Tidak sampai dua bulan, telah jatuh dua korban meninggal
dalam tawuran antar pelajar. Usia mereka masih muda, rata-rata 15-16 tahun.
Berbagai pihak sibuk saling lempar tanggung jawab. Media ramai memberitakan, tanpa
memberikan solusi berarti.
Tawuran, mungkin sekali terjadi hampir setiap hari di
seluruh wilayah Indonesia. baik dalam skala kecil maupun besar. Diketahui atau
tidak diketahui oleh media, tawuran tetap saja terjadi.
Berulangkali hukuman diberikan pada pelajar yang terlibat
aksi ini. namun pada kenyataannya, hal itu terjadi lagi dan lagi. Tidak ada yang
jera dengan tawuran. Walaupun dalam tawuran itu ada teman mereka yang
kehilangan nyawa atau masuk penjara, tetap saja esoknya atau minggu depannya,
terjadi lagi tawuran. Bahkan, bisa lebih dahsyat.
Berbagai pihak, harus segera turun tangan menyelamatkan jiwa
(emosi) remaja yang mudah tersulut. Para pemuka agama, orang tua, para guru dan
terutama pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah sangat bertanggung jawab
menyelamatkan moral para penerus bangsa.
Seperti yang kita ketahui, pelajaran agama di
sekolah-sekolah umum, sangatlah sedikit. Hanya dua jam. Itupun tidak maksimal.
Padahal, agamalah yang mengatur seluruh sendi kehidupan. Mulai dari adab
(kebiasaan) yang akan terbentuk menjadi akhlak yang baik.
Banyak orang-orang tua jaman dulu yang mengeluh. Mereka
berkata, anak jaman sekarang sangat jauh berbeda dengan perilaku anak jaman
dulu. Mereka sudah kehilangan sopan santun. Lihatlah anak-anak yang sering
“nongkrong” berdua di tempat-tempat umum. Tidak terlihat rasa malu pada mereka.
Padahal, kata orang bijak, malu adalah sebagian dari pada iman.
Selain itu, peran masjid dalam menampung minat dan bakat
remaja sangatlah minim. Mari kita tengok masjid-masjid di sekitar rumah. Adakah
masjid yang mengadakan kegiatan agama dengan cara menampung minat dan bakat
para remaja?
Jika kita melihat ke zaman Rasulullah saw, masjid sangat
“hidup”. Masjid tidak hanya tempat shalat berjamaah. Namun mencakup segala hal.
Termasuk menampung aspirasi para penerus agama.
Disinilah peran penting para pemuka agama. Kalau memang
kurikulum agama di sekolah umum tidak bisa ditambah, sebaiknya para pendakwah
segera turun ke kegiatan-kegiatan tambahan yang berbau agama seperti kegiatan
Rohani Islam (ROHIS). Karena terbukti, anak-anak ROHIS, jarang sekali yang
terlibat tawuran.
Para pemuka agama, menghidupkan masjid-masjid. Membuat
acara-acara yang meremaja. Karena remaja adalah pribadi yang unik. Adakan suatu
wadah yang dapat menyalurkan minat dan bakat para remaja di masjid. Dekatkan
mereka dengan rumah Allah swt.
Selain itu, mengajak remaja memahami Islam, dengan gaya
remaja. Sebagai contoh, di tahun 90-an, pada bulan Ramadhan disebuah radio anak
muda yang terletak di kawasan pusat Jakarta, ada seorang ustad yang sangat
digandrungi oleh anak muda saat itu, yaitu ustad Toto Tasmara.
Gaya beliau yang “meng-anak muda” cepat direspon oleh remaja
saat itu. Acara ustad Toto Tasmara hanya sebentar saja, yaitu menjelang bedug
maghrib, namun, yang konsultasi tanya jawab sangat banyak. Hampir setiap jeda,
diisi dengan penelepon remaja.
Orang tua, adalah benteng pertahanan pertama para remaja.
Apa yang remaja lihat dari kecil, akan tertanam pada otak mereka. Begitupun
sikap dan perilaku serta akhlak sehari-hari.
Mengetahui teman anak kita adalah hal yang mutlak. Dengan
siapa mereka berteman, siapa orangtuanya, dimana rumahnya, apa latar belakang
keluarganya dll. Memilihkan teman untuk anak-anak kita adalah sebuah kewajiban.
Usia remaja adalah usia yang labil. Mereka mulai mencari
jati diri dan sangat mudah ikut arus. Selain itu, mereka juga cenderung
mengikuti hal-hal yang dilakukan oleh temannya. Seperti yang dikatakan oleh
Rasulullah saw, “Seseorang bergantung pada agama temannya. Maka, lihatlah oleh
tiap-tiap kamu siapa yang dijadikan teman.” (HR Abu Daud, Atturmudzi, Ahmad)
Arahkan anak-anak kita pada hal-hal keagamaan. Perbanyak
waktu untuk diskusi tentang segala hal dengan mereka. Karena saat usia remaja,
mereka sangat butuh tempat untuk berbagi. Mereka ingin mencurahkan kegelisahan
tentang perubahan-perubahan fisik yang mereka alami. Tentang perasaan pada
lawan jenis, atau tentang perilaku guru dan teman mereka saat disekolah.
Pada fase remaja, orangtua baiknya bersikap sebagai teman,
yang dapat menampung segala permasalahan mereka, serta dapat memberikan
solusinya. Jika remaja sudah merasa nyaman berbagi dengan orangtua, mereka akan
mempunyai filter dalam menghadapi kehidupan luar yang sangat keras.
Guru adalah benteng kedua para remaja. Sering kita dengar,
bahwa guru adalah pengganti orangtua di sekolah. Tanggung jawab guru pada para
remaja sangatlah besar. Tidak “hanya” mengajar, namun juga mendidik.
Mendidik remaja, bukan hal yang mudah, namun juga tidaklah
sulit. Remaja, seperti kita ketahui, mereka sangat labil. Mudah terpengaruh
teman. Tidak heran jika usia remaja, banyak sekali “genk” yang bertebaran di
sekolah.
Remaja akan merasa nyaman dengan teman-teman yang setipe
dengannya. Sebagai contoh, remaja yang senang olahraga, mereka akan berkumpul
bersama membuat klub basket, remaja yang senang musik, akan berkumpul bersama
membuat sebuah band, remaja yang senang mengkaji Islam lebih dalam, akan
bergabung dengan ROHIS, begitu seterusnya.
Guru, haruslah jeli dalam melihat sikap dan kecenderungan
para remaja. Banyak remaja yang merasa tersisih. Tidak diterima di kelompok
manapun, hingga mereka selalu bikin ulah. Salat satu yang berpengaruh besar
adalah praktek bullying yang sudah sampai tingkat Sekolah Dasar.
Praktek bullying, terlihat simple, namun ternyata efeknya
sangat mempengaruhi kejiwaan mereka. Ada remaja yang selalu diejek bodoh,
hingga akhirnya ia merasa dirinya memang bodoh. Ada juga remaja yang diejek
bersikap seperti “banci”, maka akhirnya ia pun meyakini bahwa dirinya adalah
banci.
Bahkan pada beberapa kejadian tawuran, awalnya dimulai oleh
saling mengejek. Di Jakarta, pernah ada tawuran remaja antar kampung. Setelah
diselidiki, ternyata penyebabnya karena ejekan tentang nama “genk” mereka.
Menyadarkan remaja untuk saling menghargai, adalah salah
satu tugas guru di sekolah. Sekali lagi, pribadi remaja adalah pribadi yang
unik. Apa yang terlihat, belum tentu seperti itulah aslinya mereka.
Pemerintah sangat bertanggung jawab pada moral para penerus
bangsa.
Dari tayangan-tayangan tawuran yang diperlihatkan televisi.
Jelas terlihat senjata-senjata yang mereka gunakan serta gaya mereka saat
penggunaan senjata itu.
Dari mana mereka mendapat isnpirasi seperti itu? Bapak
pemerintah yang terhormat, mereka mencontoh dari game online yang ada di warung
internet sekeliling rumah kita. silakan
dihitung berapa jumlah warnet dalam radius 1km. Lebih dari 10 warnet dan jam
operasinya pun tidak dibatasi.
Dalam ilmu psikologi dikatakan, kita akan meniru dan
terbiasa pada hal-hal yang seringkali kita lihat. Pada beberapa permainan yang
ada di warnet, menggambarkan adegan-adegan kekerasan seperti pembunuhan yang
menggunakan senjata tajam. Adegan pembunuhan pun terlihat nyata. Seperti
muncratnya darah pada saat menebas bagian-bagian tubuh.
Salah satu adegan yang sangat ditiru remaja pada saat
tawuran adalah, memutar-mutar gir sepeda diudara. Gir tersebut diikat pada
seutas tali, kemudian diputar-putar untuk mencari musuh. Selain itu juga ada
samurai. Dua senjata ini dapat kita lihat di game online yang ada di warnet.
Dan karena mereka telah terbiasa “membunuh” di game online, maka di dunia nyata
pun mereka anggap itu adalah hal yang biasa.
Kembalikan fungsi warnet seperti sedia kala. Kemajuan
teknologi memang tidak bisa kita hindari, namun sangat mungkin kita batasi. Jam
operasional warnet, jarak warnet, serta aturan-aturan yang menyangkut moral
remaja, haruslah ditetapkan oleh pemerintah.
Remaja memiliki sejuta energi yang membutuhkan tempat untuk
disalurkan. Empat hal diatas sangat berperan dalam meredam gelegak jiwa mereka.
Saling bekerja sama satu dan lainnya, akan membuat remaja memiliki tempat
berteduh.
Seluruh pihak hendaknya dapat segera mengambil kebijakan
dalam menghadapi kekerasan di kalangan remaja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar