Ini bukan kisah dongeng pengantar tidur. Juga bukan kisah
seribu satu malam. Tapi inilah kenyataan yang banyak kita temui di kehidupan
sehari-hari.
"Maaaaa.... susuuuu...." teriak Mimi pada ibunya.
Mimi anak perempuan berusia delapan tahun, berteriak kencang meminta susu pada
ibunya. Ia berteriak dari lantai atas. Ibunya yang tengah memasak di dapur
lantai bawah, tergopoh-gopoh memghampiri anak tangga.
"Susu coklat atau putih sayank ?"
"Coklaaattttt..."
Tak lama bunda Mimi naik ke lantai atas. Ia pun menyerahkan
segelas susu coklat pada Mimi.
"Huuuaaaa mamaaaa... susunya kepanasan. Mimi ga mau
minum." Mimi menepis gelas susu yang diberikan ibunya.
"Ya sudah... mama dinginkan dulu ya. Nanti kalau sudah dingin,
Mimi minum."
"Tapi jangan kelamaan dingininnya." Jawab Mimi
sambil cemberut sambil menatap layar televisi.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Misya kaget. Dilihatnya jarum jam di dinding kamarnya. Pukul 06.00
!!!
Aduuhh telat deh nih. Pasti telat. Gumam Misya dalam hati.
Setengah berlari ia menuju kamar mandi. Tak lama ia pun
segera masuk kembali ke kamarnya, membereskan buku-buku dan melesat menuju
ruang makan.
"Mama nih gimana sih. Kok ga bangunin Misya. Kan jadi
kesiangan deh. Ini telat nih mah." Ucap Misya sambil membanting tas ke
atas kursi makan.
"Yang ga bangunin kamu tuh siapa. Dari subuh mama udah
bangunin. Kamunya aja yang tidur terus. Sarapan dulu. Mama udah bikin roti
kesukaan kamu."
"Ga mau. Misya mau langsung berangkat aja."
Saat hendak keluar pagar, Misya teringat sesuatu. Ia pun
kembali ke dalam rumah.
"Mah, baju Misya untuk besok gimana ? Udah mama
setrikain ?"
"Baju yang mana ? Hari Selasa seragam kamu putih abu
kan ?"
"Iyaaaa... tapi ada seragam lagi. Itu mah seragam vokal
grup. Besok mau GR harus pake seragam. Mama gimana sih. Kan dari kemarin Misya
udah kasih tau kalo seragam vokal harus disetrika untuk hari Selasa."
"Ya ya... nanti mama setrikain."
Pagi berlalu. Siang itu ibunda Misya sedang menyetrika baju
seragam anaknya. Dengan penuh kasih ia merapikan baju Misya sambil membayangkan
betapa cantiknya Misya mengenakan seragam ini.
Tiba-tiba telepon berdering.
"Mah... kaos kaki jangan lupa mah. Kaos kaki seragam
vokal." Ucap Misya tanpa ba bi bu pada ibunya.
"Misya... kamu pake telepon siapa?"
"Iiihhh mama ga penting banget deh nanyanya. Kaos kaki
jangan lupa ya mah. Ada di atas meja belajar Misya. Udah dulu mah. Dah
mama..."
Hening. Ibunda Misya menatap handphone di tangannya sambil
menggeleng gelengkan kepala. Heeehhh anak sekarang, gumamnya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hari Minggu yang sibuk. Pak Beno merapikan taman di depan rumah. Bu Beno ikut membantu membereskan tanah yang berserakan.
"Bu... Bimbim mana ? Coba panggil sini. Bantuin
kita."
"Lagi di kamarnya yah. Biasalah anak muda jaman
sekarang."
"Buuuu... sarapan mana ?" Teriak Bimbim dari dalam
rumah.
"Ada di meja makan."
Bimbim melangkah ke meja makan. Dilihatnya menu sarapan yang
disediakan ibunya. Hmmm... bikin lapar. Bimbim memenuhi piringnya dengan nasi
dan berbagai lauk yang dimasak ibunya. Setelah piringnya penuh, ia pun
melangkah ke taman depan.
"Ayah... ibu lagi ngapain sih?" Tanyanya dambil
duduk di kursi teras.
"Ya beres-bereslah Bim. Emang kamu ga liat ? Habis
makan bantuin ayah bersihin kolam ikan. Nih taman udah beres. Kamu libur malah
bangun siang."
"Kan libur yah. Tiap hari sekolah udah bangun pagi. Cape. Kalau
libur itu waktunya istirahat."
"Sudahlah yah. Biar ibu yang bantuin ayah. Anak muda
jaman sekarang yaahh gitu lah."
Bimbim tersenyum memandang ibunya. Agak lama ia duduk di
teras. Sambil makan, jari-jarinya asyik bermain di layar handphone seri terbaru
yang dibelikan ayahnya. Sesekali ia tersenyum.
Sementara ayah dan ibunya kini sudah berpindah ke kolam
ikan. Pak Beno dengan lincah menjaring ikan dan memasukkan ke dalam ember yang
sudah disiapkan bu Beno. Bimbim memandang ayah dan ibunya. Perutnya sudah
kenyang. Ia pun melangkah masuk ke dapur dan meletakkan piring bekas makannya
di atas tumpukan piring dan panci kotor di dapur. Tak terbersit sedikitpun di
benaknya untuk membantu ibunya mencuci piring.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sebuah desa di pelosok Lampung heboh. Polisi dibantu
tentara menggerebek rumah warga. Mereka mencari pembunuh Kapolres. Semua rumah
warga tak luput dari gedoran petugas. Pintu-pintu rumah yang ditutup, didobrak
paksa.
Di sebuah rumah seorang ibu menjerit ketakutan.
"Aaaaa.... jangan bawa anak saya. Dia ga salah.... ga
salah... jangan bawa anak sayaaaa....."
Beberapa petugas keluar dari rumahnya sambil menyeret
seorang pemuda. Dua orang polisi membawa seorang pemuda yang tangannya
diborgol.
"Betul ini yang membantu kamu masuk ke rumah bapak Kapolres
?"
Pemuda yang diborgol memandang pemuda yang tadi diseret
petugas dari dalam rumahnya. Lama mereka saling menatap. Sang ibu yang tadi
menjerit-jerit sontak menghampiri mereka. Ia memukul pemuda yang diborgol.
"Kurang ajar kamu ya. Kamu yang bocorin ini ke polisi ?
Ga tau terima kasih. Ga tau diuntung. Ga tau balas budi.... kamuuu...."
Beberapa polisi segera menarik sang ibu yang terus meronta
dan memaki dengan kata-kata kotor.
"Tejooooo.... tunggu pembalasan keluarga kami. Lihat
saja Tejoooo..." ibu itu terus berteriak sambil memandang pemuda yang
diborgol.
Tejo menahan napas. Dipandangnya lagi wajah pemuda
dihadapannya.
"Betul pak. Danu yang mengajak saya untuk menghabisi
pak Kapolres. Danu juga yang memimpin kami." Tejo tertunduk. Ia sadar,
jika ia buka mulut, semua keluarganya terancam. Tapi ia pun tak mau masuk
penjara sendirian. Karena malam kejadian itu ia tak tau menahu. Ia hanya diajak
keliling kota dengan motor. Ia tak tau jika kemudian rombongan motor justru
menyerbu masuk rumah Kapolres kemudian membunuhnya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Ya... ini bukanlah dongeng. Tapi kenyataan. Banyak orangtua
yang keliru dalam menerapkan pola asuh kepada anaknya.
Ada orangtua menerapkan pola tuan putri pada anaknya.
Anaknya terus menerus dilayani. Bahkan sampai dewasa, sampai punya anak. Anaknya tak
bisa apa-apa. Jangankan setrika, ceplok telor pun tak bisa.
Ada juga orangtua yang menerapkan pola asuh pangeran pada
anak lelakinya. Sang pangeran ini selalu dimanja. Semua disediakan dan
disiapkan. Tak ada perjuangan untuk mendapatkan keinginan. Tinggal bilang ke
orangtua, maka orangtua akan memenuhinya.
Ada juga orangtua yang menerapkan pola asuh kambing hitam,
yaitu anaknya tak pernah salah. Jika melakukan kesalahan, orangtua akan
berusaha menutupinya atau melemparkan kesalahan pada orang lain. Sering orangtuanya berbohong untuk menutupi kesalahan anaknya.
Apa yang terjadi jika tuan putri menikah dengan sang
pangeran ??? Tuan putri dan sang pangeran yang dibesarkan dengan pola asuh
dilayani, tentunya satu sama lain akan minta dilayani. Dua-duanya merasa berhak
dilayani dan dimanja.
Apa yang terjadi jika tuan putri menikah dengan lelaki pola
asuh kambing hitam ? Yang tidak mau disalahkan. Yang selalu merasa benar.
Anak adalah generasi penerus umat. Pola asuh orangtua pada
anak adalah faktor penting terhadap eksistensi sebuah peradaban. Apalah gunanya
bila kita hendak membangun masyarakat tapi tidak peduli pada pola asuh anak.
Sejarah mencatat betapa besar peran generasi penerus terhadap keberhasilan suatu
bangsa.
Allah berfirman," Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan." QS At-Tahrim : 6
Dalam buku Tarbiyat Aulad Fil Islam, DR. Abdullah Nashih
'Ulwan menyatakan ada beberapa hal yang harus ditanamkan dalam pola asuh pada
anak :
1. Tanamkanlah takwa
pada anak. Agar anak merasa takut (khauf) dan merasa diawasi (muroqobatullah) oleh Allah. Sehingga ia
tak berani melakukan hal-hal yang melanggar syariat.
2. Tanamkanlah rasa persaudaraan (ukhuwah) pada anak. Agar anak
memiliki ikatan hati yang melahirkan perasaan mendalam tentang kelemahlembutan,
kecintaan, dan penghormatan kepada siapa saja yang terikat dalam akidah.
3. Tanamkanlah kasih sayang (rahmah) pada anak. Agar anak tidak mudah
menyakiti orang lain, menjauhi kejahatan, serta menjadi sumber kebajikan dan
keselamatan atas manusia seluruhnya.
4. Tanamkanlah itsar (mengutamakan orang lain). Agar anak
tidak menjadi egois. Agar anak memiliki empati dan kepekaan sosial yang tinggi.
Semoga kita sebagai orangtua terhindar dari pola asuh yang
salah pada anak. Aamiin...
Jakarta 5 Oktober 2015
Edisi Parenting
Edisi Parenting
Tidak ada komentar:
Posting Komentar