Rabu, 09 Mei 2012

GIRL POWER (bagian 1)


Tidak biasa. Itulah kesan pertama saya ketika berjumpa dengan beberapa gadis ini. Yang pertama, sebut saja namanya Elisa. Masih muda namun kaya dengan pengalaman.

Di kampuslah pertama kalinya saya berjumpa dengan gadis ini. Elisa sebenarnya dua semester diatas saya. Namun karena sering cuti, Elisa pun harus mengulang kembali kuliahnya. Pertama berbincang, tidak ada yang istimewa, kecuali, agak kelewat pede hehe...

Di kelas saya, alhamdulillah tidak ada batasan, antara ibu-ibu, nenek-nenek dan remaja. Semua bergaul seperti biasa. Seperti mahasiswi umumnya. Yang tua tidak memandang rendah yang muda. Begitupun sebaliknya.

Seperti kuliah pada umumnya, dalam beberapa mata kuliah, kami dituntut untuk membuat makalah secara bersama-sama. Makalah tersebut akan dipresentasikan dan didiskusikan dengan teman-teman sekelas.

Saat presentasi dan diskusi itulah saya melihat keistimewaan Elisa. Walaupun masih muda, namun wawasannya luas, mampu berkelit saat diskusi dan memberikan jawaban-jawaban yang lugas. Saat itu saya berharap bisa membuat sesuatu dengan gadis ini. Entah apa.

Yang menyatukan saya, Elisa dan teman-teman untuk membuat gerakan diawali dari tugas makalah tentang maraknya aliran sesat. Saat itu, kelompok saya mendapat tugas untuk membedah tentang aliran syiah. Alhamdulillah, data-data yang terkumpul cukup banyak (sangat banyak), sehingga membuat kami dan teman-teman sekelas menjadi gelisah. Akan jadi apakah anak-anak kami, adik-adik kami kelak, jika aliran sesat terus berkembang.

Diskusi demi diskusi berlangsung hampir setiap saat sepulang kuliah. Dari diskusi tersebut, mengerucut ke sebuah pendapat, bahwa kami harus berbuat sesuatu. Apapun itu. Yang jelas untuk memberikan “filter” pada remaja dan anak-anak agar tidak terpengaruh pada aliran sesat.

Elisa, sangat bersemangat. Hampir setiap hari kami berdua saling mengirim sms. Saya kagum. Saat remaja seusianya memutuskan untuk bersenang-senang, kongkow-kongkow di cafe, belanja dll, Elisa memutuskan untuk peduli pada anak-anak dan remaja seusianya. Subhanallah....

Dengan adanya Elisa di gerakan ini, kami seperti mendapat penyegaran. Banyak ide-ide brillian muncul dari Elisa. Seperti yang dilakukannya baru-baru ini. Membawa sekotak susu kemasan, kemanapun ia pergi.

Elisa seperti juga remaja lainnya. Kemana-mana menjadi “angkuters”, istilah untuk mereka yang sering menggunakan angkutan umum J. Bagi Elisa, akan lebih bermanfaat memberikan sekotak susu pada anak-anak pengemis ataupun anak jalanan dan anak pengamen. Karena, sebagian besar mereka justru menggunakan uang pemberian itu untuk dibelikan obat terlarang.

Sebagai anak terakhir dari tujuh bersaudara, juga sudah menjadi anak yatim, tentulah agak sulit untuk Elisa dalam mengatur keuangannya. Entah bagaimana caranya, saya juga sering dibuat heran dan kagum, selalu ada rejeki bagi Elisa. Ia tidak pernah absen membawa sekotak susu, juga selalu ikut kemanapun gerakan smartteen berjalan, walaupun denga begitu, menguras hampir sebagian besar isi dompetnya.

Elisa, selalu resah melihat ketidakadilan yang dialami remaja seusianya. Keresahan-keresahan itu terekam dalam beberapa sms nya yang ditujukan pada saya.

Diantaranya, keresahan pada temannya yang mengikuti aliran sesat JIL. Tanpa menunggu waktu lama, ia pun mengungkapkan keresahan itu melalui jejaring sosial dan pada saya. Begitupun saat beberapa orang memandang sebelah mata pada teman-teman Punk Muslim. Elisa lantang mendebat pendapat mereka.

Salah satu alasan Elisa berpihak pada Punk Muslim adalah, Elisa pernah merasakan sedikit kehidupan mereka. Walaupun hanya sedikit, tapi Elisa sadar, itu bukan tanpa sebab. Dan penyebabnya adalah saling berhubungan. Tidak bisa menyalahkan satu pihak saja. Elisa tidak pernah menyalahkan siapapun. Salut. Saat remaja lain tertangkap narkoba dan cenderung menyalahkan orang tua, Elisa sebaliknya.

Jujur saya malu. Saat dulu saya seusia Elisa, saya masih sibuk dengan dunia anak muda. Jalan ke sana kemari tanpa tujuan yang jelas. Uang yang didapat dari hasil keringat, dipakai untuk senang-senang, dan masih banyak lagi. Malu sangat... L

Berbeda sekali dengan Elisa. Empatinya begitu tinggi. Hatinya selalu tergelitik untuk berbuat, ketika ada yang kesusahan. Sosok Elisa, semoga bisa menjadi contoh bagi anak muda lainnya, agar tidak menunda berbuat baik dan peduli pada sesama, sekecil apapun itu. 

Saya berdoa dan berharap agar Elisa tetap seperti ini. Tetap low profile dan istiqomah. Salam sayang selalu J #pelukcium.


Poem to my little sister

Adik kecilku, 15 tahun yang lalu, saat aku seumur denganmu, aku masih sibuk dengan dunia anak muda. Suka ria anak muda dan kenakalan khas saat itu. Hanya 20% dari pikiranku yang tersisa untuk memikirkan orang lain. Kuliah, hura-hura, bergaul dll, memenuhi agenda mingguan.mencoba hampir semua tempat jajan adalah hal yang sangat biasa bagiku. Tak peduli tatapan mata anak kecil yang kelaparan, pengemis jalanan, pemulung, pengamen dan lainnya. Kini, diusiamu yang dulu aku sibuk dengan egoku, engkau berikan 100% pikiranmu untuk mereka. Dalam tasmu tersimpan sekotak susu yang akan kau beri pada pengemis atau pengamen cilik. Sekotak susu yang terkadang berkejaran dengan ongkos harianmu yang pas-pasan. Adikku, subhanallah... maluuu aku padamu. Tetap dijalan ini. Tetap istiqomah. Semoga Allah selalu melindungimu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar