Anak-anak lapas.... bersama mereka, selalu ada hikmah. Baru
saja saya menerima sms dari mantan anak lapas. Gilang namanya, ia bercerita
pada saya, saat ini Gilang dan beberapa temannya mantan lapas, membuat gerakan
yang mereka namakan “Remaja Peduli Lapas”.
Gerakan ini terbentuk begitu saja, dari obrolan sesama
mantan anak lapas. Belum terbayang di benak mereka apa saja yang harus
dilakukan. Namun, tujuan mereka adalah peduli pada remaja yang telah bebas dari
lapas, dan bingung apa yang harus dilakukan setelahnya.
Kesalahan dipastikan ada pada setiap diri manusia. Namun,
beda tingkatan dan beda pula hukuman, baik hukuman dari Allah, maupun dari
orang-orang sekitar.
Anak-anak lapas, sesungguhnya merupakan pribadi-pribadi yang
santun. Mereka sadar bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah, namun
seringkali hukuman dunia lebih berat. Contoh kecil, saat mereka keluar dari
lapas, sebagian besar enggan kembali ke lingkungan asal, karena cap atau
stempel mantan napi begitu melekat di diri mereka.
Tidak beda jauh pada keluarga mantan anak lapas ini.
beberapa orangtua pun menyarankan anaknya jika bebas, jangan lekas kembali ke
rumah, sebelum berhasil.
Tapi, bagaimana mereka akan berhasil di luar sana jika
ketrampilan dan pengetahuan mereka sangat terbatas. Fauzan contohnya. Mantan
anak lapas asal Papua. Di Jakarta, ia tidak mempunyai siapapun, keluarga,
saudara, bahkan orangtua. Ini menyebabkan ia beberapa kali keluar masuk
penjara.
Kasus Fauzan adalah curanmor. Dipukuli dan digebuki adalah
hal biasa baginya. Karena ia tidak tau harus kemana dan apa yang bisa
dikerjakan, maka ia pun kembali melakukan hal yang sama. Terakhir bertemu,
Fauzan menyatakan ingin pulang ke Papua. Kami pun sempat bingung. Belum lagi
tuntas apa yang harus kami lakukan, Fauzan sudah menghilang.
Dengan Fauzan, terus terang kami mengalami dilema. Hati
kecil ingin sekali menolong, namun pribadi Fauzan yang tertutup, membuat kami
susah untuk mendalami sifatnya. Tapi, jika dibiarkan pun, tentu akan berbahaya.
Bagaimana jika akhirnya Fauzan kalap? Tidak tau harus mengerjakan apa dan harus
kemana, akhirnya sengaja melakukan tindak kejahatan dan mengharap ditangkap,
kemudian masuk kembali ke lapas.
Berbeda dengan Gilang, mungkin karena kehangatan keluarga
yang membuat Gilang dapat lebih percaya diri untuk melakukan banyak hal,
membentuk RPLC salah satunya. Latar belakang kasus Gilang pun tidak terlalu
berat. Gilang “hanya” dituduh sebagai penadah. Padahal hal itu tidak pernah ia
lakukan.
Menangani Lapas anak, tidak bisa dilakukan sendiri. Harus
ada kerja bareng antar berbagai lembaga yang peduli pada nasib anak-anak negeri
ini. karena penanganan permasalahan lapas anak tidak bisa dilakukan secara
partial, harus berkesinambungan dan berkelanjutan.
Penanganan anak lapas, harus dilakukan sejak mereka masuk ke
lapas, selama masa tahanan dan setelah bebas. Apa yang dilakukan pihak lapas
selama ini, sudah cukup baik. Misalnya, di dalam lapas ada sekolah dengan paket
A, B, C. Ada juga pelatihan mengelas, marawis, bengkel dll. Namun, ketika
keluar dari lapas, anak-anak itu tetap kebingungan. Harus kemana mereka?? Tidak
ada tempat penyaluran pun penampungan sementara.
Hal inilah yang menyebabkan semua pihak harus begandeng
tangan. Bekerja sama. Jangan sampai mereka yang telah bebas, kembali ke
pergaulan lama, yang dapat mengembalikan mereka ke lapas.
Selain itu, ada baiknya kita pribadi, mulai saat ini merubah
cara pandang kita terhadap anak-anak lapas. Betul mereka sudah melakukan
kesalahan fatal, namun, jika mereka berniat baik dan telah melakukan taubat,
bukan hak kita untuk menjatuhkan “hukuman” lagi. Terima mereka apa adanya, beri
mereka motivasi, hasilnya, serahkan pada Allah....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar