Minggu, 04 Oktober 2015

♧ TUAN PUTRI, SANG PANGERAN dan KAMBING HITAM ♧

Ini bukan kisah dongeng pengantar tidur. Juga bukan kisah seribu satu malam. Tapi inilah kenyataan yang banyak kita temui di kehidupan sehari-hari.

"Maaaaa.... susuuuu...." teriak Mimi pada ibunya. Mimi anak perempuan berusia delapan tahun, berteriak kencang meminta susu pada ibunya. Ia berteriak dari lantai atas. Ibunya yang tengah memasak di dapur lantai bawah, tergopoh-gopoh memghampiri anak tangga.

"Susu coklat atau putih sayank ?"

"Coklaaattttt..."

Tak lama bunda Mimi naik ke lantai atas. Ia pun menyerahkan segelas susu coklat pada Mimi.

"Huuuaaaa mamaaaa... susunya kepanasan. Mimi ga mau minum." Mimi menepis gelas susu yang diberikan ibunya.

"Ya sudah... mama dinginkan dulu ya. Nanti kalau sudah dingin, Mimi minum."

"Tapi jangan kelamaan dingininnya." Jawab Mimi sambil cemberut sambil menatap layar televisi.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Misya kaget. Dilihatnya jarum jam di dinding kamarnya. Pukul 06.00 !!!

Aduuhh telat deh nih. Pasti telat. Gumam Misya dalam hati.

Setengah berlari ia menuju kamar mandi. Tak lama ia pun segera masuk kembali ke kamarnya, membereskan buku-buku dan melesat menuju ruang makan.

"Mama nih gimana sih. Kok ga bangunin Misya. Kan jadi kesiangan deh. Ini telat nih mah." Ucap Misya sambil membanting tas ke atas kursi makan.

"Yang ga bangunin kamu tuh siapa. Dari subuh mama udah bangunin. Kamunya aja yang tidur terus. Sarapan dulu. Mama udah bikin roti kesukaan kamu."

"Ga mau. Misya mau langsung berangkat aja."

Saat hendak keluar pagar, Misya teringat sesuatu. Ia pun kembali ke dalam rumah.

"Mah, baju Misya untuk besok gimana ? Udah mama setrikain ?"

"Baju yang mana ? Hari Selasa seragam kamu putih abu kan ?"

"Iyaaaa... tapi ada seragam lagi. Itu mah seragam vokal grup. Besok mau GR harus pake seragam. Mama gimana sih. Kan dari kemarin Misya udah kasih tau kalo seragam vokal harus disetrika untuk hari Selasa."

"Ya ya... nanti mama setrikain."

Pagi berlalu. Siang itu ibunda Misya sedang menyetrika baju seragam anaknya. Dengan penuh kasih ia merapikan baju Misya sambil membayangkan betapa cantiknya Misya mengenakan seragam ini.

Tiba-tiba telepon berdering.

"Mah... kaos kaki jangan lupa mah. Kaos kaki seragam vokal." Ucap Misya tanpa ba bi bu pada ibunya.

"Misya... kamu pake telepon siapa?"

"Iiihhh mama ga penting banget deh nanyanya. Kaos kaki jangan lupa ya mah. Ada di atas meja belajar Misya. Udah dulu mah. Dah mama..."

Hening. Ibunda Misya menatap handphone di tangannya sambil menggeleng gelengkan kepala. Heeehhh anak sekarang, gumamnya.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Hari Minggu yang sibuk. Pak Beno merapikan taman di depan rumah. Bu Beno ikut membantu membereskan tanah yang berserakan.

"Bu... Bimbim mana ? Coba panggil sini. Bantuin kita."

"Lagi di kamarnya yah. Biasalah anak muda jaman sekarang."

"Buuuu... sarapan mana ?" Teriak Bimbim dari dalam rumah.

"Ada di meja makan."

Bimbim melangkah ke meja makan. Dilihatnya menu sarapan yang disediakan ibunya. Hmmm... bikin lapar. Bimbim memenuhi piringnya dengan nasi dan berbagai lauk yang dimasak ibunya. Setelah piringnya penuh, ia pun melangkah ke taman depan.

"Ayah... ibu lagi ngapain sih?" Tanyanya dambil duduk di kursi teras.

"Ya beres-bereslah Bim. Emang kamu ga liat ? Habis makan bantuin ayah bersihin kolam ikan. Nih taman udah beres. Kamu libur malah bangun siang."

"Kan libur yah. Tiap hari sekolah udah bangun pagi. Cape. Kalau libur itu waktunya istirahat."

"Sudahlah yah. Biar ibu yang bantuin ayah. Anak muda jaman sekarang yaahh gitu lah."

Bimbim tersenyum memandang ibunya. Agak lama ia duduk di teras. Sambil makan, jari-jarinya asyik bermain di layar handphone seri terbaru yang dibelikan ayahnya. Sesekali ia tersenyum.

Sementara ayah dan ibunya kini sudah berpindah ke kolam ikan. Pak Beno dengan lincah menjaring ikan dan memasukkan ke dalam ember yang sudah disiapkan bu Beno. Bimbim memandang ayah dan ibunya. Perutnya sudah kenyang. Ia pun melangkah masuk ke dapur dan meletakkan piring bekas makannya di atas tumpukan piring dan panci kotor di dapur. Tak terbersit sedikitpun di benaknya untuk membantu ibunya mencuci piring.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Sebuah desa di pelosok  Lampung heboh. Polisi dibantu tentara menggerebek rumah warga. Mereka mencari pembunuh Kapolres. Semua rumah warga tak luput dari gedoran petugas. Pintu-pintu rumah yang ditutup, didobrak paksa.

Di sebuah rumah seorang ibu menjerit ketakutan.

"Aaaaa.... jangan bawa anak saya. Dia ga salah.... ga salah... jangan bawa anak sayaaaa....."

Beberapa petugas keluar dari rumahnya sambil menyeret seorang pemuda. Dua orang polisi membawa seorang pemuda yang tangannya diborgol.

"Betul ini yang membantu kamu masuk ke rumah bapak Kapolres ?"

Pemuda yang diborgol memandang pemuda yang tadi diseret petugas dari dalam rumahnya. Lama mereka saling menatap. Sang ibu yang tadi menjerit-jerit sontak menghampiri mereka. Ia memukul pemuda yang diborgol.

"Kurang ajar kamu ya. Kamu yang bocorin ini ke polisi ? Ga tau terima kasih. Ga tau diuntung. Ga tau balas budi.... kamuuu...."

Beberapa polisi segera menarik sang ibu yang terus meronta dan memaki dengan kata-kata kotor.

"Tejooooo.... tunggu pembalasan keluarga kami. Lihat saja Tejoooo..." ibu itu terus berteriak sambil memandang pemuda yang diborgol.

Tejo menahan napas. Dipandangnya lagi wajah pemuda dihadapannya.

"Betul pak. Danu yang mengajak saya untuk menghabisi pak Kapolres. Danu juga yang memimpin kami." Tejo tertunduk. Ia sadar, jika ia buka mulut, semua keluarganya terancam. Tapi ia pun tak mau masuk penjara sendirian. Karena malam kejadian itu ia tak tau menahu. Ia hanya diajak keliling kota dengan motor. Ia tak tau jika kemudian rombongan motor justru menyerbu masuk rumah Kapolres kemudian membunuhnya.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Ya... ini bukanlah dongeng. Tapi kenyataan. Banyak orangtua yang keliru dalam menerapkan pola asuh kepada anaknya.

Ada orangtua menerapkan pola tuan putri pada anaknya. Anaknya terus menerus dilayani. Bahkan sampai dewasa, sampai punya anak. Anaknya tak bisa apa-apa. Jangankan setrika, ceplok telor pun tak bisa.

Ada juga orangtua yang menerapkan pola asuh pangeran pada anak lelakinya. Sang pangeran ini selalu dimanja. Semua disediakan dan disiapkan. Tak ada perjuangan untuk mendapatkan keinginan. Tinggal bilang ke orangtua, maka orangtua akan memenuhinya.

Ada juga orangtua yang menerapkan pola asuh kambing hitam, yaitu anaknya tak pernah salah. Jika melakukan kesalahan, orangtua akan berusaha menutupinya atau melemparkan kesalahan pada orang lain. Sering orangtuanya berbohong untuk menutupi kesalahan anaknya.

Apa yang terjadi jika tuan putri menikah dengan sang pangeran ??? Tuan putri dan sang pangeran yang dibesarkan dengan pola asuh dilayani, tentunya satu sama lain akan minta dilayani. Dua-duanya merasa berhak dilayani dan dimanja.

Apa yang terjadi jika tuan putri menikah dengan lelaki pola asuh kambing hitam ? Yang tidak mau disalahkan. Yang selalu merasa benar.




Anak adalah generasi penerus umat. Pola asuh orangtua pada anak adalah faktor penting terhadap eksistensi sebuah peradaban. Apalah gunanya bila kita hendak membangun masyarakat tapi tidak peduli pada pola asuh anak. Sejarah mencatat betapa besar peran generasi penerus terhadap keberhasilan suatu bangsa.

Allah berfirman," Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." QS At-Tahrim : 6

Dalam buku Tarbiyat Aulad Fil Islam, DR. Abdullah Nashih 'Ulwan menyatakan ada beberapa hal yang harus ditanamkan dalam pola asuh pada anak :

1.  Tanamkanlah takwa pada anak. Agar anak merasa takut (khauf) dan merasa diawasi (muroqobatullah) oleh Allah. Sehingga ia tak berani melakukan hal-hal yang melanggar syariat.

2. Tanamkanlah rasa persaudaraan (ukhuwah) pada anak. Agar anak memiliki ikatan hati yang melahirkan perasaan mendalam tentang kelemahlembutan, kecintaan, dan penghormatan kepada siapa saja yang terikat dalam akidah.

3. Tanamkanlah kasih sayang (rahmah) pada anak. Agar anak tidak mudah menyakiti orang lain, menjauhi kejahatan, serta menjadi sumber kebajikan dan keselamatan atas manusia seluruhnya.

4. Tanamkanlah itsar (mengutamakan orang lain). Agar anak tidak menjadi egois. Agar anak memiliki empati dan kepekaan sosial yang tinggi.

Semoga kita sebagai orangtua terhindar dari pola asuh yang salah pada anak. Aamiin...


* rujukan : buku Tarbiyat Aulad Fil Islam, DR. Abdullah Nashis 'Ulwan


Jakarta 5 Oktober 2015
Edisi Parenting



Tidak ada komentar:

Posting Komentar