Menulis itu indah. Menulis itu melegakan. Membaca kembali
tulisan-tulisan yang terangkai dalam diary, bagai membaca sejarah hidup
sendiri.
Malam itu saya membuka kotak penyimpanan puluhan diary. Saya
mengumpulkan diary sejak tahun 1991 hingga 2011. Total hanya 11 diary. Lainnya
raib, karena saya dan keluarga beberapa kali pindah rumah.
Sayang sekali...
Banyak cerita menarik di dalam setiap diary. Tahun 1998,
secara detail saya menceritakan kronologis kerusuhan. Saat itu keadaan sangat
mencekam, sebagian telepon di Jakarta mengalami gangguan, termasuk telepon
rumah saya. Para tetangga panik menyelamatkan surat-surat berharga, para bapak
dan anak lelaki yang telah dewasa, bahu membahu menjaga perumahan, agar tidak
dimasuki para penjarah.
Diangkasa Jakarta, helikopter dan pesawat hercules
berseliweran. Membuat suasana malam makin mencekam. Dari kejauhan, nampak asap
mengebul tinggi, menutup langit. Cahaya api menari-nari.
Astaghfirullah....
membaca itu semua sungguh ngeri. Berharap hal seperti itu tidak akan pernah
terjadi lagi di bumi Indonesia.
Saat duduk di bangku SMA, sebenarnya saya memiliki beberapa
diary, namun yang tersisa hanya satu :(
Tahun 1991. Saya menceritakan perjalanan liburan bersama teman-teman sekelas.
Sejak menunggu bis yang hendak membawa kami ke kota Cirebon, hingga kesan-kesan
semua teman selama perjalanan pergi pulang, tertulis dengan rapi.
Alhamdulillah, bahkan foto-foto saat SMA pun masih bagus :)
Dan yang mengejutkan, ternyata tahun 1991, saya pernah
menuliskan sepuluh kriteria calon suami. Ada-ada saja. Saat saya, suami dan
anak membaca kriteria-kriteria itu, kami pun tertawa bersama. Hanya dua yang
meleset dari kriteria yang saya tentukan. Ada-ada saja.
Tahun 2000, saat pertama kali menjadi pramugari Saudi
Arabian Airline, saya tuliskan betapa Allah Maha pengabul doa. Harapan saya
ketika sekolah dulu, dapat melihat luar Indonesia dengan gratis, alhamdulillah
dapat terwujud.
Dalam diary, saya bercerita, bagaimana beratnya hidup di
negeri orang, tanpa saudara. Selain itu, pengaturan penghasilan, sampai berapa
jumlah yang harus ditabung, tertulis dengan rapi dalam diary.
Tak ketinggalan kejadian tsunami Aceh pun ada dalam diary.
Begitu juga berbagai kejadian berdarah di Palestina, lengkap dengan puisi-pusi
tentang jihad. Subhanallah...
Rangkaian demi rangkaian kalimat dalam diary, membawa hikmah
begitu besar. Kita belajar dari hidup kita sendiri. Jika dahulu kita melakukan
kesalahan, maka, kini saatnya memperbaiki. Jika dulu banyak kekurangan, maka
saatnya kini melakukan yang benar.
Allah memberi hikmah dari mana yang Ia kehendaki, dari
tulisan orang lain, maupun dari tulisan tangan kita sendiri. Semua tergantung
pada diri ini, maukah kita menarik hikmahnya....?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar