Saya dan teman-teman telah terbiasa dengan pertanyaan heran
dari beberapa orang yang kami temui. Misalnya saat salah satu tim GPR, Edas,
bertemu seorang ibu di angkutan umum. Setelah saling melempar senyum ramah,
akhirnya mereka terlibat perbincangan yang mengasyikkan. Saat Edas bercerita
tentang kegiatannya di Lapas anak pria Tangerang, ibu tadi pun terkejut.
“Ngapain jauh-jauh kesana dek?”
“Kenapa Lapas anak pria?”
“Itu timnya perempuan semua? Emang ga takut?”
Yah, pertanyaan-pertanyaan diatas memang sudah sangat sering
kami dengar. Begitupun ketika kami bercerita pada ormas-ormas atau
yayasan-yayasan yang mempunyai tujuan sama dengan kami. Ekspresi mereka satu :
HERAN...
Yah, sampai sekarang pun kami juga heran, kenapa kami
bahagia sekali ketika bertemu anak Lapas?
Saat melihat senyum tulus mereka, melihat tawa mereka,
mendengar kisah mereka, ada rasa yang tidak bisa kami ceritakan. Lebih dari
rasa bahagia.
Bulan Desember ini, memasuki bulan ke sepuluh kami
mengadakan kegiatan di Lapas anak pria Tangerang. Waktu yang masih sangat
pendek dibandingkan dengan masa hukuman sebagian anak Lapas.
Saat pertama kali berkunjung, anak-anak Lapas masih
memandang kami kaku. Senyum dan sapa sekedarnya. Kami pun bingung, harus
memulai dari mana. Jujur, saat pertama kali mendengar beberapa kisah mereka,
kami menangis. Kami berpikir, kok bisa ya, anak usia segini sudah menjalankan
hidup sedemikian berat.
Kunjungan – kunjungan berikutnya, alhamdulillah berjalan
lancar. Dari cerita mereka, kami jadi tau, bahwa sebagian besar mereka beragama
Islam, namun kegiatan Islami sangat jarang. Beda sekali dengan kegiatan agama
lain. Dalam sehari, sampai beberapakali kegiatan.
Tentu kenyataan ini membuat hati kami terbakar. Dari -+250
anak, 95% agama mereka adalah Islam. Namun, kegiatan Islami bisa dihitung
dengan jari.
Memang sudah banyak LSM atau yayasan atau ormas yang
mengadakan kegiatan di Lapas, tapi usianya singkat. Tidak sampai setahun. Hanya
bertahan beberapa bulan saja. Dari informasi yang kami terima, alasan mereka
tidak melanjutkan kegiatan di Lapas, karena kurangnya SDM dan dana.
Berbanding terbalik 180 derajat. Kegiatan agama lain,
berlimpah dana dan tenaga. Bahkan sampai “luber”. Terbukti dengan banyaknya
lembaga keagamaan yang mengadakan kerjasama dengan Lapas.
Selain itu, berinteraksi dengan anak Lapas itu “sesuatu
banget” bagi kami.
Bisa dekat dengan anak Lapas, itu sebuah keistimewaan dan
kebahagiaan yang ga ada bandingannya. Seperti yang terjadi pada salah satu
aktivis #IndonesiaTanpaJil yaitu Fadly.
Hari itu kami dan Fadly mengadakan kunjungan rutin ke Lapas.
Salah satu anak Lapas yang terkena kasus teroris (sebut saja Baba), terlibat
pembicaraan seru dengan Fadly. Kami melihat hal itu seperti barang mahal nan
mewah.
Bagaimana tidak, selama berbulan-bulan mengadakan kegiatan
di Lapas, jarang sekali Baba mau bergabung dengan kami. Jangankan bergabung,
sekedar menyapa saja sangat jarang. Bisa dihitung dengan jari.
Tapi ketika bertemu Fadly, subhanallah... mereka mengobrol
asyik sekali, sampai-sampai Fadly lupa pulang. Saat ingin pulang pun, Baba
masih mengejar Fadly sampai ke gerbang depan dan lagi-lagi mengobrol, dengan
bahasa Arab pula. Subhnallah...
Dan, melihat Baba yang selama ini sikapnya dingin kemudian
berubah ramah, itu merupakan kebahagiaan yang tak terhingga bagi kami. Rasanya
bahagiaaaa sekali.
Lain Baba, lain pula Fanfan (sebut saja begitu). Usianya
baru 16 tahun. Dihukum karena kasus pembunuhan. Fanfan cukup fasih berbahasa
Arab, bacaan Al-quran nya pun indah. Hukuman yang harus Fanfan jalani adalah
tujuh tahun. Fanfan berada di Lapas mulai tahun 2011, artinya, jika tidak ada
halangan, Fanfan baru akan menikmati dunia luar, tahun 2018. Subhanallah...
waktu yang sangat panjang.
Pertama kali bertemu Fanfan saat kami akan mengadakan
kegiatan di masjid Lapas. Saat itu, ketua DKM meminta tolong Fanfan untuk
menyiapkan sound system. Kami pun menegur Fanfan seperti biasa.
Setelah itu, setiap kunjungan ke Lapas, kami selalu bertemu
dengan Fanfan, tapi Fanfan tidak pernah mau mendekat. Hanya sekedar senyum,
salam, kemudian menghilang. Tidak ada perbincangan hangat diantara kami.
Semua tim selalu berusaha keras mendekati setiap anak Lapas.
Walaupun itu bukan hal yang mudah. Begitupun kami berusaha keras dengan
berbagai cara untuk mendekati Fanfan. Namun, usaha berbulan-bulan mendekati
Fanfan belum juga tampak.
Dan... Allah Maha Baik.... 4 Desember kemarin, saat latihan
marawis, Fanfan pun menghampiri kami. Ia bercerita tentang berbagai hal.
Subhanallah.... Allahuakbar... Fanfan mau mendekati kami. Ya Allah.. terima
kasih...
Saat latihan marawis, Fanfan pun meminta kami untuk
mengambil gambarnya.
“Bun, foto aku dong...”
Subhanallah.... Ya Allah... jujur, kami tidak bisa berkata
apapun. Bahagia yang tak terhingga. Itu yang kami rasakan.
Fanfan yang selama ini selalu menghindar. Fanfan yang selama
ini hanya melempar senyum, Fanfan yang selama ini bersikap dingin dan kaku....
hari itu Allah telah membuka hatinya. Terima kasih ya Allah....
Begitulah...
Jika sampai sekarang ada yang bertanya pada kami “kenapa ke
Lapas?” wallahualam... hanya Allah yang tau betapa bahagianya kami jika melihat
mereka berubah menjadi lebih baik.
salam ka sy muhammad bagier di bintaro jakarta selatan.. saya bersama 4 orang teman saya ingin sekali bergabung dalam kunjungan ke lapas anak yang berada ditangerang. kebetulan kt skrng mahasiswa di univ Binus Alam sutra, dan jika diperkenankan untuk bersama2 berkunjungan kaka selanjutnya bisa kirim email ke Bungbagier@gmail.com . Terimakasih
BalasHapus