Selasa, 01 Mei 2012

GUGAT CERAI...


*tulisan lama, satu tahun yang lalu*

Entah kebetulan atau tidak, dalam beberapa hari terakhir ini saya bertemu dengan kenyataan, betapa meningkatnya tingkat perceraian di Indonesia, Jakarta khususnya.

Siang itu, saat membawa ibu ke Rumah Sakit Islam Jakarta, saya bertemu dengan ibu Rohana. Beliau adalah salah satu penasehat di Pengadilan Agama. Pada awalnya, beliau memaparkan bagaimana membentuk keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Ini terkait dengan tingginya tingkat perceraian. Menurut beliau, tren akhir-akhir ini (duh, saya kok ngeri ya menyebut cerai dengan sebutan “tren”  L) adalah permintaan cerai yang berasal dari pihak istri. Atau biasa disebut dengan gugat cerai.

Berdasarkan data terakhir, kasus cerai di seluruh Indonesia adalah 285.184 kasus. Dari jumlah tersebut, ternyata 13% nya adalah gugat cerai. Penyebab tertinggi perceraian secara umum (baik talak cerai atau gugat cerai) adalah karena faktor ekonomi, yaitu 67.891 kasus. Fakta lain yang menarik adalah,  ternyata kekerasan fisik bukanlah faktor utama dalam perceraian. Ini dibuktikan dengan rendahnya jumlah perceraian akibat kekerasan fisik, yaitu 2.091 kasus. Penyebab terakhir perceraian, yaitu poligami.

Dari data-data tersebut, ibu Rohana pun menyimpulkan, bahwa, sebenarnya kasus gugat cerai adalah karena masalah komunikasi yang kurang “nyambung”. Hal ini beliau buktikan dari beberapa konseling yang dilakukan dengan beberapa pasangan yang ingin bercerai, setelah melakukan mediasi, alhamdulillah, perceraian pun batal.

Mendengar hal itu, saya pun manggut-manggut, antara prihatin, juga mengoreksi pernikahan saya selama ini. Ah, mudah-mudahan saja segala kerikil yang ada di rumah tangga, bisa saya lewati dengan baik.

Secara tak sengaja pula, saya membaca status seorang ustad di facebook. Beliau menyatakan keprihatinannya dengan tingginya tingkat gugat cerai akhir-akhir ini. Tak lupa beliau juga menyebutkan bahwa seorang tokoh wanita memberi komentar atas fenomena itu, yaitu, bahwa wanita sekarang sudah sadar atau melek hukum. Duh, kok saya merasa kurang enak ya. Apa karena wanita sudah melek hukum lalu bisa seenaknya meminta cerai?.... #tarik-nafas-panjang#

Sabtu siang, saat bertemu dengan seorang sahabat, ia pun menceritakan tentang adik temannya yang meminta cerai pada suaminya. Ketika saya tanyakan mengapa, sahabat saya pun berkata “karena suaminya di PHK mba.” Ah, kepala saya langsung cenat cenut (kayak lagu sma#sh J ). Kemana janji awal pernikahan dulu? Janji bahwa senang dan susah akan dijalani bersama....

Saya pun teringat sebuah hadits “Semua wanita yang minta cerai (gugat cerai) kepada suaminya tanpa alasan, maka haram baginya aroma surga” [HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad, dan dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam kitab Irwa’ul Ghalil, no. 2035]

Memang dalam beberapa hal gugat cerai diperbolehkan, diantaranya adalah , jika dikhawatirkan suami akan membawa istrinya keluar dari agama atau suaminya sudah berbuat dzhalim terhadap istri. Tapi, jika kita melihat data-data diatas, jelaslah bahwa penyebab tertinggi perceraian karena faktor ekonomi, dan sebenarnya hal tersebut masih bisa di mediasi (menurut data ibu Rohana).

Dalam bulan momen Ramadhan ini, semoga keluarga muslim dapat merekatkan kembali ikatan suci pernikahan. Mengingat kembali saat-saat dulu memulai pernikahan. Saat melakukan akad, saat pertama kali memiliki anak, saat pertama kali merasakan tinggal dengan mertua, ataupun saat-saat dimana semuanya berawal (mulai sensitif J). Yah, tidak ada satupun pasangan di dunia ini yang menginginkan perceraian, namun jika memang masih bisa di komunikasikan, akan lebih baik. Kembalilah pada Al-Quran dan mari kita ikuti teladan kita Rasulullah saw.

Seperti kata bang Maher, insyaAllah you’ll find the way J.....


8 Agustus 2011


Tidak ada komentar:

Posting Komentar