Bismilahirrahmannirahim...
Subuh itu, komplek perumahan saya digegerkan oleh pengumuman
meninggalnya salah seorang pengurus masjid. Beliau termasuk pendiri masjid dan
sesepuh daerah saya. Spontan saya berucap innalilahi wainnailaihi rajiun... ya
Allah... rasanya tak percaya. Karena beberapa hari yang lalu, saya sempat
bertemu dan beliau baik-baik saja. Begitupun yang dikatakan oleh abinya. Saat shalat
isya di masjid, masih bertemu beliau dan beliau dalam keadaan sehat walafiat.
Qullu nafsin dzaiqatalmaut... begitulah yang Allah katakan. Setiap
yang hidup, pasti akan merasakan mati. Tumbuhan, hewan dan manusia. Dimanapun kita
berada, bila saatnya tiba, kematian akan datang pada kita.
Saya pun bergegas menuju rumah alhamarhum, yang juga
tetangga dekat. Rumah kami sangat dekat. Hanya beda empat rumah saja. Setiap
hari pun saya beberapa kali melewati rumah beliau. Pagi hari ketika mengantar
anak sekolah, siang ketika mengantar makan siang anak, belum lagi jika hendak
ke warung ataupun ke masjid.
Pagi itu, sepertinya alampun berduka. Gerimis dan mendung
sejak pagi menghiasi langit Jakarta. Saat tiba dirumah duka, telah ramai oleh
tetangga dan kerabat dekat. Tenda baru usai dipasang. Kursi-kursi disiapkan.
Saya bergegas masuk kedalam rumah. Saya segera menghampiri
istri almarhum. “Tante....” sapa saya tercekat. Ia segera memeluk saya. Lama kami
berpelukan. Wanita yang biasa saya sapa tante, terisak tak sanggup berkata
sepatah katapun. Sayapun begitu. Saya memeluknya erat. Menenangkan sambil
mengelus punggungnya.
“Uci... maafin om ya. Kalau ada yang salah. Sikap dan
kata-kata. Maafin ya...” kata tante sambil terus memeluk. Saya mengangguk. “InsyaAllah
tante, om baik. Ga ada yang salah.” Jawab saya.
Tante masih terus menangis dan memeluk saya. “Uci, tante
belum sempat minta maaf sama om. Tante banyak salah...” ucap tante. Dan, tangis
tante pun kembali meledak.
Allah.... pikiran saya melayang saat ayah meninggal.
September 2005, hanya beberapa hari sebelum ulang tahun
saya. Kami merencanakan untuk makan bersama di tempat makan favorit keluarga.
Pagi itu, saya mengantar ayah untuk operasi pemasangan
cincin di jantung. Hanya saya, ayah dan ipar yang berangkat menuju rumah sakit.
Rencananya, ibu dan kakak-kakak saya akan menyusul siang hari. Karena dokter
yang akan operasi adalah sepupu ibu, jadi kami sekeluarga tidak terlalu
khawatir.
Hari itu berjalan seperti biasa. Saya masih sempat bercanda
dengan ayah. Saya pun masih bolak balik ke rumah untuk mengambil baju ayah. Setelah
ibu dan kakak saya datang, ba’da dhuhur, ayah pun masuk ruang operasi. Sayang
sekali saya tidak mengantar ayah masuk ruangan, karena harus mengurus
surat-surat yang tertinggal. Itulah penyesalan terdalam saya.
Saya tidak sempat mengatakan sepatah katapun. Apalagi mencium
tangan ayah untuk meminta maaf. Saya tidak sempat melihat senyum terakhir ayah.
Karena setelah masuk ruang operasi dan pemasangan cincin, ayah saya mengalami
gagal jantung dan koma hingga meninggal.
Saya bisa merasakan betul apa yang tante rasakan. Tidak sempat
meminta maaf. Apalagi saya sebagai anak, yang belum cukup shalih untuk bisa
memakaikan ayah baju kerajaan di surga-Nya kelak. Saya anak yang masih banyak
dosa. Belum bisa membahagiakan ayah.
Allah.... tante, saya tau apa yang tante rasakan.....
Saya masih menenangkan tante yang
terus menangis.
Saya termenung dengan kejadian hari ini. Seringkali kita merasa
bersalah, merasa kehilangan jika seseorang telah meninggalkan kita selamanya. Rasa
benci, rasa marah, rasa kesal, tidak suka dll, tiba-tiba saja berubah menjadi
perasaan bersalah (baca: penyesalan) yang teramat sangat.
Saat itu kita akan berpikir, seandainya saya tidak
membencinya, seandainya saya tidak marah, seandainya saya sabar, seandainya
saya lebih baik lagi... Yah, penyesalan memang datang terlambat.
Allah begitu sayang pada umat-Nya. Karena itulah, kita
selalu diberi hikmah lewat berbagai kejadian. Salah satunya adalah kepergian
orang yang kita cintai. Bagi yang sudah mengalami kehilangan orang-orang
terdekatnya, tentulah paham rasa kehilangan.
Lewat kepergian orang yang kita cintai, Allah mendidik kita
agar menghargai setiap detik yang kita habiskan bersama kerabat, suami, istri,
anak, ibu ataupun teman. Allah mendidik kita untuk selalu bersikap baik, tidak
berburuk sangka dan saling memahami satu sama lain.
wallahualam....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar