Apa yang terlintas dipikiran kita ketika melihat sebuah buku
yang berpuluh-puluh tahun lalu kita baca, dan kini terbit kembali. Dengan isi
cerita yang sama, tokoh yang sama, latar belakang yang sama, namun dengan
kemasan yang lebih cantik dan terkini.
Itulah yang hari ini saya temui di sebuah toko buku.
Setelah satu jam memilih buku-buku yang akan saya baca
minggu ini, saya pun melangkah ke kasir untuk membayar. Dan, saat membayar itu
adalah saat yang sangat menakjubkan bagi saya.
Di belakang kasir, terpampang buku-buku yang dulu pernah
saya baca saat di sekolah dasar. Buku-buku karangan HC Andersen dan EnydBylton. Bagaikan menemukan harta karun, mata saya tak berhenti menatap
buku-buku cantik itu.
Ya, dulu sekali, saat SD, orangtua saya yang sangat gemar
membaca, membelikan buku-buku itu. Berbagai seri karangan Alfred Hitckock dan Enyd
Bylton, saya lahap. Begitu juga dengan buku karangan HC Andersen.
Bagi saya, tinggal di luar pulau Jawa saat kecil, adalah hal
yang sering membuat penasaran. Seperti apakah kota besar itu? Jakarta. Apa yang
ada disana? Luar Indonesia, bisakah suatu saat saya berkeliling ke
negara-negara itu?
Dan, pertanyaan demi pertanyaan seakan terjawab. Saat membaca
buku-buku Enyd Bylton dan HC Andersen, pikiran seakan menembus ruang dan waktu.
Satu saat saya dapat menjadi seorang “Gadis Penjual Korek
Api” yang tinggal dipinggiran sebuah negara di Eropa. Negara yang mempunyai
empat musim, yang jalanannya bersih dan rapi. Kehidupan masyarakat Eropa yang
tertata. Lampu-lampu taman yang menerangi jalan dll. Apa yang digambarkan oleh
HC Andersen, terekam dalam pikiran saya dan seakan saya berada di kota-kota
yang diceritakannya.
Lain waktu, saya seakan menjadi Gwendoline. Salah satu tokoh
dalam cerita “Mallory Towers” karangan Enyd Bylton. Yang setiap malam sebelum
tidur, Gwendoline selalu menyisir rambutnya sebanyak seratus kali J
Dalam cerita itu, digambarkan secara detil kehidupan asrama
putri sejak kelas satu hingga kelas delapan.
Dengan jelas Enyd Bylton menggambarkan posisi kastil asrama
yang letaknya di atas bukit. Dari salah satu menara, murid-murid dapat melihat
laut lepas atau pedesaan. Indah, sungguh indah. Dan itu tergambar jelas di
pikiran saya.
Dulu, media elektronik belum secanggih sekarang. Video hanya
dimiliki oleh orang-orang kaya. Yang tentu saja, bukan termasuk keluarga saya. Karena
itulah, orangtua membelikan banyak buku, agar anak-anaknya mempunyai wawasan
yang luas. Ah masa itu, jangankan video, televisi pun kami belum punya.
Sadar atau tidak sadar, seringkali suatu cerita dapat
membuat diri kita masuk dan menyelami para tokoh. Berkeliling bersama tokoh,
dari satu tempat, ke tempat lainnya. Berganti negara, berganti kota, berganti
suasana, berganti pemandangan...
Itulah mengapa saya selalu butuh membaca. Apalagi membaca
sejarah negara-negara yang belum pernah saya kunjungi. Begitupun dengan
biografi para tokoh terkenal. Membaca itu semua, membuat kita mempunyai mimpi
untuk bisa berkunjung ke negara-negara itu, atau terinspirasi dengan tokoh yang
kita baca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar