Jujur saja... setiap memulai menuliskan kisah anak-anak penjara, saya selalu bingung. Kisah mereka begitu kompleks. Tapi sangat
sayang jika kisah mereka tidak dituliskan. Karena begitu banyak hikmah yang
bisa diambil.
Acara di LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) Pria Tangerang
hari ini mulai siang hari. Memang disengaja agar semua anak LPKA dapat turut
serta.
Kali ini GPR (Gerakan Peduli Remaja) mengadakan kerjasama
dengan seorang motivator muda bernama Septian Eka, biasa dipanggil kak Eka.
Agak berbeda dari biasanya. Kegiatan motivasi hari ini
diadakan di sebuah ruangan tertutup. Biasa di sebut pihak LPKA, ruang data.
Ruangan ini dilengkapi dengan pendingin ruangan dan infocus. Cukup untuk
menampung 200 anak.
Pukul 13.45 acara dimulai. Agar mempersingkat waktu, saya memberikan
kata sambutan yang singkat. Tepat jam 14.00 kak Eka mulai beraksi.
Anak-anak diajak untuk bermain otak kanan. Berbagai gerakan
mereka lakukan sambil tertawa. Alhamdulillah...
Saya perhatikan wajah anak-anak ini. Karena setiap minggu
berinteraksi dengan mereka, saya agak paham gestur yang ditunjukkan beberapa
dari mereka. Kekecewaan dan kesedihan yang mereka rasakan, tak bisa ditutupi.
Walau permainan yang dilakukan oleh kak Eka sangat menarik
dan memberi semangat, namun ada beberapa anak yang tidak tulus dalam melakukannya.
Di tengah acara, saya berpindah tempat. Yang tadinya di
depan, kini saya berada di barisan belakang, bergabung dengan anak-anak.
Anak-anak terus menyimak motivasi dari kak Eka. Sebagian
mendengarkan serius. Sebagian lagi mendengarkan sambil ngobrol. Ada juga yang
tertidur. Hingga tibalah saat kak Eka memutar video tentang kematian. Mereka
yang tadinya ngobrol, mendadak berhenti. Ruangan menjadi sepi.
Wajah anak-anak mendadak tegang. Apalagi saat kak Eka
berkata bahwa, kita semua sebenarnya sedang menanti kematian. Kematian bisa
terjadi pada siapapun. Tua, muda, anak-anak. Kematian bisa terjadi kapan saja.
Tidak ada yang menjamin setelah acara ini kita masih hidup.
Allah SWT berfirman: "Tiap-tiap yang berjiwa akan
merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan
pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga,
maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah
kesenangan yang memperdayakan. " (QS. Al-Imran:185)
Saya memperhatikan anak-anak dari belakang. Dari tempat saya
duduk, saya melihat seorang anak dengan kasus pembunuhan. Saya perhatikan
wajahnya lekat-lekat. Raut mukanya tegang. Duduknya tegak. Tak bergeming.
Beberapa waktu lalu saat saya dan teman-teman menceritakan siroh Rasulullah saw
pada mereka, salah satu relawan GPR yaitu Wylvera (biasa dipanggil mba Wiwik)
menceritakan bahwa anak ini merasa lega telah melalukan pembunuhan pada orang
yang dibencinya.
Namun saat ini saya melihatnya sangat ketakutan. Beda sekali
dengan cerita mba Wiwik yang kala itu menggambarkan "kebahagiaannya"
telah melakukan pembunuhan. Ketakutan tampak jelas pada wajahnya. Ya Allah...
semoga ketakutan anak ini adalah karena ia sadar bahwa apa yang dilakukannya
dilarang Allah dan semoga ia bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat.
Aamiin...
Pemutaran video tentang kematian selesai, anak-anak bernafas
lega. Beberapa dari mereka langsung diskusi tentang seramnya kematian. Namun
sepertinya kak Eka ingin terus menyadarkan mereka. Kak Eka tak mau kehilangan
moment anak-anak yang emosinya sudah hanyut. Kak Eka pun kembali memutar video.
Kali ini tentang pengorbanan orangtua.
Anak-anak kembali diam. Slide menampilkan wajah seorang ibu
tua renta yang dipeluk dan dicium keningnya oleh seorang anak. Kemudian kak Eka
merendahkan nada suaranya. Kak Eka menceritakan kerja keras yang dilakukan orangtua demi menghidupi anaknya.
Saya kembali memperhatikan wajah anak-anak. Beberapa mulai
menunduk. Kak Eka terus berbicara diiringi alunan musik yang sedih. Membuat
anak-anak semakin terhanyut. Kak Eka menceritakan kisah salah seorang temannya,
yaitu B yang selalu tidak mau mendengar nasehat orangtua. Hari-hari dilalui
dengan perdebatan sengit antara dirinya dan orangtuanya. Hingga tibalah satu
hari. Allah memanggil ibunya. B yang saat itu tengah berada di luar rumah,
mendadak disuruh pulang oleh ayahnya.
"B... cepat pulang sekarang." Ujar ayah B di ujung
telepon.
"Ada apa yah ?"
"Pokoknya pulang sekarang juga."
B bingung. Selama ini jika ayah atau ibunya menyuruh pulang,
pasti mengatakan alasan. Tapi kali ini tidak. B pun bergegas pulang. Tiba di
rumah B kaget. Sejak jalan depan rumahnya ramai orang berkerumun. Bendera
kuning dimana-mana. Ketika B masuk ke dalam rumah, B tak percaya. B melihat
ibunya terbujur kaku ditutupi kain putih. B memeluk ibunya dan berteriak
"Ibu... bangun bu... bangun bu... aku ingin minta
maaf... bangun bu.... ibu...."
Mendengar cerita dari kak Eka, kesedihan mendalam tergambar
jelas pada wajah anak-anak LPKA. Sebagian mereka tidak tahan. Akhirnya air mata
merekapun jatuh. Kepala mereka tertunduk. Ada yang menutup wajahnya dengan
tangan.
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda, “Kedua orangtua itu adalah pintu surga yang paling tengah. Jika kalian mau memasukinya maka
jagalah orang tua kalian. Jika kalian enggan memasukinya, silakan sia-siakan
orang tua kalian” (HR. Tirmidzi, ia berkata: “hadits ini shahih”)
Saya teringat pada sesi konseling dengan seorang anak.
Ketika saya bertanya tentang orangtuanya, ia langsung menangis sesegukkan. Ia
merasa sangat bersalah sudah membuat malu orangtua. Orangtuanya tak pernah bersikap
kasar. Tak pernah berkata kotor, apalagi memukul atau memaki. Namun pengaruh
teman-temannya sangat kuat. Hingga ia melanggar nasehat orangtua. Dan sampailah
ia disini. Di LPKA.
Ketika awal masuk LPKA, ia mengira orangtuanya akan malu dan
meninggkalkannya. Ternyata ia salah. Hampir setiap hari orangtuanya
menjenguknya. Jika ayahnya tak sempat, ibunyalah yang menjenguk. Dan setiap
kali menjenguk selalu membawa makanan kesukaannya.
Pada dasarnya setiap anak menyadari peran penting orangtua
pada hidupnya. Namun, entah kenapa banyak nasehat orangtua yang enggan
dikerjakan.
Kembali pada kegiatan motivasi bersama kak Eka. Saya tak
tahan untuk tidak memperhatikan wajah anak-anak ini. Tatapan mereka sendu saat
melihat slide tentang orangtua.
Bersyukur kak Eka kemudian mengganti pembicaraan. Yang
tadinya sendu dan sedih. Berganti menjadi semangat menatap masa depan.
Semua orang melakukan kesalahan. Semua orang pernah
melakukan dosa pada orangtuanya. Namun, itu semua bisa dirubah. Dengan momentum
tahun baru Islam 1 Muharram, kak Eka mendorong anak-anak untuk berubah. Yang
tadinya buruk menjadi baik. Tadinya salah jadi benar. Intinya, berubah menjadi
lebih baik. Terutama berubah menjadi lebih baik dalam melaksanakan perintah
Allab serta menjadi lebih baik dalam mendengarkan nasehat orangtua.
Berharap hanya pada Allah, agar anak-anak LPKA bertaubat,
menyadari kesalahannya, berubah menjadi baik dan dapat istiqomah di jalan Allah.
Aamiin...
Jakarta, 20 Oktober 2015