkin juga dana yang terbatas.

Nah, beberapa hal ini sudah pernah diungkapkan oleh pimpinan LPKA.

"Kelemahan organisasi Islam yang melakukan kegiatan disini hanya dua mba, yaiti dana dan sumber daya manusia (SDM)." Kata almarhum bapak Budi, Kepala LPKA periode 2012-2013.

Dua hal yang terlihat simple, namun ketika dijalankan ternyata cukup berat. Ada ormas Islam yang mengadakan kegiatan kreatif di LPKA, hanya berjalan setahun. Kemudian hilang, tak ada kabar. Ada lagi ormas Islam yang mengadakan kegiatan setahun sekali saja yaitu saat Idul Fitri atau Idul Adha. Ada pula ormas Islam yang betul-betul hanya datang sekali kemudian tak pernah datang lagi.

Maka ketika kami, GPR telah menginjak tahun ke empat berkegiatan di LPKA, ini bagaikan mission imposible.

Karena GPR bukanlah ormas besar yang mempunyai dana besar. GPR juga bukan ormas besar yang mempunyai massa besar. Dua kendala yang disebutkan di atas, hampir setiap waktu menghampiri GPR.

SDM yang on off. SDM yang tiba-tiba menghilang atau mundur. Dana yang tidak cukup atau bahkan tak ada sama sekali. Semua pernah kami alami.

Mungkin saja ada yang menganggap langkah ini sebagai mission immposible. Namun, jika Allah sudah berkehendak, tak ada yang bisa menghalangi.

snack untuk anak LPKA

200 kotak snack sumbangan para donatur

memberikan kata sambutan

kak Toyib sedang memotivasi anak-anak


Tidak mungkin mengadakan kegiatan di lokasi yang jauh., namun Allah berkehendak memudahkan langkah ini.

Tidak mungkin memberikan makanan berbuka puasa selama tiga hari berturut-turut untuk anak-anak LPKA. Namun Allah menggerakkan hati para donatur untuk memberikan sebagian rejeki mereka.

Tidak mungkin mengundang artis secara gratis untuk menghibur anak-anak LPKA. Namun Allah melapangkan hati para artis untuk datang dengan sukarela. Bahkan Allah gerakkan kedatangan mereka secara rutin.

MasyaAllah...

Banyak sekali kejadian di dunia ini yang jika dipikirkan menggunakan logika manusia, tidak akan mungkin terjadi. Tapi... tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah.


QS Al-Baqarah :117 "Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah!" Lalu jadilah ia."


Tidak ada yang tidak mungkin, jika Allah sudah berkehendak.

Jakarta 22 September 2015

Sabtu, 19 September 2015

BELAJAR DARI MEREKA

Kembali berbagi bersama ibu-ibu sapu binaan yayasan Al-Khansa Bumi Serpong Damai (BSD). MasyaAllah... bahagia bisa kembali bersama mereka. Setelah sempat dua bulan saya vakum karena bulan Ramadhan. 

Banyak orang yang tidak menganggap keberadaan para ibu-ibu sapu ini. Namun, tengoklah perjuangan mereka dalam bekerja dan mencari ilmu. 

Sebagian besar ibu-ibu sapu ini usianya sudah tak muda lagi. Kalaupun muda, penampilan fisiknya jauh dari kesan muda. Itu karena pekerjaan mereka yang berat. Banyak dari mereka yang berangkat menuju tempat kerja dengan berjalan kaki. Pernah saya ngobrol dengan salah satu ibu sapu.

"Ibu dari rumah kesini naik apa ?" tanya saya

"Jalan kaki bu."

"Jauh bu rumahnya ? Jalan kaki berapa lama?"

"Ya... lima belas menit lah bu. Jauhnya mah ngga pernah ngukur, hehehe..."

Jalan kaki lima belas menit menuju tempat kerja. Kemudian pekerjaannya menyapu jalanan rumah-rumah mewah yang ada di sekitar BSD. Para ibu sapu ini bekerja sejak pukul delapan pagi hingga pukul empat sore. Diseling waktu istirahat selama satu jam.

Walaupun pekerjaan yang cukup berat, namun semangat ibu-ibu sapu dalam menuntut ilmu agama, patut diacungi jempol. Bagaimana tidak.... 

Setelah pagi harinya mereka berjalan menuju tempat kerja, kemudian menyapu jalanan. Ketika tiba hari Jumat saatnya menimba ilmu, ibu-ibu sapu ini kembali berjalan kaki menuju tempat yang sudah ditentukan. Selain berjalan kaki, sebagian juga ada yang naik truk. Truk ini disiapkan oleh kontraktor penanggung jawab para ibu sapu. Sungguh perjuangan yang luar biasa...


ibu-ibu sapu mengantri nasi bungkus dari yayasan Al-Khansa

berbagi hikmah bersama -+ 250 ibu sapu
Banyak hikmah yang bisa didapat dari mereka....

Tentang syukur yang harus ada di dalam hati kita. Syukur pada kehidupan yang Allah swt berikan. Bahwa hidup kita tak sekeras para ibu sapu.

Tentang ikhlas dalam melakukan pekerjaan. Bayangkan para ibu sapu ini tentulah tak punya pembantu. Sejak pagi mereka sudah mengurus rumah, kemudian dilanjutkan dengan bekerja, dan kembali ke rumah mengerjakan pekerjaan rumah.

Tentang niat yang kuat dalam mencari ilmu. Kebanyakan manusia ketika diberi kemudahan, mereka lalai dalam mencari ilmu Allah. Selalu saja ada alasan. Entah yang sibuk, tak ada waktu, rapat, dan berbagai macam alasan. Padahal Allah telah memberi kemudahan semisal, diadakan pembantu rumah tangga untuk meringankan pekerjaan rumah tangga. Diberi rejeki kendaraan oleh Allah agar tak lelah berjalan kaki ataupun naik angkutan umum. Dan masih banyak kemudahan lain, namun tak ada keinginan untuk mendalami ilmu Allah.

Tak cukup kiranya blog ini menuliskan hikmah yang di dapat dari para ibu sapu. MasyaAllah.... sesungguhnya kitalah yang belajar dari mereka. Sungguh... mereka telah memberi hikmah yang luar biasa....



فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

QS Ar-Rahman 42," Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?"



Jakarta, Jumat 18 September 2015
Bunda Suci 

Senin, 26 Agustus 2013

Aksi Damai untuk Mesir

Aksi damai Jumat 16 Agustus 2013

massa menyemut di depan Kedubes AS

walau panas menyengat, anak kecil ini tetap bertahan, subhanallah...

tak beranjak ditengah teriknya matahari

Aksi damai Senin 19 Agustus 2013

massa berkumpul di Bundara HI

massa berjalan menuju Kedubes Mesir

massa mengangkat tangan #R4BIA... Allahuakbar....

ustad Bahtiar Nasir orasi dari atas mobil

longmarch 



Selasa, 06 November 2012

IBU PENJUAL KETOPRAK DAN ANAKNYA


Setiap ada kegiatan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak Pria Tangerang, saya dan teman-teman selalu menyempatkan diri untuk makan siang di depan masjid Al’Azhom.

Diseberang masjid itu terdapat berbagai makanan murah meriah. Ada soto ayam, nasi uduk, bakso, mi ayam, ketoprak, ayam bakar, minuman dll. Initinya, bagi kami, makanan di seberang masjid itu pas di kantong dan pas dilidah ^__^

Ketoprak memang salah satu makanan favorit saya. Karena itu, hampir setiap minggu saya tak pernah absen untuk membelinya.

Begitu juga siang itu. Saya dan Lisya kembali membeli ketoprak. Mungkin karena sudah berkali-kali membeli, ibu penjual ketropak pun sangat ramah pada kami.

Seperti layaknya makanan pinggir jalan, bangku dan meja disusun berhadap-hadapan. Saya mengambil posisi duduk disebelah Lisya agar lebih bebas ngobrol. Dihadapan kami, ada empat orang anak perempuan memakai seragam SMA. Agak jauh dari kami, juga terdapat gerombolan anak pria berseragam SMA.

Karena posisi mereka dihadapan saya, mau tidak mau, saya pun memperhatikan tingkah mereka. Anak-anak perempuan itu saling melempar senyum dan candaan pada gerombolan anak lelaki di seberang mereka.

Sebagai seorang ibu, saya malu melihat tingkah anak perempuan yang seperti tidak punya malu dan batasan. Tertawa bebas lepas, cekikikan, dan berbagai tingkah genit yang memang sepertinya ditujukan untuk memancing gerombolan anak lelaki.

Saya dan Lisya saling pandang dan hanya bisa geleng-geleng kepala.

Alhamdulillah tak lama, pesanan ketoprak pun datang. Perhatian saya dan Lisya bisa teralihkan ke makanan. Saya pun memesan minuman pada ibu penjual ketoprak. Ibu itu memanggil anaknya. Seorang pemuda yang sejak tadi duduk santai di dekat tumpukan minuman.

Saya langsung tertarik. Saya perhatikan, usia pemuda ini tak jauh dari usia anak-anak SMA yang bergerombol diseberang sana. Penampilannya bersih, sopan, dan gesit dalam melayani pesanan. Dan yang menyentuh hati saya adalah, pemuda itu sama sekali tidak malu membantu ibunya berjualan. Padahal, beberapa kali anak-anak perempuan SMA meliriknya. Namun, tak digubris.

Perhatian saya langsung beralih ke pemuda itu, anak ibu penjual ketoprak. Beberapa kali ia harus bolak balik membersihkan meja, mengantarkan pesanan, mencuci piring dan mangkok yang kotor dll. Dan itu dilakukannya tepat dihadapan anak perempuan SMA.

Tingkahnya sangat wajar, cenderung cuek malah. Ia sama sekali tidak mencari perhatian. Tidak juga berusaha melirik cewek-cewek itu. Malah kebalikannya.

Saya mempercepat makan. Ada rasa penasaran di hati saya.

Setelah membayar, saya pun mengajak ibu penjual ketoprak mengobrol.

“Itu anaknya bu?” tanya saya sambil menunjuk pemuda yang sejak tadi saya perhatikan.

“Iya bu, itu anak saya,” jawab ibu sambil tersenyum

“Subhanallah ya bu, mau membantu ibu jualan. Biasanya kan anak muda malu.”

“Alhamdulillah bu, semua anak saya ga ada yang gengsi. Dari kecil sudah bantuin saya. Ini anak keenam saya. Sebenarnya dia kerja bu. Jadi buruh pabrik. Kalau dia dapat shift malam, siangnya dia bantuin saya jualan. Kalo dapet shift pagi, malamnya bantuin juga.”

Subhanallah..... Alhamdulillah masih ada pemuda pekerja keras.

Kontras sekali dengan gerombolan anak perempuan dan anak lelaki SMA yang tadi ada diseberang saya. Gaya mereka yang sangat cuek, cari perhatian sana sini, merokok, bicara kotor, tidak menghargai orangtua. Beberapa dari mereka menggunakan handphone terkini, yang bisa dipastikan, untuk pulsanya, masih minta pada orangtua.

Sangat jauuhh berbeda dengan pemuda ini.

Ibu penjual ketoprak bercerita, sejak kecil, ia mendidik anak-anaknya untuk tidak gengsi, tidak malu bekerja apapun selama itu halal. Sambil merapikan kerudungnya, ia melanjutkan ceritanya.

“Kakak-kakaknya juga begitu bu. Anak saya yang pertama dan kedua, dulu kalau pulang kuliah, langsung bantu saya jualan. Mereka pulang dulu, ganti baju, trus langsung kesini. Kalau dirumah ya juga gitu. Semua dikerjakan sendiri.”

Alhamdulillah... Betapa bersyukurnya saya bisa mengobrol dengan ibu ini. pemahaman yang diberikan oleh ibu pada anak-anaknya sejak kecil bahwa hidup itu harus bekerja keras, rejeki harus dicari bukan ditunggu, jangan gengsi pada pekerjaan halal, karena gengsi tidak bisa membiayai hidup.

Subhanallah. Itulah beberapa kalimat yang saya ingat. Kalimat yang diucapkan seorang ibu penjual ketoprak. Kalimat yang mungkin menurutnya biasa saja. Tapi menurut saya, sarat dengan makna.

Sayang sekali, karena waktu yang terbatas, saya harus bergegas ke Lapas. Semoga minggu depan saya masih bisa mendapat pelajaran hidup dari ibu penjual ketoprak, dan semoga ia masih mau berbagi pengalaman pada saya.


Sabtu, 03 November 2012

A BROKEN WING....


Anak yang lahir dari keluarga broken home, bagaikan burung yang kehilangan salah satu sayapnya. Burung dengan sayap lengkap, dapat terbang melanglang buana. Mencari makan hingga pelosok dan mampu melawan badai angin yang menerpa.

Tapi, bagaimana dengan burung yang hanya mempunyai satu sayap? Dapatkah ia terbang dengan sempurna??...

Dengan kehadiran ibu dan ayah yang baik, jiwa anak menjadi lengkap. Kasih sayangnya sempurna. Dan itu sangat berpengaruh pada perjalanan hidupnya.

9 dari 10 anak Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak Pria Tangerang, berasal dari keluarga broken home. Bukan hanya perceraian orangtua yang membuat jiwa mereka labil, namun juga kekerasan rumah tangga yang setiap hari mereka saksikan, punya andil besar dalam perkembangan jiwa mereka.

Ayah yang sangat ringan tangan, menjadi salah satu sebab jiwa anak Lapas menjadi labil.

Emosi orangtua yang meledak-ledak dan bertengkar dihadapan anak, sangat berpengaruh pada sikap dan pola pikir anak. Dua hal yang dirasakan anak, yaitu terbiasa dengan kekerasan atau menjadi dendam terhadap kekerasan.

Kedua hal tersebut secara gamblang diceritakan oleh beberapa anak Lapas.

Sebut saja namanya A. Sejak kecil, A selalu menyaksikan ibunya dipukul oleh ayahnya. Selain memukul ibunya, A pun tak luput dari pukulan ayahnya. Begitupun adik-adik A. Hampir setiap hari, mereka terbiasa dengan bentakan, cacian dan pukulan sang ayah.

Hal itu memupuk dendam dalam diri A. Ingin rasanya A membalas perlakuan ayahnya, namun, ia belum sanggup.

Hingga suatu saat, ketika A pulang bekerja sampingan, orangtuanya bertengkar hebat. Ayah A pun mulai melayangkan pukulan pada ibu A. A dan adik-adiknya berusaha melindungi ibu mereka. Namun ayah A seperti kesetanan, tak mau berhenti memukul ibu A.

A pun segera menyuruh ibu dan adik-adiknya menghindar keluar rumah. Setelah itu, A menarik ayahnya ke kamar. Di kamar, mereka berdua bertengkar hebat. Hingga ayah A terbunuh di tangan A. Sesaat A merasa puas dapat melampiaskan kemarahannya selama ini. namun tak lama kemudian, penyesalan hebat dirasakan A. Ia sangat menyesal telah membunuh ayahnya sendiri. Dan penyesalan itu terus menghantuinya hingga saat ini.

Lain dengan kisah B. Sejak bayi ia diasuh oleh kakek dan neneknya. Ibunya baru muncul ketika B menginjak usia TK. Itupun karena ibunya memutuskan untuk berpisah dengan ayahnya. Perpisahan ini dilakukan karena pekerjaan ayah B tidak halal, yaitu seorang perampok.

Jiwa B terasa hilang ketika ibunya memutuskan untuk kembali dan membawanya pergi. Beruntung kakek dan nenek B tidak menuruti keinginan ibu B.

Bagi B, sosok kakek dan neneklah yang sangat berjasa dalam hidupnya. Ibu ada disisinya, tapi, ia tak merasakan kasih sayang yang utuh. Ibu ada hanya sekedar sosok. Sekedar fisik. Perasaan B pada ibunya pun hambar.

Pada ayahnya, B tidak berharap banyak, mengingat pekerjaan ayah B yang menjadi incaran polisi. Pemberontakan yang B lakukan, tidak sampai membunuh kedua orangtuanya, namun, tingkah laku B yang sangat nakal hingga mengakibatkan ia di penjara.

Yang ada dipikiran B saat ini adalah penyesalan yang mendalam. Namun bukan pada ibu yang telah melahirkannya, pun bukan pada ayahnya. B menyesal telah mengecewakan kakek dan neneknya. Jika bebas nanti, yang B inginkan juga bukan membahagiakan kedua orangtuanya, namun, membahagiakan kakek neneknya.

Setiap pasangan menikah, dan mempunyai anak, dituntut menjadi orangtua yang baik bagi anak-anaknya. Menjadi orangtua yang baik, tidak ada sekolahnya. Menjadi orangtua yang baik, juga tidak tergantung pada tinggi rendahnya tingkat pendidikan.

Namun, menjadi orangtua yang baik, dapat kita pelajari. Begitu banyak kisah di dalam Al-quran yang menceritakan bagaimana para nabi terdahulu dalam membina keluarga dan mendidik anak. Lihatlah surat Luqman. Banyak pesan yang terkandung didalamnya. Selain Al-quran, kita juga dapat mempelajari lewat sirah Rasulullah saw.

Begitu indah Rasulullah saw mendidik anak-anaknya, bahkan anak pamannya. Tidak pernah ada bentakan apalagi hantaman yang Rasulullah saw lakukan pada anak-anak. Rasulullah saw adalah teladan terbaik untuk para ayah. Betapa Rasulullah saw sering memeluk dan mencium anak-anaknya.

Menjadi orangtua yang baik, adalah kewajiban setiap muslim, karena akan dipertanggung jawabkan kelak di hadapan Allah swt. Jika kita menjadi orangtua yang baik, dan dapat mendidik anak-anak dengan baik, maka itu merupakan salah satu tabungan orangtua muslim di akhirat. Karena, salah satu doa yang dikabulkan Allah swt adalah doa anak-anak shaleh bukan?...

Maka, didiklah anak-anak kita sebaik mungkin, biarkan mereka terbang dengan sempurna, dengan kedua sayapnya yang utuh. Hingga mereka dapat menaklukkan dunia dan mendapat bekal untuk akhirat nanti. 


Kamis, 01 November 2012

IMAM BUKHARI


Sebagai seorang muslim, tentulah kita tau siapa Imam Bukhari. Seorang ahli hadits yang terkenal. Haditsnya banyak dijadikan rujukan oleh kaum muslim sejak dulu kala.

Namun, saya bukan ingin menceritakan Imam Bukhari ahli hadits. Tapi, Imam Bukhari, tahanan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak Pria Tangerang.

Penampilan Imam (begitu ia biasa dipanggil), seperti remaja kebanyakan. Badannya tinggi besar, bersih dan agak pemalu. Imam termasuk salah satu dari lima orang yang saya data hari itu.

Siang itu di masjid, lima orang anak Lapas duduk mengelilingi saya. Satu persatu mereka menyebutkan nama. Hingga sampailah pada Imam.

“Kalau kamu namanya siapa?” tanya saya

“Imam Bukhari bun,” jawabnya

Saya terdiam. Saya menghentikan menulis. Saya menatapnya bingung. “Siapa nama kamu?” tanya saya lagi.

“Imam Bukhari bun.”

“Serius nama kamu Imam Bukhari?” lagi-lagi saya bertanya karena masih penasaran. Teman-teman Imam yang lain mulai tersenyum.

“Beneran bunda, nama saya Imam Bukhari.” Jawabnya lagi

Saya masih menatap Imam. Saya pun kembali bertanya, apakah ia tau siapa itu Imam Bukhari? Dan Imam pun menceritakan panjang lebar tentang Imam Bukhari. Imam berkisah, bagaimana Imam Bukhari mengumpulkan hadits yang tercecer, bagaimana Imam Bukhari dihormati ulama saat itu dan sebagainya. Subhanallah...

“Kamu sudah tau sedikit banyak tentang Imam Bukhari, keshalehan beliau, lalu , kenapa kamu sampai disini?” tanya saya

Imam menunduk. Karena pergaulan jawabnya. Lingkungan yang memaksa Imam sampai disini.

Saya pun memberikan formulir pendataan pada Imam untuk dilengkapi. Dengan serius, Imam mengisinya. Setelah diisi, saya pun mengamati satu persatu jawabannya.

Usia Imam baru 17 tahun. Ia ditahan di Lapas sejak tahun 2011. Dan jika tak ada halangan, baru akan menikmati dunia luar di tahun 2015. Subhanallah... Waktu yang cukup lama. Kasus Imam pun bukan kasus biasa, yaitu tawuran hingga pembunuhan.

Aahh Imam, orangtuamu memberi nama ulama besar padamu, dengan harapan agar engkau pun seperti ulama besar itu. Tapi nasi sudah menjadi bubur, bukan saatnya tenggelam dalam penyesalan. Hidup terus berjalan. Harus ada perubahan.

Dan perubahan itulah yang menjadi tekad kuat Imam. Seperti tekadnya untuk menjadi hafidz. Subhanallah...

“Bunda, saya ingin belajar baca Alquran dan ingin menghafal. Bunda bisa ajarin saya?”

Tenggorokan saya tercekat. Ya Allah, sering kali manusia harus menghadapi ujian agar ia sadar betapa Engkau ternyata sangat dekat.

Saya mengangguk, menyanggupi permintaannya.

“InsyaAllah ya, nanti bunda bawa yang ahli. Bukan bunda yang ngajarin. Tapi insyaAllah ada.”

“Iya bun, saya nyesel. Saya pingin taubat. Mudah-mudahan kalau saya bisa baca Alquran dan menghafal, Allah mau mengampuni saya.”

Dengan polos dan tanpa beban Imam berkata seperti itu. Ya Allah Maha Pengasih... dengarlah doa tulus Imam. Terima taubatnya, tetapkan ia dijalan-Mu, jangan biarkan ia terjatuh lagi, ampuni dosa-dosanya.... Mudahkan ia menuju jalan-Mu.