Selasa, 06 November 2012

PENGAMEN BENGIS


Bagi saya, ada beberapa waktu dimana naik angkutan umum di Jakarta, lebih nyaman daripada membawa  kendaraan pribadi. Diantaranya adalah saya bisa bebas membaca buku sampai tiba di tempat tujuan.

Tapi akhir-akhir ini saya sangat terganggu dengan tingkah beberapa pengamen. Yang tentu saja menghilangkan kenyamanan saya di angkutan umum.

Seperti siang itu. Setiap ke kampus di daerah Mampang, saya selalu naik bis dari UKI. Bis jurusan Cililitan-Blok M. Siang itu bis masih kosong. Masih ngetem menunggu penumpang. Alhamdulillah saya mendapat tempat duduk favorit yaitu dekat jendela. Saya pun langsung tenggelam dalam buku.

Tidak lama berselang, tiba-tiba dua orang pengamen muncul. Dua orang lelaki dengan penampilan yang membuat saya gerah. Tato berbagai gambar ada disekujur tubuh mereka. Juga tindikan anting. Salah satu pengamen bahkan menyematkan peniti di bawah bibirnya. Aahh, ada-ada saja. Terus terang, sejak dekat dengan teman-teman Punk Muslim dan anak-anak Lapas, saya tidak terlalu takut dengan penampilan mereka. Saya malah penasaran, jika mereka masuk Lapas, apakah mereka masih berani menakut-nakuti penumpang? ^__^

Saya masih melanjutkan membaca buku. Tiba-tiba salah seorang pengamen,mendekati kursi saya dan mulai berteriak-teriak.

“Ya yang pura-pura tidur atau baca buku, silakan melanjutkan kegiatan kalian. Asal tau saja, kami bisa gelap mata. Masih untung kami bernyanyi, tidak menjambret, merampok apalagi membunuh.”

???? Apakah maksud pengamen itu saya?? Saya pun langsung menatap tajam dirinya. Ya, walaupun agak ngeper juga, tapi kalau saya diancam dan saya merasa tidak salah, saya akan lawan sebatas kemampuan.

Pengamen itu mulai mengeluarkan kantong permen untuk meminta uang dari para penumpang. Tiba di kursi saya, saya tidak menatap kantong permen, tapi saya menatap matanya dan saya juga tidak memasukkan sepeser uangpun. Saya ingin tau, apa ia marah dan lalu menjambret saya di hadapan orang banyak? Ternyata.... tepat seperti dugaan saya. Dia tidak berani. Dia hanya melengos dan segera berlalu ke penumpang lain.

Heehh.... saya menarik nafas lega dan bersyukur....

Tapi, esok harinya saya tidak berani melakukan hal seperti kemarin. Siang ini, saya kembali naik bis yang sama. Dan seperti biasa, saya tenggelam dalam buku. Tak lama, seorang pemuda naik ke atas bis.

Dia tidak membawa alat musik apapun. Hanya sebuah tas kecil dan selembar kertas putih. Mulailah ia berteriak-teriak. Dan kali ini saya bergidik...

“Ya ibu-ibu bapak-bapak, sudah tau ya kalau pisau itu tajam. Silet yang saya pegang ini pun sangat tajam. Kalau tidak percaya silakan perhatikan saya.”

Iapun memperlihatkan sebuah silet kecil pada para penumpang. Kertas putih yang ada ditangan kirinya pun disobek-sobek dengan silet. Sekali tebas, kertas putih itu langsung terbelah. Saya menahan nafas, lalu, atraksi apalagi yang akan kau suguhkan? Tanya saya dalam hati.

“Nah, sudah liat ya ibu-ibu bapak-bapak, kalau silet ini sangat tajam. Sekarang coba perhatikan lagi.” Ia membuka salah satu lengan bajunya. Saya memperhatikan banyak bekas sayatan di tangannya.

“Lihat ya bapak ibu. Silet ini sangat tajam.” Dan ia pun mulai menyayat-nyayat lengannya dengan menggunakan silet itu.

Hhhheeehh.... saya langsung memejamkan mata. Saya tidak berani melihatnya. Ini orang maunya apa sih? Saya semakin penasaran.

“Bapak ibu, silet ini sangat tajam. Jangan sampai saya gelap mata. Saya tidak meminta banyak. Hanya untuk membeli sebungkus nasi. Harga sebungkus nasi yang tidak sebanding dengan tabungan bapak ibu sekalian.”

Ooo jadi itu maksudnya.... Ok. Naluri wanita saya muncul. Saya tidak berani. Tidak seperti pada pengamen bertato, kali ini saya tidak berani menatap matanya. Tangan saya sibuk mencari uang kecil. Saat ia tiba dihadapan saya, dengan cepat saya memasukkan uang ke kantong permen yang dipegangnya. Sambil berharap agar ia cepat turun dari bis.

Dua hari dengan ancaman yang sama, jangan sampai kami gelap mata. Kalimat itu dipakai sebagai alasan untuk mengancam penumpang. Dan cara itu cukup efektif untuk menghasilkan uang.

Saya menyayangkan sikap para pengamen yang seperti itu. Usia mereka masih muda. Masa depan mereka masih panjang. Sebenarnya masih banyak hal baik yang dapat mereka kerjakan. Mengapa mereka tidak berubah?? Apakah mereka tidak bisa berubah atau tidak mau berubah??

Jika tindakan seperti ini (ancam mengancam di angkutan umum) tidak bisa diberantas habis, minimal saya berharap, tidak ada regenerasi. Karena bisa saja suatu saat yang terjadi adalah sebaliknya. Penumpang yang merasa bosan diancam menjadi gelap mata dan berbalik mengeroyoknya.

Jika sudah begitu, siapa yang salah???...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar