Kamis, 10 Mei 2012

CAHAYA DARI BALIK TEMBOK PENJARA


Siang itu saya dan Lisya kembali mengunjungi LembagaPemasyarakatan (Lapas) anak pria Tangerang. Alhamdulillah, program sumbang buku masih berlanjut. Kami mendapat kiriman sepuluh Alquran dan dua puluh buku-buku Islami, baik motivasi maupun novel Islam.

Karena hari sekolah, suasana Lapas tidak terlalu ramai. Sebagian besar anak-anak, memilih beristirahat di kamar mereka, setelah seharian mengikuti kegiatan. Saat tiba di perpustakaan, kami disambut oleh ibu Margaretta, pengelola perpustakaan dan beberapa anak yang sedang merapikan buku-buku.

Sekitar jam satu siang, seluruh penghuni Lapas berkumpul di depan kamar masing-masing. Suasana menjadi ramai. Saya dan Lisya yang sedang asyik ngobrol pun penasaran. Sedang apakah mereka? Kami berdua keluar dari perpustakaan. Kami melihat anak-anak Lapas berbaris rapi didepan kamar mereka. Seorang petugas mulai menghitung. Jumlahnya harus sesuai dengan yang ada di data. Kalau tidak, berarti ada anak yang sakit atau bebas ataupun kabur (hmm....semoga tidak). Saya dan Lisya tersenyum, aahh... seperti anak sekolah ya J

Setelah absen, Alki, salah satu penghuni Lapas, menghampiri kami. Siang itu, jadwal Alki untuk latihan marawis. Kami pun tertarik untuk melihat kegiatan itu. Sambil berjalan menuju ruang marawis, Alki bercerita, hampir setiap hari mereka latihan marawis. Karena tanggal 24-25 Mei, mereka akan ikut lomba Pekan Olahraga dan Seni Lembaga Pemasyarakatan (PORSENAP) yang diadakan setiap tahunnya, dalam rangka hari Lapas Nasional.

Ruang marawis dipenuhi anak-anak yang hendak latihan. Pak Haji, adalah pengelola yang ditunjuk oleh Lapas. Pak Haji pun memberikan penjelasan pada kami. Sebenarnya, marawis sangat membutuhkan instruktur. Selama ini, instruktur berasal dari anak-anak Lapas sendiri, yang sebelumnya memang mereka telah mahir dalam marawis. InsyaAllah, semoga nanti ada sukarelawan yang bersedia membantu, jawab saya.

Pak Haji mulai memperkenalkan beberapa pemain marawis. Selain lomba marawis, juga ada lomba azan dan qiroah. Pak Haji pun memperkenalkan peserta lomba azan dan qiroah. Zainudin 18 tahun, asli Bogor, sudah beberapa kali ikut lomba azan. Mustaqim 16 tahun, asli Bima, bacaan qurannya indah kata Pak Haji, kalau mau tidur, dengerin Mustaqim ngaji, dijamin langsung terlelap, begitu kata pak Haji J

Saya dan Lisya meminta ijin pada pak Haji untuk berbincang dengan Zainuddin dan Mustaqim. Kami pun menuju mushalla yang tak jauh dari ruang marawis.

Mustaqim bercerita mengapa ia sampai di penjara. Hanya karena korek api. Ya. Korek api yang memicu bom di pesantrennya. Dan, karena korek api yang dibawa Mustaqimlah, ledakan di siang hari itu, menggoncang Bima. Saya tersenyum kecut. Usianya masih sangat muda. 16 tahun.

Saya ga tau apa isi kamar itu bun, kata Mustaqim. Ia hanya disuruh oleh gurunya untuk pergi ke warung membeli korek api. Korek api itupun dibawa Mustaqim ke kakak kelasnya. Entah bagaimana, karena sebatang korek, Bima pun terguncang. Ledakannya cukup keras.

Hati saya ciut. Saya membayangkan korban yang tak bersalah, anak-anak yang tengah menghafal Alquran, atau yang sedang mengerjakan pekerjaan sehari-hari. Bagaimanakah nasib mereka??? Saya ga salah bunda, kata Mustaqim. Ya, jawab saya dalam hati. Wallahualam....

Sosok Mustaqim sendiri sangat santun. Seperti kata pak Haji, bacaan qurannya subhanallah, indah sekali. Seperti murotal ustad Rosyid. Indah dan menghanyutkan. Membuat hati bergetar. Begitulah yang saya dan Lisya rasakan, saat mendengar lantunan ayat-ayat Alquran dari mulut Mustaqim.

Sebenarnya Mustaqim ingin sekali menghafal Alquran seperti kakak-kakaknya, namun, selama di Lapas, Mustaqim tidak bisa meneruskan hafalan, karena tidak ada tempat untuk menyetorkan hafalan-hafalannya. Saat ini Mustaqim sudah hafal surah Al-Baqarah (subhanallah...) dan juz 30. Saya dan Lisyapun memberinya semangat. Ayo Mustaqim, kamu pasti bisa....

Lain lagi dengan kisah peserta lomba azan. Zainuddin 18 tahun. Kasus pembunuhan. Duuhh... melihat perawakannya, tidak terbersit sedikitpun di benak saya, bahwa seorang santun seperti Zainuddin tega membunuh.

Tapi, begitulah kenyataannya. Ia “tak sengaja” membunuh karena tawuran. Sekolah Zainuddin, memang terkenal sebagai sekolah tawuran. Walaupun Zainuddin tidak ada niat untuk ikut tawuran, namun terkadang suasanalah yang membawanya untuk mau tidak mau harus ikut “bertempur”.

Saat pulang sekolah, Zainuddin menaiki angkutan umum menuju rumahnya. Ia duduk di depan, disebelah sopir. Dari kejauhan, Zainuddin melihat gerombolan musuh sekolahnya. Ia pun memutuskan untuk pindah duduk ke belakang. Namun, tanpa diduga, saat pindah ke belakang itulah ia kepergok oleh beberapa musuhnya yang ternyata ada di bagian belakang .

Mereka pun meneriaki Zainuddin. Sontak Zainuddin lari, turun dari angkutan. Kejar mengejar pun tak terelakkan. Beberapa teman Zainuddin pun ikut membantu menghalau. Sebagian dari mereka membawa senjata tajam. Samurai, clurit, golok dll. Zainuddin sendiri diberikan (maaf) pisau babi (begitu ia menyebutnya).

Bunda tau pisau daging? Tanya Zainuddin. Saya mengangguk. Nah, pisau daging itu kan lebar tapi pendek.  Kalau pisau babi itu juga lebar, cuma lebih panjang. Deg. Jantung saya terhenti. Saya terpaksa tersenyum. Saya dan Lisya saling pandang.

Dan, setan pun menguasai pikiran Zainuddin. Musuh Zainuddin pun terkapar di jalan. Perutnya sobek. Nyawanya tak tertolong saat dibawa ke rumah sakit terdekat. Wajah saya terasa memanas. Saya membuang muka. Memandang anak-anak Lapas yang tengah sibuk mengerjakan ketrampilan las.

Zainuddin hanya bisa menyesal. Satu hal yang ingin sekali ia lakukan kelak jika telah keluar dari Lapas, yaitu membahagiakan kedua orang tuanya. Untuk menebus rasa bersalahnya, Zainuddin menyibukkan diri di mushalla dan membantu pegawai Lapas di bagian tata usaha. Sama seperti Mustaqim, bacaan Alquran Zainuddin pun subhanallah.... indah sangat...

Allah.... anak-anak ini. Sebagian mereka menemukan cahaya justru saat berada di penjara. Cahaya itu yang mereka jaga untuk menerangi hati mereka yang dilanda mendung tak berkesudahan. Cahaya yang mereka harap terus berpenjar. Tak redup oleh pekatnya pergaulan. Tak jua hilang oleh ajakan-ajakan yang menghancurkan.

Allah.... anak-anak ini berharap cahaya itu akan membuat mereka semakin dekat dengan-Mu. Berharap dengan setitik cahaya, Engkau akan mengampuni dosa-dosa mereka. Cahaya yang membawa mereka pada taubatan nasuha. Mereka sangat ingin menjaga agar cahaya itu tetap ada dalam hati-hati mereka.

Allah... penjara ini, selalu ada cerita mengharu biru disini. Di tempat ini, mereka begitu mendamba-Mu ya Allah...

Ya Allah... ampuni dosa-dosa mereka.... ampuni ya Allah.....

#kembali, menangisku disini..... L


Tidak ada komentar:

Posting Komentar