Selasa, 06 November 2012

IBU PENJUAL KETOPRAK DAN ANAKNYA


Setiap ada kegiatan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak Pria Tangerang, saya dan teman-teman selalu menyempatkan diri untuk makan siang di depan masjid Al’Azhom.

Diseberang masjid itu terdapat berbagai makanan murah meriah. Ada soto ayam, nasi uduk, bakso, mi ayam, ketoprak, ayam bakar, minuman dll. Initinya, bagi kami, makanan di seberang masjid itu pas di kantong dan pas dilidah ^__^

Ketoprak memang salah satu makanan favorit saya. Karena itu, hampir setiap minggu saya tak pernah absen untuk membelinya.

Begitu juga siang itu. Saya dan Lisya kembali membeli ketoprak. Mungkin karena sudah berkali-kali membeli, ibu penjual ketropak pun sangat ramah pada kami.

Seperti layaknya makanan pinggir jalan, bangku dan meja disusun berhadap-hadapan. Saya mengambil posisi duduk disebelah Lisya agar lebih bebas ngobrol. Dihadapan kami, ada empat orang anak perempuan memakai seragam SMA. Agak jauh dari kami, juga terdapat gerombolan anak pria berseragam SMA.

Karena posisi mereka dihadapan saya, mau tidak mau, saya pun memperhatikan tingkah mereka. Anak-anak perempuan itu saling melempar senyum dan candaan pada gerombolan anak lelaki di seberang mereka.

Sebagai seorang ibu, saya malu melihat tingkah anak perempuan yang seperti tidak punya malu dan batasan. Tertawa bebas lepas, cekikikan, dan berbagai tingkah genit yang memang sepertinya ditujukan untuk memancing gerombolan anak lelaki.

Saya dan Lisya saling pandang dan hanya bisa geleng-geleng kepala.

Alhamdulillah tak lama, pesanan ketoprak pun datang. Perhatian saya dan Lisya bisa teralihkan ke makanan. Saya pun memesan minuman pada ibu penjual ketoprak. Ibu itu memanggil anaknya. Seorang pemuda yang sejak tadi duduk santai di dekat tumpukan minuman.

Saya langsung tertarik. Saya perhatikan, usia pemuda ini tak jauh dari usia anak-anak SMA yang bergerombol diseberang sana. Penampilannya bersih, sopan, dan gesit dalam melayani pesanan. Dan yang menyentuh hati saya adalah, pemuda itu sama sekali tidak malu membantu ibunya berjualan. Padahal, beberapa kali anak-anak perempuan SMA meliriknya. Namun, tak digubris.

Perhatian saya langsung beralih ke pemuda itu, anak ibu penjual ketoprak. Beberapa kali ia harus bolak balik membersihkan meja, mengantarkan pesanan, mencuci piring dan mangkok yang kotor dll. Dan itu dilakukannya tepat dihadapan anak perempuan SMA.

Tingkahnya sangat wajar, cenderung cuek malah. Ia sama sekali tidak mencari perhatian. Tidak juga berusaha melirik cewek-cewek itu. Malah kebalikannya.

Saya mempercepat makan. Ada rasa penasaran di hati saya.

Setelah membayar, saya pun mengajak ibu penjual ketoprak mengobrol.

“Itu anaknya bu?” tanya saya sambil menunjuk pemuda yang sejak tadi saya perhatikan.

“Iya bu, itu anak saya,” jawab ibu sambil tersenyum

“Subhanallah ya bu, mau membantu ibu jualan. Biasanya kan anak muda malu.”

“Alhamdulillah bu, semua anak saya ga ada yang gengsi. Dari kecil sudah bantuin saya. Ini anak keenam saya. Sebenarnya dia kerja bu. Jadi buruh pabrik. Kalau dia dapat shift malam, siangnya dia bantuin saya jualan. Kalo dapet shift pagi, malamnya bantuin juga.”

Subhanallah..... Alhamdulillah masih ada pemuda pekerja keras.

Kontras sekali dengan gerombolan anak perempuan dan anak lelaki SMA yang tadi ada diseberang saya. Gaya mereka yang sangat cuek, cari perhatian sana sini, merokok, bicara kotor, tidak menghargai orangtua. Beberapa dari mereka menggunakan handphone terkini, yang bisa dipastikan, untuk pulsanya, masih minta pada orangtua.

Sangat jauuhh berbeda dengan pemuda ini.

Ibu penjual ketoprak bercerita, sejak kecil, ia mendidik anak-anaknya untuk tidak gengsi, tidak malu bekerja apapun selama itu halal. Sambil merapikan kerudungnya, ia melanjutkan ceritanya.

“Kakak-kakaknya juga begitu bu. Anak saya yang pertama dan kedua, dulu kalau pulang kuliah, langsung bantu saya jualan. Mereka pulang dulu, ganti baju, trus langsung kesini. Kalau dirumah ya juga gitu. Semua dikerjakan sendiri.”

Alhamdulillah... Betapa bersyukurnya saya bisa mengobrol dengan ibu ini. pemahaman yang diberikan oleh ibu pada anak-anaknya sejak kecil bahwa hidup itu harus bekerja keras, rejeki harus dicari bukan ditunggu, jangan gengsi pada pekerjaan halal, karena gengsi tidak bisa membiayai hidup.

Subhanallah. Itulah beberapa kalimat yang saya ingat. Kalimat yang diucapkan seorang ibu penjual ketoprak. Kalimat yang mungkin menurutnya biasa saja. Tapi menurut saya, sarat dengan makna.

Sayang sekali, karena waktu yang terbatas, saya harus bergegas ke Lapas. Semoga minggu depan saya masih bisa mendapat pelajaran hidup dari ibu penjual ketoprak, dan semoga ia masih mau berbagi pengalaman pada saya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar