Pondok Pesantren Attaqwa. Didirikan oleh pahlawan Bekasi, KH
Noer Alie. Ponpes ini terletak di daerah Ujung Harapan Bekasi. Nadia, salah
satu tim GPR yang merupakan alumni dari Ponpes ini, mengajak GPR untuk
silaturahim dengan santriwati disana.
Bekerjasama dengan bunda Pipiet Senja, tanggal 14 September,
tim GPR mendatangi Ponpes tersebut. Selain Nadia, bunda Pipiet pun ternyata
pernah berkunjung ke Ponpes ini. saat itu launching buku anak kedua dari bunda
Pipiet. Tepatnya tahun 2003. Subhanallah ... waktu yang cukup lama untuk
kembali bersilaturahim
Perjalanan menuju Ponpes, tidaklah mudah. Karena, selain
Nadia, tidak ada satupun dari tim GPR yang pernah berkunjung kesana. Bunda Pipiet
pun ternyata sudah lupa jalan menuju Ponpes.
Tim GPR berangkat dari tempat masing-masing, karena memang
sebelumnya ada acara yang berbeda. Saya dan bunda Pipiet berangkat dari kantor
penerbit Zikrul Hakim di daerah Rawamangun, kak Edas berangkat dari Tambun, kak
Lisya berangkat dari Kalibata Jakarta Selatan, sedangkan Nadia yang rumahnya
tak jauh dari Ponpes, telah tiba di Ponpes lebih dulu.
Karena berangkat dari tempat yang berbeda, kamipun cukup
intens dalam ber sms ria. Saya dan bunda Pipiet memutuskan naik taksi, karena
membawa cukup banyak buku dari Zikrul Hakim. Alhamdulillah, sopir taksi
mengetahui daerah Bekasi, jadi kami hanya memberi tau patokan jalannya saja.
Dari Rawamangun, kami melewati terminal Pulogadung. Subhanallah,
terminal yang biasanya ramai dan cenderung macet, hari itu lancar, hanya
sepuluh menit saja kami butuhkan untuk melewati terminal Pulogadung.
Taksi pun dengan tenang melaju menuju kawasan Aqua Bekasi. Dari
sinilah jalan mulai tersendat. Selain jalan yang menyempit, volume kendaraan
yang cukup padat, angkutan umum yang berhenti sembarangan, serta jalanan yang
berlubang, merupakan hambatan utama kami.
Bunda Pipiet sampai berkata seperti ini ,”saya kira hanya
Citayam yang parah jalanannya, ternyata disini lebih parah.” Bunda Pipiet
berkata seperti itu sambil tangannya erat memegang pinggiran pintu taksi. Saya pun
tersenyum, setuju dengan perkataan bunda Pipiet.
Jam sudah menunjukkan pukul dua belas, supir taksi
kebingungan. Ternyata, petunjuk jalan yang saya dapat dari Nadia, membingungkan
pak supir. Setelah bolak balik tiga kali, kami pun memutuskan untuk menyewa
jasa ojek.
Alhamdulillah, tukang ojek mengetahui Ponpes yang kami tuju.
Dengan cermat, sopir taksi mengikuti jalan tukang ojek.
Ternyata, Ponpes ini lumayan jauh dari jalan utama. Dan untuk
mencapainya, tidak ada angkutan umum. Yang ada hanya ojek dan becak.
Saat memasuki kawasan pesantren, serempak kami bertiga
(bunda Pipiet, saya dan sopir taksi) berdecak kagum dan reflek menyebut asma
Allah. Subhanallah.... di depan kami sebuah masjid besar dengan gagahnya
berdiri.
Kubahnya berwarna hijau, tiang-tiang penyangga begitu besar
mengelilingi masjid. Begitu besarnya sampai saya tak percaya. Subhanallah...
ada masjid sebesar ini di “pedalaman” Bekasi. Bahkan masjid Al-Barkah yang ada
di pusat kota Bekasi pun, kalah besar dibanding masjid ini. halaman masjid pun
sangat luas, dapat menampung ratusan kendaraan, baik motor ataupun mobil.
Di depan masjid, terdapat lapangan yang juga tak kalah
luasnya. Beberapa pohon besar tegak berdiri. Akar-akar pohon yang menjalar,
menandakan pohon-pohon tersebut sudah cukup tua. Mungkin hal inilah yang
membuat suasana masjid begitu sejuk.
Dari kejauhan terlihat jamaah yang shalat, memenuhi masjid,
hingga ke tangga luar. Subhanallah... pemandangan yang sangat jarang saya
jumpai.
Belum habis kekaguman saya pada masjid utama Ponpes ini,
mata saya kembali terbelalak oleh luasnya wilayah Ponpes. Setelah melewati
masjid, kami melewati asrama putra. Beberapa bangunan dalam tahap pengembangan,
namun juga ada beberapa bangunan lama yang tetap kokoh. Dari banyaknya bangunan
asrama putra, kemungkinan jumlah santri hampir 1000 orang. Subhanallah...
Tak jauh dari Ponpes pria, -+ 200m, kami pun tiba di Ponpes
putri. Alhamdulillah, sampai juga, ucap saya dan bunda Pipiet. Sopir taksi yang
sejak tadi pun terkagum-kagum dengan Ponpes ini berkata,”seumur-umur saya
nyupir bu, baru kali ini ke daerah sini.” Hehehe... saya dan bunda Pipiet pun
tertawa. Apalagi saya, ucap saya dalam hati.
Kami pun turun dari taksi. Saya perhatikan sekeliling. Subhanallah.
Berbagai bangunan melengkapi keberadaan pesantren ini. mulai dari klinik,
pendidikan anak usia dini, dan beberapa bangunan lain yang jumlahnya cukup
banyak.
Saat saya mengamati lingkungan sekitar, mata saya tertegun
pada sebuah pemandangan, yang bagi saya, itu adalah pemandangan “mahal” dan
sangat jarang terjadi.
Beberapa santriwati melintas di depan kami dengan
menggunakan sepeda. Dengan berseragam Ponpes, mereka ngobrol sambil terus
mengayuh sepeda. Sesekali jilbab lebar mereka ditiup angin. Subhanallah...
Mungkin, jika pemandangan ini saya alami di sebuah kota kecil, itu wajar. Tapi pemandangan
itu saya alami di Bekasi. Sebuah kota yang letaknya sangat dekat dengan ibukota
Jakarta. Subhanallah... bagi saya, itu adalah hal yang sangat jarang terjadi.
Saya berkali-kali berdecak kagum, dan berkali-kali bibir dan
hati ini tak henti memuji Allah.
Setelah tim GPR lengkap, kami pun memasuki Ponpes putri. Subhanallah...
Lagi-lagi, saya dibuat terkagum-kagum. Bunda Pipiet pun seperti itu. Dulu, saat
pertama kali berkunjung, jumlah santriwati hanya 300an, bangunan Ponpes pun
belum banyak. Tapi sekarang, jumlah santriwati hampir 1000 orang dan bangunan
Ponpes semakin megah.
Walaupun cuaca Bekasi saat itu sangat panas, namun karena
pepohonan di sekitar Ponpes yang besar dan rindang, kami tidak merasa
kepanasan. Belum lagi melihat senyum hangat para santriwati. Subhanallah...
adeeemmm banget rasanya.
Entah karena semangat para santriwati, atau rasa kangen
bunda Pipiet pada santirawati, atau suasana yang sangat mendukung, acara siang
itu terasa hangat. Seperti ibu bertemu dengan anaknya. Penjelasan dari saya dan
bunda Pipiet selalu diselingi oleh celotehan lucu dari mereka. Subhanallah,
santriwati begitu bersemangatt....
Jadwal acara yang tadinya hanya dua jam saja, molor sampai
lebih dari tiga jam. Usai acara, santriwati tak henti-hentinya meminta foto
bersama. Sampai bunda Pipiet berkata ,”hayuu sudah..sudah.. mau pulang jam
berapa nih kita...” dan kami pun tertawa bersama.
Alhamdulillah, roadshow pertama GPR dan bunda Pipiet
berjalan lancar. Semoga di sekolah-sekolah atau Ponpes lain pun lancar dan
barokah.
Semoga dengan kedatangan GPR dan bunda Pipiet, akan muncul
mujahid pena dari Ponpes Attaqwa.
Semoga.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar